Sabtu, 31 Oktober 2015

PEMBANGUNAN KARAKTER DENGAN NILAI BUDAYA MERANTAU: SEBUAH REFLEKSI CERITA KLASIK MINANGKABAU

Oleh
 Dr. Abdurahman, M.Pd.
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang

ABSTRAK
          Tulisan ini memaparkan pembangunan karakter dengan nilai budaya yang direfleksikan dalam peristiwa merantau pada cerita klasik Minangkabau. Sebagai objek analisis digunakan cerita kaba “Sibuyuang Karuik” yang tokoh utamanya dikisahkan pergi ke rantau karena kekerasan dalam rumah tangga. Dari kisah itu diuraikan nilai budaya merantau di antaranya: berserah diri kepada Allah, berprilaku baik dan jujur, saling-tolong-menolong, mandiri, dan berbuat baik kepada orang lain. Pembahasan yang ringkas ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk membangun karakter peserta didik dalam apresiasi cerita klasik Minangkabau dalam pembelajaran sastra untuk menghadapi solusi kehidupan pada masa kini dan mendatang.

A.    Pendahuluan
      Karya sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat karena di dalamnya diceritakan realitas kehidupan masyarakat yang tidak jauh berbeda --bahkan persis sama-- dengan kehidupan dalam realitas yang sebenarnya. Kesamaan itu terlihat melalui latar cerita, nama tokoh-tokohnya, dan persoalan atau tema yang diangkat  dalam cerita. Gambaran seperti itu ada pada  cerita klasik “Kaba Si Buyuang Karuik” (KSBK), sebuah cerita yang berlatar tempat   Pariaman, Padang, Medan, Palembang, dan Betawi. Tokoh utamanya Bagindo Karuddin dan keluarganya sebagai tokoh sampingan dengan nama-nama orang Pariaman. Selain itu, persoalan utamanya, yaitu ‘peristiwa merantau’ merupakan budaya  yang khas Minangkabau khususnya Pariaman. Kiranya, tidaklah berlebihan kalau kisah KSBK ini disebut cerminan peristiwa  sesungguhnya yang terjadi dalam realita masyarakat pendukungnya.  
  KSBK yang merupakan ciplakan realitas nyata itu, mengisahkan suka duka perjalanan anak manusia yang berasal dari desa hingga sampai di rantau dan diakhiri  dengan tokoh utama sukses di rantau. Kesuksesan di rantau itu merupakan fenomena yang menarik untuk dibahas karena banyak kisah nyata yang juga sama dengan kisah ini. Di samping itu, orang tentunya kagum dengan kesuksesan khususnya kesuksesan orang rantau dan cerita ini dapat menjadi kritik sosial. Tambahan lagi, yang lebih menarik dan bernilai  untuk dihayati adalah pesan tentang nilai-nilai budaya merantau yang setelah dinilai masih relevan untuk membangun karakter kehidupan pembaca. Kerelevanan nilai-nilai budaya itu dapat dijadikan pembangun karakter karena   latar budaya antara KSBK sama dengan budaya pembaca. Dengan latar budaya yang sama, tentunya pemahaman nilai budaya menjadi suatu yang bernilai lebih, yaitu merasakan persoalan budaya sendiri dan rasa memiliki keakraban nilai budaya.
  Pesan moral dan nilai budaya merantau KSBK itu tentunya perlu dipahami lalu dipresentasikan dan diamalkan jadi karakter dalam kehidupan.  Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah nilai-nilai budaya yang direfleksikan dalam cerita KSBK  tidak semuanya disampaikan secara eksplisit dan masih banyak yang tersembunyi dalam tindakan tokoh dan pesan pendek pengarang. Untuk dapat meraih nilai budaya KSBK perlu adanya eksplorasi berupa pemaknaan dan interpretasi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pesan nilai-nilai budaya itu  diberikan ulasan berupa interpretasi makna budaya cerita klasik KSBK sehingga pembaca (peserta didik) akan lebih terbantu.  Alasan tersebut merupakan landasan dasar yang digunakan untuk mewujudkan tulisan ini.
  Tulisan ini  difokuskan  pada persoalan yang sama dengan tema cerita KSBK, yaitu persoalan merantau. Persoalan itu dipilih menjadi pembahasan didasarkan kepada beberapa alasan. Pertama, persoalan merantau merupakan peristiwa yang familiar dengan kita dan di zaman globalisasi  ini makin banyak masyarakat yang merantau. Oleh karena itu, analisis tentang merantau tentu menjadi suatu yang diperlukan sebagai penambah wawasan dan pengalaman. Kedua, dalam persoalan merantau tokoh (cerita) harus memegang nilai-nilai budaya baik supaya berhasil hidup di negeri orang. Nilai-nilai budaya itu tentu sangat perlu menjadi amanat tulisan ini sebagai pembangun karakter bangsa.  Ketiga, umumnya kita peserta seminar ini mungkin perantau, baik perantau jauh atau dekat.  Dengan kenyataan demikian, pembahasan nilai  budaya KSBK ini diharapkan dapat menjadi sebuah pertimbangan dalam  menghayati perantauan dan pembangunan karakter.
Metode pembahasan  yang digunakan adalah analisis deskriptif dan interpretasi cerita. KSBK yang dijadikan objek, yaitu “Kaba Si Buyuang Karuik” (edisi baru) versi penulis Syamsuddin St. Rajo Endah, terbitan Kristal Multi Media kota Bukittinggi, Cetakan ke-2 Januari tahun 2008, yang terdiri dari 85 halaman. Diterbitkan pertama kali oleh penerbit CV Pustaka Indonesia Bukittinggi 1960. Untuk mengetahui jalan cerita KSBK bersama ini dilampirkan sinopsis cerita.

B.     Pembangunan Karakter dengan Nilai Budaya Merantau
1.      Hakikat Nilai Budaya Merantau
Pada bagian ini dijelaskan pengertian merantau dan nilai budaya. Pertama konsep tentang merantau. Secara historis perkembangan pengertian ‘merantau’ telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan aspek sosial kemasyarakatan dan pemerintahan yang terjadi sejak dulu. Pada waktu daerah Minangkabau masih dalam sistem kerajaan, ‘merantau’ berarti berpindahnya masyarakat dalam kerangka medirikan pemukiman baru sebagai  pengembangan wilayah kerajaan. Daerah yang mejadi tujuan adalah daerah rantau yang merupakan daerah di luar daerah asal (darek). Dalam perpindah merantau yang demikian perantau membawa pola-pola budaya yang sama dengan daerah asal untuk disoasilisaikan dalam kehidupan bersama. Artinya, perantau tidak menyesuaikan nilai-nilai budaya hidupnya dengan dengan budaya di tempat yang baru.
    Pada pengertian yang sekarang merantau tidak  berkegiatan seperti waktu itu lagi. Merantau merupakan proses interaksi anggota masyarakat dengan dunia luar berupa petualangan pengalaman dan geografis dengan meninggalkan kampung  halaman untuk mengadu nasib  di negeri orang (Elfindri dkk, 2010:52).  Merantau sering diartikan sebagai kegiatan perpindahan meninggalkan negeri asal  dengan tujuan untuk mencari nafkah (Tsuyoshi Kato:2005:156).  Pada pengertian yang kedua  ini merantau berarti pergi dari kampung asal dengan kesadaran untuk mencari nafkah atau mendapatkan pengalaman hidup. Dalam arti yang demikian perantau dalam menjalankan hubungan  sosial lebih menyesuaikan nilai-nilai budaya dengan nilai budaya  dimana rantau mereka tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya sendiri.  Perantau juga menyiratkan  orang yang ta(h)u peran di mana mereka harus mensiasati kehidupan yang baru untuk  lebih membawa kemajuan dari keadaan sebelumnya.
        Kedua, pengertian tentang nilai-nilai budaya ialah  konsepsi, ide-ide, gagasan, norma-norma,  dan bentuk-bentuk lainnya (tersirat dan tersurat) yang sifatnya membedakan dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan tindakan, dan di pandang penting dalam hidup (Abdurahman:2011).  Nilai budaya juga mencakup  ide-ide atau gagasan yang menuntun untuk menentukan  tentang apa yang benar,  baik, dan indah yang mendasari pola-pola budaya dan memandu masyarakat dalam menanggapi unsur jasmaniah dan lingkungan sosial (Koentjaraningrat,2000).
      Dalam penelitian ini nilai budaya merantau adalah ide-ide atau konsepsi yang menonjol dalam kaba KSBK  yang menjadi identitas budaya merantau tokohnya  sehingga nilai-nilai itu menjadi kesamaan yang unik yang cenderung menjadi  nilai budaya. Nilai itu berupa konsepsi-konsepsi mengenai apa yang dianggap  berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman yang memberi arahan dan orientasi dalam kehidupan yang ada dalam karya sastra.  
Dengan mencermati pengertian nilai budaya merantau beberapa hal yang akan dipertanyakan dan dijelaskan, di antaranya mengapa tokoh cerita merantau, bagaimana nilai-nilai budaya merantau, apa yang didapatkan dengan merantau, dan apa kontribusi merantau bagi keluarga yang ditinggalkan, bagaimana membangun karakter dengan nilai budaya merantau. Untuk menjawab hal itu dibahas KSBK sebagai karya yang berisi nilai-nilai budaya merantau.

2.   Nilai Budaya Merantau dalam KSBK
Untuk menjelaskan nilai-nilai budaya merantau dalam KSBK ditampilkan abtraksi satuan peristiwa cerita untuk dimaknai dan dijelaskan kandungan nilai budayanya. Berikut abstraksinya:
I.        Cerita KSBK diawali gambaran keluarga nelayan yang sangat miskin di Pariaman. Suatu hari tokoh Buyuang Karudin (BK) berumur 10 tahun dan adiknya Siti Syamsiah 6 tahun memasak nasi di tungku  lalu seekor jago kesayangan bapaknya menabrak periuk sehingga beras yang dimasaknya tumpah ke abu. Ayam itu dipukulnya dan seketika itu mati. Menyadari kejadian itu Bagindo Karudin takut karena pasti kedua orang tuanya akan marah besar karena keduanya sudah sering menanganinya.
II.     Kedua adik kakak itu lari dari rumah untuk menghindari kekerasan ortunya dengan bertawakal kepada Allah.
III.   Dalam perjalanan, mereka mendapat pertolongan dari orang-orang yang bertemu dengannya, satu di antara penolong itu tukang pedati yang memberikan tumpangan kepadanya sehingga mereka sampai di Padang.
IV.  Di Padang keduanya menawarkan jasa kepada Sutan Pesisir pedagang nasi dan mereka bekerja apa yang bisa di sana dan kemudian menjadi orang tua angkatnya.
V.    Buyuang Karudin mencari kerja yang lebih baik dan dia diterima menjadi tukang kebun seorang jaksa.
VI.  Tuan Jaksa pindah ke Palembang dan BK ikut bersamanya. Sebelum pergi ia menemui Sutan Pesisir dan ia diberi nasehat merantau oleh Sutan pesisir.
VII.     Di rantau BK rajin bekerja dan menabung sehingga tabungannya mencukupi untuk berdagang.
VIII.   BK mohon izin kepada Tuannya untuk berdagang dan Tuannya membantu dengan tambahan modal.
IX.        BK mendapat tempat berdagang yang strategis dan dagangannya laris dan dia memperkejakan pelayan tetapi banyak yang curang.
X.          BK berteman dengan Zainuddin dan ia menganjurkan BK menikah supaya bisa membentunya dan saling bekerjasama.
XI.        Istri BK meninggal dan dia putus asa. Dalam kedaan begitu ia diajak Zainuddin ke Betawi untuk menghilangkan dukanya. Di sana ia jatuh cinta pada Sarinam anak angkat bu Sarijah dan mereka menikah.
XII.     BK makin sukses dalam berdagang dan dapat anak perempuan dari pernikahannya.
XIII.   BK dan keluarganya pulang kampung menemui orang tuanya dan ortunya menanyakan adiknya. Ternyata Sarinam adalah adiknya.
XIV.  Sarinam menyatakan dia adalah Siti Syamsiah adik BK. Ketika ditinggalkan BK di Padang, kedai nasi Sutan Pesisir terbakar dan mereka pindah ke Medan. Di Medan Sutan Pesisir meninggal sehingga ia bekerja sebagai pembantu keluarga Belanda. Tuannya pindah ke Betawi dan ia dibawa ke sana. Ketika istri Tuannya ke luarga kota, ia nyaris diperkosa tuannya dan ia sempat melarikan diri. Dalam pelarian itu ia ganti nama dan mengaku orang Jawa dan berbahasa Jawa, lalu kesasar ke runah nenek Sarijah dan ia menjadi anak angkatnya.
XV.    Semuanya jadi panik karena aib BK kawin dengan adik kandungnya. Lalu nenek Sarijah memberikan saran supaya aib ditutup saja dengan mengatakan Siti kematian suami dan BK mengantarnya pulang. Semua orang percaya.
XVI.  BK membangun rumah yang bagus untuk ortunya dan membeli sawah dan ladang sehingga ortunya menjadi orang berada.
XVII.  Adik BK menikah dengan kepala desa dan BK menikah dengan anak orang kaya di kampungnya.
XVIII.   BK kembali ke Palembang melanjutkan usaha perdagangannya yang sudah mengangkat tingkat ekonominya.  

Berdasarkan abstraksi satuan peristiwa KSBK di atas (I-XVIII) sudah tercermin nilai-nilai budaya dari kisah merantau BK dari awal  cerita hingga akhir. Untuk lebih konkritnya akan diuraikan satu per satu dan diberikan tafsiran dengan konteks budaya pendukungnya serta pentingnya nilai budaya itu dalam pembangunan karakter.
a)   Nilai Budaya Keterampilan Hidup
   Tokoh BK yang berumur sepuluh tahun dan adiknya berumur enam tahun diceritakan sedang memasak di tungku di rumahnya (I) sedangkan kedua orang tuanya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini berarti BK dan adiknya sejak kecil sudah diajarkan oleh orang tuanya keterampilan hidup (life skill) yang salah satu keterampilan hidup itu adalah pandai memasak. Dalam budaya Minangkabau klasik ada banyak keterampilan dasar untuk hidup yang dapat dipelajari dalam rumah tangga atau dalam lingkungan sosial. Di antara keterampilan hidup itu dikenal dengan formulasi ‘pandai 4M’ (memasak, mengayam/menjahit, mengaji, membela diri/silat). Keterampilan itu sejak kecil sudah bisa diwarisi anak dengan belajar meniru atau dengan bimbingan orang tua.
     Dengan keterampilan dasar itu anak-anak cepat mandiri dan mulai melepas ketergantungannya dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari. Malah dengan kemandirian, anak dapat cepat dapat bekerjasama dan bahkan membantu orang tuanya seperti BK dan adiknya. Keterampilan dasar itu juga bisa berpotensi menjadi solusi hidup setelah dewasa dimana anak yang pandai memasak akan membuka rumah makan nantinya, yang pandai menjahit akan membuka konveksi, yang pandai mengaji menjadi guru, dan seterusnya.
Jadi, pesan KSBK adalah keterampilan hidup bagi anak adalah suatu yang penting untuk diwarisi oleh anak.  Oleh karena itu keterampilan dasar sudah seharusnya dikuasai sejak usia dini. Dengan refleksi cerita KSBK, bagaimanakah dengan anak sekarang? Apakah mereka yang seumur BK sudah bisa memasak? Pesan nilai budaya pembelajaran keterampilan dalam KSBK kiranya merupakan pesan pengarang yang perlu ditiru untuk pembangunan nilai budaya.
 
b)   Nilai Budaya Menghindari Konflik, Menyelamat Diri, dan Bertawakal
        Meskipun BK dan adiknya anak penurut dan baik tetapi dalam kehidupan sehari-hari mereka sering mendapat kekerasan fisik dan nonfisik (III). Hal ini disebabkan karena keluarga mereka hidup dalam serba kekurangan dan orang tuanya sering kalut memikirkan beban hidup. Kedua orang tua BK pemarah dan sering main tangan yang tidak bisa diterima oleh akal sehat BK. Ketika BK bersalah tidak sengaja membunuh ayam bapaknya (I) mereka lari dari rumah untuk menyelamat diri  (II). Jadi, kepergian BK ke rantau disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor kesulitan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga.
          Ini berarti pengarang memberikan pesan nilai budaya, supaya orang yang terancam jiwanya  lebih baik menyelamatkan diri dan menghindari konflik dan pergi ketempat yang aman.  Pesan ini jelas sebuah agitasi edukatif yang menyarankan agar orang tidak tinggal dalam penderitaan dan harus berusaha keluar dari keadaan yang tidak meguntungkan sama sekali. Bumi Tuhan ini luas maka carilah kedamaian di atasnya dengan merantau. Tempat yang dipilihkan oleh pengarang adalah Kota (Padang), yaitu tempat orang berusaha dengan berbagai macam cara dan pusat perdagangan. Arahan pengarang, meyarankan orang lari ke kota tentu relevan dengan ajaran adat dan agama. Adat mengajarkan “mencari uang ke tempat yang ramai, mencari kerja ketempat yang tidak banyak saingan”, sedangkan dalam agama dinyatakan bahwa  90% uang beredar di pasar (Julius, 2007).  Jadi, kalau ingin keluar dari kesulitan ekonomi lebih baik berkiprah di kota terutama di pasar.
         Selain itu, dalam menyelamatkan diri pengarang memberikan pesan perlunya bertakwa kepada Allah. Pesan ini tentu sesuai dengan janji Allah Swt, dalam al-Quran, yaitu Allah bersama orang yang bertakwa (QS,2:194), orang yang bertawakal akan diberi jalan keluar dari masalah dihadapinya (QS,65:2). Jadi, bertakwa adalah solusi yang tepat untuk keluar dari masalah dan diberi kenudahan berurusan. Nilai budaya takwa adalah nilai yang tercantum dalam tujuan pendidikan kita yang harus diamalkan dalam hidup supaya selamat dunia dan akhirat. Nilai budaya di atas perlu dibangun dalam membina karakter bangsa.

c)   Nilai Budaya Mencari Induk Angkat
   Pada abstraksi  IV BK dan adik menawarkan jasa pada Sutan Pesisir bekerja di kedainya kemudian beliau jadi bapak angkatnya. Ini menunjukkan pengarang  KSBK mengarahkan tokoh BK dengan menerapkan nilai budaya perlunya induk angkat di rantau. Nilai budaya ini merupakan pesan adat yang terkenal dalam kehidupan masyarakat kita dan menjadi pantun sehari-hari, “Kalau anak pergi ke lepau hiu beli belanak beli- ikan panjang beli dahulu- kalau anak pergi merantau ibu cari sanak cari – induk semang cari dahulu” (bandingkan, Amir, 2007). 
      BK dalam mencari induk angkat kepada orang yang berkedai nasi dan hanya berdua saja suami istri. Artinya, BK dapat menyelaraskan keterampilan yang dimilikinya dengan pekerjaan bapak angkatnya, yaitu keterampilan memasak yang sudah dimilikinya sejak di kampung. BK juga penuh pertimbangan dalam mencari orang tua angkat sehingga mereka disenangi karena orang tua itu karena mereka tidak punya anak dan ditambah lagi beliau itu orang penyayang. Jadi, dalam mencari induk angkat disarankan juga supaya mengunakan nilai penuh pertimbangan, besikap baik, santun, dan jujur. Dengan adanya induk angkat itu BK dapat memenuhi kebutuhan makan karena mereka berdagang nasi dan mereka bekerja dan mendapat fasilitas tinggal bersama. Pesan dalam pantun adat itu ada benarnya dalam menganjurkan mencari induk angkat di perantauan. Induk angkat dalam wawasan ekonomi bisa juga berarti pemodal dan mentor yang ditiru dalam berusaha. Artinya, jika ingin sukses berteman dengan orang sukses dan belajar kepadanya.
        Bagaimana dengan pembangunan karakter anak-anak kita sekarang? Tentu nilai budaya mencari induk angkat semakin perlu bagi mereka karena tidak mungkin orang bisa maju jika tidak ada yang mau memajukan dan mau menfasilitasi mereka. Untuk bisa mendapat induk angkat kira seseorang perlu memiliki  sikap saling menolong dan jujur dalam berkehidupan. Kiranya, sikap masyarakat yang terlalu individualis perlu dikembalikan supaya menjadi masyarakat yang saling menolong dan saling menguntungkan.   

d)   Nilai Budaya Berkarya
Setelah berapa lama tinggal dengan Sutan Pesisir, BK  bekerja dengan seorang jaksa sebagai tukang kebun, di sana ia diberi gaji bulanan dan tinggal di rumah jaksa itu (V). Karena etika yang baik ia menjadi kesayangan tuannya itu. Ini berarti dalam berkarya selain membutuhkan keterampilan juga diperlukan pengamalan nilai-nilai etika. Orang yang jujur akan dipercaya dalam bekerja, yang suka ringan tangan juga disukai, dan dengan beretika itu semua orang sayang kepada BK.  Dalam KSBK dideskripsikan sifat BK di antaranya, “Adapun sifat kerjanya…tidak ada kerja yang dipantangkan, cepat kaki ringan tangan, tidak pandai bermalas-malas, bekerja rajin lagi sangat sungguh, belum disuruh sudah pergi, belum ditegah sudah berhenti (arif), kesayangan orang, tidak ada kena caci, apa pun kerja diselesaikan saja, anak muda tahu diuntung, tidak sombong, bicaranya yang benar-benar saja, sangat lurus dan hemat”(KSBK:2008).
Sifat yang dimiliki BK adalah sikap yang baik  dan sikap ini menjadikan BK mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan kesayangan orang.  Sikap BK itu tentu merupakan nilai-nilai budaya yang relevan bagi siapa yang ingin maju dalam pembangunan karakter kehidupan yang baik.  Dalam sikap BK itu juga tergambar beberapa nilai seperti kreatif, empatif, dan rendah hati yang semua perlu membentuk karakter  masyarakat yang berbudaya baik.
e)   Nilai Budaya Hijrah ke Kota
Pada abstraksi VI-VIII tuan BK pindak ke Palembang dan ikut bersamanya. Sebelum berangkat BK menemui Sutan Pesisir dan beliau menasehati BK. Bentuk nasehat beliau adalah sifat yang mesti dipakai kalau merantau sebagai berikut. “Tambahan pulo di ang Buyuang, himaiklah dalam babalanjo, simpan pitih tiok bulan, kok untuang pambarian Allah, dapeklah bapokok mangaleh, dapeklah kadaian nan elok, sabab mangko nan bak kian, tidak ado kayo mamakan gaji” (KBK:h. 29).
(Wahai Buyung, 
-hematlah dalam berbelanja,
-simpan uang  tiap bulan,
-kalau untung ada pemberian Allah, dapatkanlah pokok berdagang,
-dapatkanlah kedai yang strategis,
-sebab, tidak ada orang kaya hanya mamakan gaji).
 Pesan ini sengaja penulis penggal supaya lebih dicermati. Nilai budaya yang harus dimiliki perantau adalah: hemat dalam hidup dan jangan membelikan uang kepada yang tidak bernilai guna kalau dapat barang yang dibeli harus bernilai produktif. Ini artinya perlu kecerdasan finansial dan pandai berhemat untuk masa depan. Ini juga berarti jangan sampai “besar pasak dari tiang” atau besar pengeluaran daripada pendapatan. Selanjutnya, untuk bisa maju perlu menabung sedikit demi sedikit setiap  bulan. Artinya harus pandai mengelola keuangan dan memenejnya sehingga dari bulan ke bulan ada yang pertambahan kekayaan. Jika tabungan cukup jadikan pokok berdagang  dan ushakan mencari kedai atau toko yang strategis tempatnya. Ini tentu pesan yang budaya yang inspiratif terutama bagi orang yang berusaha di bidang ekonomi. Mereka perlu memilih tempat yang strategis dan perlu memahami konsumen dan pembeli.
Pesan yang terakhir, tidak ada orang kaya makan gaji adalah pesan yang luar biasa dan cerdas. Valentino Dinsi (2005) menerbit buku yang relevan dengan pesan itu “Jangan Mau Seumur Hidup jadi Orang Gajian”. Dalam buku itu beliau memotivasi supaya pembaca berbisnis sendiri kalau ingin lebih kaya. Orang yang hidup dengan gajian memang sudah bisa dihitung pendapatannya tetapi dengan berdagang pendapatan bisa berlipat ganda. Dan dimungkinkan orang bisa menjadi kaya raya. BK mengamalkan pesan nilai budaya itu sehingga ia sukses dalam berdagang. Dalam pembangunan karakter tentulah nilai budaya ini sangat penting karena kita memerlukan tokoh yang mau membuka lapangan kerja dapat menfaatkan pontensi yang melimpah di negara ini.

f)    Nilai Budaya Berkeluarga
     Meskipun sibuk berdagang BK tidak menyia-nyiakan waktu untuk  bekeluarga. BK menikah dengan perempuan yang baik akhlaknya dan juga baik orang tuanya. Hal itu diketahuinya dan diusakannya melalui temannya Zainuddin. Ini berarti nilai budaya membangun keluarga itu amat penting. Pentingnya bekeluarga dapat dipelajari dalam buku berkeluarga. Di antaranya bekeluarga itu penting membina keturunan yang sehat jasmani dan rohani, membentengi diri dari kejahatan seksual, mengikuti sunah Rasulullah Saw., dan lainnya.
       Pengarang KSBK  dalam hal ini seakan memnyampaikan pesan nilai budaya perlunya berkeluarga. Hendaknya anak muda menikahlah jika sudah mampu dan jangan menunda karena usia terbaik untuk menikah adalah di waktu muda. Dengan menikah lebih banyak yang dapat direncakan dan lebih fokus pada tujuan. Nilai budaya ini amat perlu dipahami agar karakter berkeluargan dan berhubungan dengan sesama yang sehat dan bermartabat dapat diwujudkan.

g)   Nilai Budaya Berteman
  BK berteman dengan Zainuddin. Zainuddin adalah anak yang baik suka menolong BK. Dia cenderung menyuruh yang baik dan melarang yang mungkar sebagai sifat baiknya. Dia lah menganjurkan BK supaya bekeluarga dan ketika istri BK meninggal dia pula yang membujuk agar BK tidak putus asa. Kemudian ia menemani BK ke Betawi  untuk menghilangkan duka BK. Dengannya BK menjadi orang selamat dalam pergaulan dan aman. 
Artinya dalam KSBK pengarang menyatakan bahwa seseorang perlu teman yang baik, yaitu teman yang mencegah dari kesesatan dan menganjurkan kebaikan. Teman sejati adalah teman yang mengajak ke surga dan memelihara kita supaya tidak terjerumus ke neraka.  Nilai budaya berteman dan memilih teman pada saat ini sangat urgen. Salah teman bisa salah pergaulan dan salah perilaku dan bisa terjerumus ke patologi budaya. Karena itu, pembangunan karakter dengan nilai budaya berteman amat perlu diperhatikan.

h)   Masih banyak nilai budaya merantau dalam KSBK yang belum dibahas di antaranya adalah:
-Nilai Budaya Berbakti kepada Keluarga
-Nilai Budaya Meningkatkan Status Sosial
-Nilai Budaya Menutup Aib
-Nilai Budaya Waspada
-Nilai Budaya Kemandirian
-Nilai Budaya Suka Menolong dan Saling Menolong
-Nilai Budaya Hubungan Sosial
  Semua nilai budaya KSBK yang sudah dibahas merupakan nilai budaya  yang penting dalam pembangunan karakter semoga uraian ini dapat membantu dalam memahaminya. Penutup bagian ini, penulis  kutip firman Allah Swt., yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS,4:9).

C.    Penutup
   Kepedulian kita sebagai pendidik kepada pembinaan dan pembangunan sumber daya manusia yang berkarakter baik semakin ditantang dalam kehidupan zaman globalisasi ini. Ada banyak indikasi yang menunjukkan keharusan hal itu, di antaranya, meskipun pendidikan karakter telah dicanangkan sejak lama sesuai dengan tujuan pedidikan dan beberapa tahun yang lalu sudah direlisasikan dalam kurikulum, namun realisasi sikap dan tindakan kehidupan yang berkarakter dari sebagian peserta didik masih belum menunjukkan kegembiraan dan malah semakin mengkawatirkan (Riwayat:2010). Nampaknya peserta didik seakan tidak pernah  absen (dalam pemberitaan media) terlibat dalam peristiwa patologi sosial, krisis moral, dan penyimpangan budaya. Indikasi itu semakin mengental  karena mereka yang terlibat dalam berbagai peristiwa itu seakan tidak menunjukkan sikap sudah mendapat sentuhan pendidikan karakter.
Kenyataan yang miris dari berita-berita itu tentu semakin menuntut kita untuk mengusahakan dan memperjuangkan pendidikan karakter agar peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter baik yang kemudian sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa dan negara.  Tuntutan itu tentu juga terkait dengan keyakinan bahwa hanya dengan mereka yang berkarakter baik itulah tujuan negara yang berbunyi  menciptakan masyarakat yang adil makmur itu dapat diwujudkan. Sebaliknya, dengan sumber daya manusia yang berkarakter tidak baik negara ini makin dipenuhi oleh ketidaknyamanan sosial dan budaya serta krisis  nilai yang mencemaskan.
Untuk menjawab dan meminimalisasi tantangan itu peran pembelajaran sastra sungguh sangat diperlukan karena sudah sejak lama dipercaya bahwa dengan seni (sastra) manusia bisa menjadi halus budi dan bahasanya. Oleh karena itu,  peserta didik yang diharapkan berkarakter baik harus difasilitasi dengan apresiasi karya sastra sebagai piranti sumber pengetahuan dan kegiatan yang dapat mentranformasikan pendidikan karakter. Salah satu cara yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan mengarahkan perhatian akademis  mereka kepada analisis karya sastra yang sarat dengan nilai budaya pedagogis seperti KSBK. 
Melalui perhatian akademis berupa  sikap kreatif dan perilaku apresiasiatif  terhadap karya sastra siswa dapat diarahkan mencermati karakter tokoh cerita yang mungkin dan menjadi alat pengingat nilai dalam kehidupan. Dengan apresiasi karya sastra KSBK yang memuat nilai-nilai itu diharapkan siswa tertantang membangun kontribusi nilai-nilai budaya yang dapat menjadi pedoman dalam menentukan serangkaian sikap dan tindakan dalam menjalani kehidupan. Dalam kerangka seperti itulah analisis KSBK dengan nilai-nilai budaya ini dapat didayagunakan sebagai media atau sumber belajar bagi siswa. Semoga tulisan ini menginspirasi  pembaca.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurahman.  Nilai-Nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau: Suatu Interpretasi Semiotik. Padang: UNP Press, 2011.
Al-Quran dan Terjemahannya.  Bandung: Penerbit Diponegoro, 2000.
Ahmad, Sabaruddin.  Kesusastraan Minang  Klasik. Jakarta: Depdikbud, 1979.
Amir.   Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau.  Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2007.
At-Tubani, Riwayat. Erosi Moralitas di Minangkabau. Padang: Media Explorasi,  2010.
Dinsi, Valentino dkk. Jangan Mau Seumur Hidup jadi Orang Gajian. Jakarta: Let’s Go Indonesia, 2005
Elfindri, Desri Ayunda, Wiko Saputra. Minang  Entrepreneurship. Jakarta: Baduose Media, 2010.
Julius, H.  Mambangkik Batang Tarandam. Bandung: Citra Utama, 2007.
Kato, Tsuyoski. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perpekstif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka. 2005.
Koentjaraningrat.  Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia,  2000
Endah, Sjamsudin St Radjo. Kaba Sibuyuang Karuik. Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2008.

 Bio Data Penulis
Abdurahman lahir di Batipuh Kab. Tanah Datar,  23 April 1965. Beliau adalah dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNP Padang sejak 1990 sampai sekarang.  Alumnus IKIP Padang (S1) tahun 1989 pada jurusan yang sama dan tamat UNJ Jakarta S3 pada tahun 2011.
Berdomisili di Kota Padang Sumatera Barat. Email: abdurahman.padang@gmail.com


Tidak ada komentar: