Jumat, 17 Februari 2012


INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS GURU BAHASA*
(Ditulis tahun 2004)

I.           Pendahuluan

Tidak ada yang tetap di dunia ini, semuanya mengalami perubahan, itulah sebuah pernyataan yang diakui banyak orang. Pernyataan ini sulit dipungkuri berkaitan dengan realita yang tampak pada tatanan sosial, budaya, politik, pendidikan  mulai dari kehidupan bernegara sampai pada persoalan pribadi. Hampir di semua sektor kehidupan terjadi perubahan, perkembangan, dan pemutakhiran baik dalam bentuk konteks maupun dalam substansi masing-masing.
Faktor dominan yang sangat mempengaruhi perubahan dewasa ini adalah pesatnya penemuan-penemuan dan perkembangan yang terjadi dalam lapangan sains dan teknologi. Hal itu lebih terlihat lagi pada teknologi komunikasi yang dapat memperpendek jarak ruang dan waktu untuk jangkauan komunikasi. Daerah terpencil di desa terpencil pun kalau dimasuki oleh teknologi informasi tidak terpencil lagi secara komunikasi dan mereka dapat merasakan perubahan yang dibawa teknologi ini dalam berbagai hal.
Dengan terbuka luasnya informasi, masyarakat --terutama yang berperan dalam pendidikan-- tentu harus siap dan selektif dalam menerima dan menolak perubahan yang dibawanya dan diharapkan mampu menilai menu  informasi yang disajikan. Masyarakat mesti cakap dalam memilih dan memilah  agar mereka tetap mempunyai kepribadian yang berlandaskan kepada kepribadian bangsanya dan sekaligus tidak tertinggal dalam sains dan teknologi. Kemampuan dan keterampilan menyeleksi dan menerima dan menanggapi informasi itu tidak terlepas dari kemampuan berbahasa. Artinya, masyarakat dengan kemajuan dan keterampilan berbahasanya harus mampu menuangkan ide, gagasan dan aspirasinya setelah melalui proses bernalar dan berpikir dalam menyikapi ketersediaan informasi. Di samping itu, masyarakat juga harus dapat cepat tanggap dalam merespons informasi yang ada sehingga ia tidak saja melihat yang konkrit dalam informasi tetapi dapat membaca pada struktur abstrak atau yang lebih membatin (dalam).
 Keterampilan yang disebut di atas tidak dapat dimiliki masyarakat hanya dengan datang begitu saja secara alamiah, seperti orang hidup bernafas yang dapat berlangsung secara otomatis. Keterampilan berbahasa memerlukan latihan dan pendidikan untuk dapat dikuasai. Di sisi lain keterampilan ini juga membutuhkan tenaga pendidik yang inovatif dan kreatif untuk dapat merespon kemajuan dalam teknologi, ilmu dan sains kemudian diterapkan untuk mencapai keterampilan berbahasa  yang efektif dan efesien.
Berbicara tentang pendidikan bahasa berarti berbicara tentang sebuah sistem yang terdiri dari subsistem, komponen-komponen dan unsur-unsur yang kompleks. Namun, satu yang sangat menentukan adalah peran guru yang disebut sebagai arsitek pembelajaran bahasa. Faktor guru merupakan faktor penentu dalam keberhasilan pendidikan bahasa karena Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi tantangan  yang semakin ketat dengan bangsa lain dan permasalahan hidup yang makin kompleks. Kualitas manusia Indonesia tersebut tentu harus dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh  karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis.
Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sarna bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen). 
 Guru sebagai pelaksana dan faktor kunci mengandung arti bahwa semua kebijaksanaan, rencana inovasi, dan gagasan pendidikan yang ditetapkan tergantung pada guru dalam pelaksanaannya. Apabila dalam rencana inovasi diharapkan sekolah berubah maka pada dasarnya yang diharapkan berubah adalah guru. Apabila guru tidak terbuka untuk memasuki perubahan atau pembaharuan dalam pendidikan sudah tentu inovasi tidak dapat diwujudkan.
Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi di atas maka guru bahasa juga tidak terlepas dari perkembangan dan perubahan. Bahkan guru bahasa malah harus berubah ke dalam pembaharuan-pembaharuan agar tidak tertinggal dari perkembangan sains dan teknologi yang menuntut partisipasi fungsi bahasa yang besar dalam proses pengomunikasiannya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, perubahahan apakah yang mesti terjadi pada guru bahasa? Tulisan ini akan membicarakan inovasi pengembangan guru  bahasa dan proses pengembangannya dalam kaitannya dengan perkembangan tersebut di atas.

II.        Inovasi Pengembangan Kualitas Guru Bahasa

2.1  Inovasi pada Guru Bahasa
 Pada bagian ini akan dikaji hakekat inovasi dan  inovasi yang mesti ada pada guru bahasa. Barnett (dalam Manan, 1989 : 52) menyatakan bahwa inovasi adalah sebuah gagasan atau konstelasi gagasan-gagasan, perilaku atau benda-benda yang baru yang berbeda secara kualitatif dari bentuk-bentuk yang ada. Inovasi dapat berupa organisasi mental bila dilihat dari sifatnya, sedangkan di luar itu dapat diberi bentuk dan dapat dilihat.
Berdasarkan rumusan inovasi yang dikemukakan Barnett di atas maka inovasi dalam pengembangan guru bahasa merupakan gagasan-gagasan yang dapat berupa benda maupun ide yang secara kualitatif lebih baru dari yang sudah ada. Jadi, inovasi perkembangan maupun pengembangan guru dalam pengajaran bahasa yang kemudian dikembangkan ataupun sesuatu yang benar-benar baru sama sekali. Pengertian di atas juga menyiratkan bahwa perubahan (inovasi) mulai ketika guru-guru memberikan respons dengan cara baru terhadap perubahan lingkungan. Namun secara nyata perubahan yang sebenarnya baru terjadi bila respons baru itu dipelajari dan kemudian disetujui oleh kelompok guru bahasa dan pada akhirnya menjadi karakteristik tertentu.
Murdock (1980) mengemukakan urutan pengintegrasian sebuah inovasi kedalam sebuah sistem sebagai berikut: inovasi, akseptasi, seleksi, dan integrasi. Lanjutnya Rogers (1981) secara lebih rinci mengemukakan urutannya sebagai berikut: kesadaran akan adanya inovasi (awarenes), timbulnya perhatian terhadap inovasi, adanya penilaian terhadap inovasi (evaluation), diadakan percobaan terhadap inovasi (trial), dan pengintegrasian inovasi (integration).
Inovasi merupakan proses mental yang timbul karena dirasakan adanya dorongan tertentu oleh seseorang untuk berbuat sesuatu sebagai akibat adanya tantangan dari perubahan lingkungan, atau dirasakan adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi. Hal ini yang mendorong orang untuk berfikir menciptakan sesuatu yang baru dengan cara merubah apa yang ada, mengadakan kombinasi baru atau menciptakan sesuatu yang baru sama sekali (Manan, 1989:54).
Guru bahasa dalam pengajaran bahasa berusaha pengajaran yang diberikannya efektif dan efisien, serta mudah dipelajari oleh siswanya. Oleh karena itu, guru bahasa mempunyai dorongan untuk berbuat yang terbaik untuk tugasnya tersebut. Adanya dorongan ini telah menjadi dasar penggerak inovasi guru bahasa. Di sisi lain perkembangan dan perubahan yang terjadi pada subsistem pengajaran bahasa yang lain juga sangat mendorong terbentuknya inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
Berikut ini akan diuraikan jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi guru bahasa dalam proses pendidikan bahasa. Secara umum penulis menggolongkan inovasi guru bahasa ini ke dalam dua kelompok. Pertama, inovasi yang berangkat dari diri guru bahasa sendiri. Kedua, inovasi yang tumbuh dan berkembang karena pengaruh perkembangan faktor yang berada diluar diri guru bahasa. Kedua kelompok inovasi ini saling melengkapi dan mempengaruhi dalam pengembangan guru bahasa.
Pertama, inovasi yang berasal dari diri guru bahasa. Inovasi ini terbentuk melalui kesadaran, akan tanggung jawab, sebagai seorang guru bahasa yang harus dapat menjadikan siswanya pintar (cerdas) berbahasa. Kesadaran ini selalu mendorong guru untuk berbuat yang terbaik dalam kegiatannya mengajar siswa berbahasa. Kesadaran ini selalu menantang untuk menemukan sesuatu yang baru dan efisien dalam pengajaran bahasa, sehingga pada tindaknya guru bahasa tampak aktif dan kreatif dan tidak cepat puas dalam menciptakan kondisi dan situasi belajar bahasa.
Secara agak terinci inovasi diri terkait dengan; 1) visi atau pandangan dan tujuan guru bahasa dalam merealisasikan tujuan pengajaran bahasa dalam jangka pendek dan panjang, 2) integritas atau kejujuran akan tanggung jawab atas diri, pembelajaran bahasa, mencerdaskan siswa, dan membangun bangsa, 3) semangat bekerja dalam mewujudkan visi dan misi pembelajaran, 4) inisiatif dan inspirasi atau ide, 5) kebijaksanaan, dan 6) keberanian dalam bertindak (Agustian, 2003). Di samping itu hal tersebut  terkait dengan kondisi nilai spritual guru bahasa yang dikenal dengan kepribadian (akhlak).
Kuat atau lemahnya inovasi diri tersebut terkait dengan kondisi banyak faktor, mulai dari pandangan hidup, pendapatan, kesehatan, wawasan, dan unsur luar berupa pendidikan, lingkungan, dan kebijakan-kebijakan negara. Sebagai contoh dalam faktor pendidikan, anak yang dibesarkan dengan pembantu jelas berbeda daya inovasinya dengan anak yang dibesarkan orang tua  setelah dewasa. Pembantu dapat “disuruh-suruh” anak sedangkan  orang tua malah meyuruh-nyuruh anak. Prilaku itu dapat mengakibatkan terbentuknya kepribadian yang belawanan. Anak yang dengan pembantu  akan manja, tidak suka tantangan, tahu memerintah dan sebagainya sedangkan anak yang dengan orang tua akan patuh, manut, atau sering takut salah dan tidak beraksi. Bagaimanakah kepribadian seperti itu bisa inovatif ? Ironisnya, gejala ini sedang memasyarakat.
Contoh lainnya dalam pandangan atau tujuan hidup, betapa kita setelah jadi guru bahasa hanya menjalankan rutinitas mengajar dengan tujuan yang tidak dapat ditolak yaitu mencari uang, jabatan, dan fasilitas. Kenyataan ini tanpa disadari dapat menganggu integritas guru bahasa dan lebih parah melupakan  pembelajaran untuk diri  dalam menambah wawasan. Sebaliknya, hal itu  dapat memasifkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari sebelumnya sehingga guru bahasa lebih rajin dengan urusan administrasi, proyek, dan jabatan ketimbang pengembangan ilmu. Jika demikian bagaimanakah inovasi bisa dirancang dan dilakukan? Agaknya, banyak hal yang perlu didiskusikan dalam inovasi diri guru bahasa itu.
Kedua, inovasi yang berasal dari luar diri guru bahasa. Inovasi ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan faktor-faktor berikut:
1.      Faktor pengalaman, pengalaman guru bahasa mengajar dari tahun ke tahun merupakan suatu unsur yang memberikan dorongan untuk terjadinya inovasi dalam pengembangan guru bahasa. Pengalaman menjadikan guru berubah mencari sesuatu yang baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan pengajaran bahasa. Pengalaman merupakan dasar bertolak bagi guru dalam bertindak untuk kegiatan berikutnya. Jadi, ia mengembangkan pengalamannya yang baik dan memperbaiki dan mencari cara terbaru untuk melaksanakan kembali apa yang dialaminya dulu kurang memuaskan. Sebagai contoh, betapa guru bahasa yang sudah mengajar 25 tahun amat berpengalaman dalam menyikapi perubahan kukrikulum pembelajaran bahasa.
2.      Faktor penelitian hasil belajar pendidikan bahasa. Banyak hasil penelitian pendidikan bahasa yang menunjukkan bahwa kemampuan lulusan berbagai tingkatan sekolah sangat lemah dalam menguasai kemampuan berbahasa. Mulai dari dulu, misalnya penelitian Sadtono (1975), Samsuri (1990), hingga sekarang sudah diungkapkan bahwa banyak kalangan terdidik kurang menguasai keterampilan menulis. Sedangkan setiap EBTANAS atau sekarang UAN di SLTA dan SLTP sering pula guru mengeluh dengan hasil belajar bahasa yang dicapai siswa. Kenyataan itu telah menimbulkan inovasi dalam pengembangan guru bahasa. Guru berusaha mencari terobosan-terobosan baru yang mungkin ditempuh dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
3.      Faktor perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum dari satu dekade ke dekade lain telah menuntut guru agar mengadakan pembaharuan sesuai dengan persyaratan-persyaratan penerapan kurikulum di sekolah. Perubahan kurikulum 1975, 1984, 1999 ke kurikulum 2004 telah membawa banyak pembaharuan dalam praktik mengajar guru. Baik itu dari segi penguasaan terhadap materi, metode mengajar, strategi, interaksi, dan cara perumusan program pengajaran dan begitu juga dalam hal evaluasi. Perubahan kurikulum menimbulkan inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
4.      Faktor perkembangan dalam metodologi pengajaran bahasa. Hal itu juga telah memberikan peran yang banyak untuk terjadinya inovasi pengembangan guru bahasa. Berbagai metode dalam pengajaran telah diciptakan para pakar dan guru bahasa dituntut untuk paham dengan macam-macam metode tersebut. Di antara metode itu adalah metode audiolinguisme, metode tata bahasa, metode langsung (direct method), metode membaca (reading method), oral approach, pendekatan kognitif, metode guru diam, belajar bahasa secara kelompok dan terakhir pendekatan komunikatif (Subyakto, 1988:7-57). Seiring dengan itu Soenjono (1992:37) juga mengemukakan pendekatan Total Physical Response yang dikutipnya dari Ansher. Menurut Bistok (1988) sebelum guru mengikuti pendekatan yang baru guru perlu mengikuti langkah-langkah berikut: (1) Memahami esensi pendekatan baru itu, (2) menulusuri keampuhan metode baru itu, (3) mengadakan adaptasi terhadap metode baru bila memang layak untuk dipakai. Dalam langkah-langkah itu nampak bagaimana pendekatan pengajaran bahasa mempengaruhi pembaharuan pengembangan guru bahasa.
5.      Faktor perkembangan teori belajar. Teori belajar yang pada umumnya dikembangkan dari teori psikologi juga mempengaruhi sebagai latar belakang inovasi pengembangan guru bahasa. Perkembangan teori belajar ini banyak kaitannya dengan perkembangan metodologi belajar bahasa. Kita menyadari per bedaan yang dibawa teori kognitif setelah teori behaviorisme, teori humanistik, teori glossodinamik, dan terakhir ini bekembang  pula teori belajar quantum yang dikemukakan Deporter (1999). 
6.      Faktor perkembangan teori linguistik dan cabang-cabangnya seperti sosiolinguistik, psikolinguistik. Perkembangan linguistik juga menjadikan dan menuntut guru harus mengadakan pembaharuan baik dalam penguasaan materi maupun dalam cara mengajar. Teori linguistik struktural umpamanya mempunyai pandangan yang berbeda dengan pandangan tata bahasa transformasional dan begitu juga dengan tata bahasa kasus, tagmemik dan lain-lain. Perubahan pandangan teori ini terhadap hakekat bahasa juga menuntut guru bahasa untuk paham dengan perkembangan yang terjadi di lapangan linguistik yang pada akhirnya mereka dapat memilihkan siswa salah satu cara yang tepat dalam belajar bahasa. Jadi, inovasi guru juga tumbuh dari faktor linguistik ini.
7.      Faktor bahasa untuk tujuan khusus. Sneddon (1991) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, pendidikan atau pekerjaan, bahasa perlu diajarkan dengan cara-cara khusus. Pelajaran bahasa khusus lebih berorientasi kepada kebutuhan siswa. Dengan adanya pendidikan bahasa untuk tujuan khusus ini maka juga menjadi salah satu faktor terjadinya inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
8.      Faktor media, yang pesat seiring dengan kemajuan teknologi juga menjadi unsur penginovasi dalam pengembangan guru bahasa. Salah satu contoh adalah belajar menulis dengan program utak-atik kosakata dan kalimat melalui komputer. Hal ini menuntut guru untuk menguasai teknologi komputer dan teknologi informasi lainnya.
9.      Faktor lain yang turut juga mempengaruhi perkembangan dan melahirkan inovasi adalah faktor yang berkaitan dengan kebutuhan, kemakmuran, ekonomi, dan nama baik. Faktor-faktor ini tidak diuraikan disini karena merupakan faktor umum yang dimiliki oleh setiap inovasi dalam suatu pengembangan suatu badan atau bentuk.

2.2  Karakteristik Guru Bahasa yang Inovatif
Salah satu wadah  pembaharu dalam masyarakat adalah pendidikan. Guru dalam kegiatan itu merupakan subjek atau agen  yang menentukan pembaharuan. Oleh karena itu, sebelum guru bahasa bertindak sebagai pembaharu bagi masyarakat mereka tentu mereka telah melakukan inovasi dalam hal yang disebut di atas dan setelah melaksanakannya tentu harus diringi pula dengan sifat terbuka dan kreatif dalam melakukan pembaharuan-pembaharuan. Berikut ini adalah sifat-sifat kreatif yang menimbulkan inovatif guru bahasa yang disesuaikan dengan pendapat Hagen (1962) yaitu: 1) guru bahasa harus terbuka terhadap pengalaman baru, 2) guru bahasa harus memiliki imajinasi yang kreatif, 3) guru bahasa harus percaya dan yakin pada penilaian sendiri, 4) Guru bahasa harus mempunyai kepuasan dalam mengahadapi dan memecahkan masalah serta menyelesaikan kekeliruan-kekeliruan. 5) Guru bahasa harus mempunyai kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab untuk berhasil, 6) Cerdas, giat, dan punya persepsi bahwa dunia merupakan tantangan dan ia harus terus menerus berusaha supaya berhasil.
Seiring sengan sifat-sifat di atas Alex Inkeles (dalam Manan, 1989) menyebut beberapa kepribadian orang yang inovatif. 1)Terbuka terhadap pengalaman dan cara-cara baru, 2) Siap untuk perubahan-perubahan, 3) Sanggup membentuk dan mempunyai berbagai hal di dalam dan di luar lingkungannya, 4) Sadar akan keragaman sikap dan pendapat di sekitarnya dan sanggup memberikan penilaian. 5) Mengetahui wawasan dunia yang luas, 6) Lebih berorientasi pada masa sekarang dan masa depan. 7) Percaya bahwa orang dapat mengontrol lingkungannya. 8) Memandang lingkungan sebagai keadaan yang dapat dipergantungi. 9) Menghargai keterampilan teknis, berhasrat memajukan pendidikan, menghargai harkat manusia, dan mengerti logika keputusan-keputusan.
Seorang guru bahasa adalah juga seoarang pemimpin. Karkater pemimpin sukses di dunia menurut survey “The Leadership  Challenge” (dalam Agustian, 2000) adalah: jujur, berpikiran maju,  kompeten, dapat memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas,  suka mendukung, terus terang, bisa diandalkan, suka bekerja sama, tegas, berdaya imajinasi, berambisis, berani, penuh perhatian, dewasa dalam berpikir dan bertindak, loyal, mampu menguasai diri, dan mandiri. Perlu dicatat bahwa kejujuran adalah kunci sukses utama seorang pemimpin.
Kepribadian yang disebut oleh Alex Inkeles dan hasil survey di atas merupakan kepribadian yang harus dimiliki oleh guru bahasa yang mempunyai inovasi untuk berkembang. Dengan menerapkan karateristik itu diyakini akan terjadi perkembangan yang pesat dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa sehingga pemelajaran akan menjadi menarik, efesien dan efektif.

2.3  Sasaran Inovasi Pengembangan Guru Bahasa
Guru adalah bagian dari masyarakat yang mengemban tugas sesuai dengan cita-cita yang diingini oleh masyarakat. Perkembangan yang terjadi dalam masyarakat akan menimbulkan perubahan dan pembaharuan ke arah hidup yang lebih baik. Pembaharuan dan perubahan ke arah yang lebih baik hanya dapat dilakukan dengan pendidikan yang mempunyai guru-guru yang memiliki kemampuan yang cukup. Guru dalam hal ini bertindak sebagai agen perubahan, yakni mengarahkan murid mereka serta masyarakat untuk mencapai sesuatu yang ingin dicapai oleh masyarakat itu sendiri.
Di lain pihak, guru sebagai pelaksana pendidikan yang memegang faktor kunci bertanggung jawab penuh terhadap hasil belajar, walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi proses belajar itu sendiri. Oleh karena itulah, guru selalu dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dari masa ke masa. Meningkatkan kualitas berarti guru meningkatkan kompetensi  dan profesionalismenya dalam mengelola pelaksanaan pendidikan. Jadi, arah inovasi guru dalam pengembangannya pada prinsipnya adalah meningkatkan kompetensi dan profesionalisme.
Pertama, dibicarakan kompetensi guru itu apa? Kompetensi dalam rumusan para pakar mempunyai keragaman. Tapi baiklah diikuti saja pendapat Arbi (1991) sebagai berikut. Kompetensi adalah kualifikasi atau seperangkat kemampuan serupa pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut untuk jabatan tertentu yang pada dasarnya bertitik tolak dari analisis tugas dan tanggung jawab yang akan dilakukan.
Berdasarkan rumusan di atas maka seorang guru berkompetensi itu harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk bidang yang menjadi spesialisasi digelutinya. Sedangkan inovasi  merupakan pembaharuan dari kompetensi guru. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa arah inovasi pengembangan guru bahasa adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam melaksanakan kegiatannya, yaitu mengajarkan keterampilan berbahasa.
Seiring dengan uraian di atas maka ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru bahasa, yaitu (a) kompetensi pribadi, (b) kompetensi profesi, dan (c) kompetensi masyarakat. Kompetensi pribadi berkaitan dengan pribadi yang terpuji yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut bangsa. Kompetensi profesi adalah kemampuan akademik ilmiah yang terintegrasi dalam kemampuan-kemampuan teknis yang diperlukan dalam jabatan guru. Kompetensi kemasyarakatan  berarti guru harus membina dan mengembangkan interaksi sosial yang menciptakan susana yang serasi, selaras, dan seimbang dalam aspek kehidupan di masyarakat (Arbi, 1991: 134).
Kedua, profesionalisme guru. Sesuai dengan persyaratan jabatan yang profesional maka tugas guru meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti memberikan bimbingan kepada anak agar dapat berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan dan pengembangkan nilai-nilai hidup. Sebagai pembimbing guru memberikan bantuan kepada murid dalam memecahkan masalahnya. Mengajar berarti memberikan pengajaran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini guru harus menguasai materi, pengetahuan dan teknis mengajar, dan merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Sedangkan melatih berarti memberikan keterampilan kepada murid agar ia mampu berdiri sendiri dalam bidang yang dipelajarinya.
Profesionalisme yang berkaitan dengan tugas-tugas yang telah disebutkan di atas hanya dapat dilakukan dengan praktek yang selalu harus diiringi oleh gagasan baru, penyempurnaan pengajaran, uji-coba metode dan pengupayaan sumber belajar dan media. Hal ini dapat dilakukan dengan baik bila guru menyesuaikan keahliannya itu dengan perkembangan zaman. Maka dalam hal inilah berlaku inovasi pengembangan guru tersebut, yaitu selalu mencari bentuk-bentuk, ide, gagasan-gagasan baru untuk meningkatkan kualitas profesionalnya.
Seiring dengan profesionalisme yang dibicarakan Tilaar (1990) mengemukakan profil guru untuk abad XXI. Seorang guru adalah seorang ilmuan yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya serta implementasinya dalam kehidupan menusia. Sebagai ilmuan ia tergolong elite intelektual, berperanan sebagai fasilitator dan motivator. Ia seorang yang bijaksana  yang memiliki pengetahuan dan sarat akan nilai-nilai moral dan agama. Ia seorang saintis, ulama dan juga seorang informan humor yang menumbuhkan sifat-sifat manusiawi, serta kesetiakawanan lokal dan global dan ingin mengetahui segala sesuatu termasuk pengetahuan terhadap dirinya sendiri. Agaknya pendapat ini perlu digaris bawahi dan dimiliki.

2.4  Proses Pengembangan Guru Bahasa
Bayley (1992) mengemukakan bahwa pengembangan guru bahasa dapat dilihat dari tiga fase yaitu pre-service, inservice, dan on-service. Pada tahap pre-service berlangsung pada persiapan guru bahasa di perguruan tinggi yang dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sudah ditetapkan. Tahap in-service merupakan kegiatan penataran dimana guru-guru bahasa telah menjalankan tugasnya sebagai guru, sedangkan tahap onservice merupakan tahap pengayaan (enricment). Freeman (1989) menyebut tahap pengayaan ini dengan istilah “teacher self-education”.
Ketiga tahap pembinaan pengembangan guru  bahasa ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, dan secara keseluruhan memberi masukan-masukan bagi pengembangan guru bahasa.
Tahap pre-service (pelataran). Dalam tahap ini calon guru bahasa dididik di Perguruan Tinggi, dalam hal ini IKIP dan FKIP yang mempunyai jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ada dua masalah pokok yang harus mereka kuasai pada jenjang ini yaitu: Apa yang akan diajarkan? dan Bagaimana cara mengajarkan?
Apa yang akan diajarkan berkaitan dengan penguasaan calon guru bahasa terhadap seluruh materi pengajaran bahasa. Mencakup bahasa dan sastra. Dalam bahasa dapat disebut linguistik dan bagian-bagiannya, sedangkan dalam sastra dapat disebutkan teori sastra, sejarah sastra, kritik, apresiasi dan lain-lain. Sedangkan dalam bagaimana pendekatan, metode, strategi, dan interaksi belajar-mengajar yang baik.
Di perguruan tinggi kependidikan kedua kemampuan yang harus dikuasai itu disajikan kepada calon guru bahasa dalam dua kelompok mata kuliah. Kelompok pertama adalah mata kuliah yang berkaitan dengan penguasaan materi bidang studi yang menjadi spesialisasi yaitu bahasa, sedangkan kemampuan bagaimana cara mengerjakan disajikan kepada mahasiswa dalam kelompok mata kuliah proses belajar mengajar(PBM). Kedua kelompok mata kuliah itu sama pentingnya dan sama saling menunjang, dan kedua harus dikuasai oleh guru bahasa.
Memang ada dua pendapat yang berlawanan secara ekstrim mengenai apa dan bagaimana cara mengerjakan bahasa itu. Kelompok pertama mengatakan bahwa yang penting itu ialah cara mengerjakan bukan apa yang akan dikerjakan. Sebaliknya kelompok yang lain mengatakan yang penting itu adalah apa yang akan diajarkan sedangkan bagaimana cara mengajarkan itu akan muncul dengan sendirinya melalui pengalaman setelah calon guru terjun kelapangan. Penulis berpendapat bahwa keduanya itu harus dikuasai oleh guru bahasa dan keseimbangan harus diperhatikan agar pengajaran bahasa dapat berjalan dengan variasi yang memuaskan.
Pada tahap pre-service ini calon guru bahasa telah menguasai kemampuan, keterampilan dan sikap terhadap pengajaran bahasa. Dengan kata lain calon guru setempat dari tahap pre-service telah mempunyai kompetensi tertentu yang menandai keprofesionalannya dalam mengajarkan bahasa.
Soelaiman (1980) mengatakan bahwa masalah yang merupakan persoalan dalam tahap-tahap pre-service adalah sifat tradisi pendidikan di Indonesia, banyak kebijaksanaan dan pengambilan keputusan dilakukan di tingkat pusat, sedangkan guru sebagai unsur pelaksana terbatas pada pelaksanaan kebijaksanaan tersebut. Masalah lain yang juga tak kurang pentingnya adalah ketimpangan antar aktualitas yang harus dicapai dengan kualitas guru yang harus dihasilkan.
Tahap in-service (penataran). Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka tuntutan terhadap mutu profesional dari masyarakat terus meningkat sehingga menuntut pemahaman ilmu pengetahuan dari guru bahasa secara terus-menerus. Oleh sebab itu, secara teratur dan berkala, para tenaga guru bahasa perlu mendapat penataran baik dalam ilmu profesi maupun dalam ilmu pengetahuan akademik yang diajarkannya. Sejalan dengan itu pusat-pusat penataran merupakan wadah untuk menampung masalah-masalah pendidikan bahasa yang muncul dari ptaktek sehingga dengan demikian pusat-pusat penataran bukan hanya menjadi pusat-pusat diseminasi pemikiran dan konsep-konsep baru, juga menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan bahasa. Pusat-pusat penataran ini juga banyak memberikan masukan untuk pengembangan kurikulum pendidikan bahasa. Hal ini disebabkan di tempat inilah saran-saran dan usulan guru bahasa ditampung.
Tahap on-service (pengayaan). Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa program penataran yang bersifat lokal akan sangat efektif karena secara langsung menghadapi masalah-masalah pendidikan yang kongkrit. Pengalaman guru di suatu sekolah atau kelompok sekolah tentunya sangat konkrit dan apabila dipecahkan bersama akan lebih mudah ditularkan dan dilaksanakan. Dalam pengajaran bahasa khusus bahasa Indonesia dewasa ini sudah dikembangkan sanggar-sanggar musyawarah guru bahasa atau sanggar Pemantapan Kerja Guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sekolah menengah umum. Program pengayaan ini dapat dilaksanakan tanpa mengganggu tugas rutin, sifat efektif dan efisien dan apalagi dilakukan dengan sesama rekan. Masalah-masalah praktis yang timbul dalam praktek profesi serta pemecahannya tentu merupakan masukan yang sangat berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan profesi mengajar bahasa, dan bukan mustahil akan bermuara pada suatu konsep mengajar bahasa yang orisinil.
Dengan siklus tahap-tahap pengembangan guru bahasa di atas maka akan muncul tenaga pendidik bahasa yang profesional yang terampil dan didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan bahasa yang menjadi spesialisasinya, yang pada akhirnya mendasari profesionalitas guru bahasa itu sendiri.

III Simpulan
Ada dua faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam pengembangan guru bahasa. Faktor pertama berkaitan dengan dengan semakin pesatnya perubahan yang dibawa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan faktor kedua oleh peranan guru yang kompleks dalam menciptakan guru profesional. Guru yang dapat melaksanakan peranannya dengan baik harus menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap ilmu pengetahuan profesi dan sebaliknya tanpa memerankan peranannya dengan cara yang tepat materi yang sudah dikuasai juga tidak akan dikuasai dengan baik. Dengan kata lain ia tidak dapat berfungsi secara utuh.
Peranan guru sebagai informator, organisator, konduktor, katalisator, inisiator, moderator, pengarah, transmitter, fasilisator, dan evaluator merupakan peranan yang tidak bisa dijalankan secara statis, tetapi sangat diperlukan kedinamisan. Oleh karena itu, guru bahasa mau ataupun terpaksa harus mengadakan pembaharuan-pembaharuan terhadap dirinya. Baik yang menyangkut dengan ilmu, pengetahuan dan penguasaan teknologi maupun yang berkaitan dengan kiat-kiat pelaksanaan peranannya dalam mendidik. Ia harus mau membuka diri terhadap pembaharuan, kreatif mencari ide, gagasan, maupun cara-cara baru untuk tercapainya kompetensi dan keprofesionalan yang mantap. Karena guru bahasa selalu berubah dan berkembang, serta dikembangkan.
Perkembangan ilmu linguistik, pengajaran bahasa, psikologi belajar, perubahan kurikulum, media pengajaran dan lainnya pada dasarnya menghendaki guru bahasa untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perobahan yang terjadi pada masing-masing bidang tersebut. Sebab, tanpa mengikuti perobahan itu mustahil guru bahasa dapat memberikan pengajaran bahasa yang relevan dengan kebutuhan siswa, tidak mungkin ia dapat menyampaikan materi dengan baik, dan juga tidak mungkin ia menjadi elit intelektual yang dapat mengimplementasikan ilmunya di dalam masyarakat yang dibimbingnya.
Berkaitan dengan pembaharuan yang harus dialami guru bahasa maka dalam tahap-tahap pengembangannya guru bahasa melalui tiga fase. Pertama tahap pre-servive yang berkaitan dengan penguasaan pendidikan selama adi perguruan tinggi. Kedua, tahap in-service yang berkaitan dengan penataran-penataran yang dilakukan oleh lembaga keguruan maupun lembaga bahasa. Sedangkan yang ketiga adalah tahap on-service yang berkaitan dengan pengayaan yang dapat dilakukan secara lokal dalam satu sekolah atau sekelompok sekolah dengan mengadakan sanggar Pemantapan Kerja guru. Ketiga tahap ini merupakan langkah-langkah kongkrit dalam pembinaan dan pengembangan guru bahasa agar mempunyai kompetensi dan profesional dalam menangani masalah pengajaran bahasa.

Kamis, 16 Februari 2012

Ciri-Ciri Hamba Allah


Ciri-ciri Hamba Allah

(Terjemahan Surah Al-Furqan ayat 63-77)
Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati
dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik (63) Dan
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (64)
Dan orang-orang yang berkata:
 "Ya Tuhan kami, jauhkan adzab Jahanam dari kami,
 sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal" (65)
Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman (66)
Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,
dan
 tidak (pula) kikir,
dan
 adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (67)
 Dan
 orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah
 dan
 tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
 kecuali
 dengan (alasan) yang benar,
dan
tidak berzina,
 barang siapa yang melakukan demikian itu,
 niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)(68)
 (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat
Dan
 dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina (69)
 kecuali
 orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shaleh;  
maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (70)
Dan
orang yang bertobat dan mengerjakan amal shaleh,
maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (71) Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu,
dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
 mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya (72)
Dan
orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka,
mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta (73)
Dan
orang-orang yang berkata:
 "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (74)
Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga)
karena kesabaran mereka
dan
mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya (75)
mereka kekal di dalamnya.
Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman (76)
Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak mengindahkan kamu,
melainkan kalau ada ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepada-Nya),
padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya?
karena itu kelak (adzab) pasti (menimpamu)" (77).


"Wahai anak cucu Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku,
 niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan (ketenangan) dan menutup (menyingkirkan) kefakiranmu. 

Jika engkau  tidak melakukannya, 
maka Aku akan memenuhi  dadamu dengan kesempitan (kegelisahan) 
dan 
Aku tidak akan menyingkirkan kefakiranmu".
(Hadits Qudsi)

Hidup adalah mukjizat
(life is a miracle)

Jika saya dan Anda tidak memiliki cahaya,
dan 
jika kita semua tidak memiliki cahaya. 
Lantas, 
Bagaimana mungkin 
kita semua 
mengubah yang gelap menjadi terang?
(Ust. Yusuf Mansur)

Semoga bergembira ketika berjumpa dengan-Nya. 
Amiin.

Selasa, 14 Februari 2012

Terlambat?

  
Suatu pagi penulis menuju kelas yang akan diajar. Ketika hendak masuk  penulis tertegun sejenak dan teringat kembali cerita-cerita tentang mahasiswa yang terlambat datang dan komitmen untuk disiplin. Namun karena  merasa diperhatikan mahasiswa dari dalam kelas, penulis mengangkat tangan kiri melihat jam tangan dan ternyata jarumnya menunjukkan tepat jam tujuh. Penulis mengucapkan assalamualaikum di depan pintu. Seperti biasa hampir semua mahasiswa menjawab salam, alhamdulillah.  
Ketika  sudah mengajar di kelas,  aktivitas belajar sering terganggu oleh mahasiswa yang terlambat. Apalagi pada musim penghujan maka banyak  yang datang tidak tepat waktu. Dalam menangani kasus yang demikian berbagai macam cara telah dilakukan dosen. Meskipun demikian banyak cerita tentang mahasiswa yang terlambat itu  dan penulis menyadari bahwa cerita-cerita itu berkaitan dengan  pengungkapan tertentu yang digunakan pendidik sebagai ekspresi untuk menentukan apakah mahasiswa boleh atau tidak  mengikuti pembelajaran. 
Seorang alumnuswan  yang  sudah purnabakti dari pegawai negeri bercerita. Ketika itu penulis bertemu beliau, kami saling mengucap salam dan bertegur sapa dengan hangat dan akrab. Lalu beliau tidak membuang kesempatan untuk  bertanya-tanya kepada penulis tentang kehidupan kampus. Lama kami berbincang dan di ujung percakapan, beliau saja yang bercerita dan penulis mendengarkan saja dengan mahfum.
Ceritanya, “Waktu kuliah  dulu ada pengalaman saya yang unik dan menggelikan. Begini Pak, saat itu perkuliahan dimulai pukul tujuh tepat dan semua pembelajar sudah harus melewati pintu masuk dan tidak boleh telat semenit pun. Pagi itu saya datang beberapa menit sebelum jam tujuh supaya tidak terlambat. Ternyata ketika saya hendak masuk kelas,  dosen yang akan mengajar sudah berdiri di depan pintu. Saya menyapa Beliau serta memberi salam dengan hormat dan beliau pun menjawab salam saya dengan suara kebapakan. Sebelum saya masuk, Beliau bertanya di mana saya tinggal dan saya jawab “di tepi pantai”. Lalu saya lihat Beliau mengamati  saya sekilas dari atas hingga ke kaki sembari senyum-senyum  ringan. Lalu Beliau bertanya dengan serius.
“Mana pistol Saudara?”
Terus terang saya kaget dengan pertanyaan Beliau itu dan dengan terbata-bata saya menyangkal.
“Saya tidak pernah membawa pistol Bapak, sungguh Bapak!
 Melihat saya kikuk  Beliau segera menimpali jawaban saya.
“O… begitu ya! Saudara pura-pura kali…? “
“Sungguh Bapak seumur-umur saya belum pernah memegang pistol.”
“Ah … masak iya, jangan pura-pura melulu Saudara!”
“Iya… Bapak, kalau Bapak tidak percaya… saya bersumpah….”
“O…o…tidak perlu. Saudara tidak perlu bersumpah. Maksud saya…  saya perhatikan  Saudara mirip koboy: bercelana jeans, berbaju kaos oblong, berjaket,  bertopi, dan sepatunya juga. Nah…karena pistolnya saja yang tidak tampak makanya saya tanyakan, “pistol Saudara mana?”   
“O…iya Bapak, maaf… maaf… Bapak.” Saya malu dan terdiam. Di  dalam hati terasa gundah dan ciut disindir oleh Beliau.
Di saat saya bingung begitu, lalu Beliau berkata “Sekarang sudah tepat jam tujuh sedangkan Saudara masih di luar pintu. Jadi, Saudara tidak boleh masuk.” Sembari Beliau menunjukkan jam tagannya tanpa marah. Saya kembali tersadar bahwa kami memang  sudah membuat kesepatakan dengan Beliau di awal perkulihan. Meskipun demikian saya berpikir dan bertanya-tanya sendiri dan jawab sendiri, saya tidak bisa masuk karena terlambat atau terlalu ngoboy? Kok bisa begitu ya? Untungnya, sejak kejadian itu, saya selalu berpakaian rapi dan lebih dulu daripada beliau masuk kelas dan tidak pernah terlambat.
Di samping itu ada cerita teman saya. Katanya seorang mahasiswa bernama Pandut terlambat datang kuliah dan dengan sedikit malu-malu dan cemas ia  menyelonong saja masuk pintu  yang terbuka tanpa salam agar tidak diperhatikan dosen.  Meskipun demikian  dosennya saat itu  tetap mengawasi walaupun beliau sedang menghadap papan tulis menyelesaikan soal. Lalu dosennya  berkata,  “Pandut … tolong tutup pintu buat ibu dari luar!” Pandut kaget  dan  dengan langkah yang enggan serta pandangan yang tunduk  ia  menutup pintu dari luar. Dengan menutup pintu dari luar tertutup  pulalah kesempatan baginya untuk menimba ilmu hari itu begitu juga dengan teman-temannya yang menyusul terlambat datang karena pintu sudah tertutup. Dalam hati Pandut bergumam, “Ibu guruku ini boleh juga menegakkan disiplin tetapi tindakan beliau merugikan mahasiswa. Sayaterlambat karena macet dan becek, mestikah  ini diterima apa adanya atau haruskah diprotes?   Sampai kini, ya didiamkan saja.
Ada lagi cerita lain  mahasiswa yang bernama Alam. Ia terlambat masuk kelas kuliah 30 menit dan itu sudah beberapa kali. Meskipun demikian ia tetap mengetuk pintu dan pintu terbuka buat dirinya. Ia dipersilakan oleh dosennya masuk dan ia dapat mengikuti perkuliahan hingga akhir. Dosen Alam terkenal agak lunak dalam menyikapi keterlambatan mahasiswa sehingga baginya kedatangan mahasiswa itu sangat berharga daripada tidak datang dan tidak belajar sama sekali. Bagi dosen Alam semboyan yang diaplikasikannya juga terkait dengan kata pintu, yaitu “Pintu  selalu terbuka untuk  mahasiswaku.”   Jadi, meskipun Alam terlambat namun kegiatan belajar tetap dapat diikuti oleh Alam sampai akhir perkuliahan. Di akhir perkuliahan Alam dipanggil dan dinasehati dosennya untuk tidak terlambat datang ke kampus terutama dalam  perkuliahan.  Sejak itu Alam masih pernah datang terlambat dan tetap masuk.
Cerita keempat, baru-bari ini penulis dengar dari seorang mahasiswa. Katanya kami   kalau belajar di kelas kami harus masuk lebih dahulu dari dosen  dan dikatakan Beliau adalah memalukan kalau mahasiswa masuk kelas belakangan dari kedatangan dosen di kelas. Dosen pun menegaskan bahwa mahasiswa harus lebih dahulu melalui pintu masuk daripada dirinya dan siapa yang sudah terlambat setelah dosen melewati pintu maka mahasiswa itu tidak usah masuk.  Lalu saya tanyakan jam berapa dosen datang, apakah tepat waktu? Jawab mereka iya… (sambil menepis senyum) tapi yang penting itu mahasiswa harus dulu dari dosen. O…begitu ya, balas saya.  Pada pengalaman mahasiswa itu, ada juga ungkapan yang dijadikan sebagai alat untuk menentukan siswa tidak boleh masuk kelas. 
Setelah sepuluh menit saya di kelas salah seorang mahasiswa saya masuk dan langsung duduk ke bangku yang kosong. Lalu saya katakan, “Saudara kembali ke luar dan masuklah dengan cara yang benar. Pertama ketuk pintu tiga kali dan saya akan bilang “masuk”,  lalu buka pintu dan ucapkan salam, setelah itu Saudara bertanya pada Bapak, apakah boleh masuk ikut belajar atau tidak. Ayo, Nanda  lakukan!” Dia bergegas ke luar lalu menutup pintu. Pintu diketuk tiga kali, lalu saya katakan “silakan masuk”. Lalu ia mengucapkan salam dan seluruh isi kelas menjawab salamnya. Kemudian ia bertanya, “Bapak, apakah saya boleh masuk dan belajar hari ini?” Lalu saya bertanya, “Ananda terlambat karena apa? Lalu ia menjawab, “Semalaman saya menjaga orang tua yang sakit Bapak dan paginya sedikit ketiduran”.  Kamu benar dan tidak dusta? “Benar Bapak.” “Ya, kalau begitu  silakan masuk.” Lalu saya katakan kepada semua anggota kelas “masuk pintu kelas ada adabnya dan pintu terbuka bagi yang mempunyai alasan yang benar”.
        Yang menarik cerita terakhir ini.  Saya bertemu dengan seorang kepala sekolah dalam sebuah seminar  dengan tema pendidikan karakter.  Sekolah yang dipimpinnya termasuk sekolah yang menonjol dalam pembinaan karakter  murid. Ketika itu, beliau bercerita tentang bagaimana membentuk karakter   anak dengan cara dibiasakan dengan  kantin jujur dan hadiah untuk yang jujur. Lalu tentang kebersihan dan aktivitas anak-anak bersih-bersih  di sekolah tentang pembinaan karakter bersih. Kemudian beliau juga menceritakan tentang pembentukan disiplin dan menangani anak yang terlambat.
         Katanya, kami membiasakan disiplin untuk membentuk karakter disiplin. Oleh karena itu, pintu gerbang  masuk sekolah sudah ditutup  oleh bapak  satpam tepat jam belajar dimulai. Nah, anak-anak dan guru yang terlambat harus berdiri di luar sekolah lalu untuk bisa masuk mereka harus minta izin kepada pimpinan sekolah dan pimpinan sekolah mencatat pada buku catatan pelanggaran disiplin dan mereka dikasih poin pelanggaran. Setelah dizinkan barulah  mereka boleh masuk ke sekolah.
Nah itu baru masuk sekolah, sedangkan untuk masuk kelas murid harus minta izin kepada murid-murid yang ada dalam kelas dan kepada gurunya. Anak yang terlambat diharuskan minta izin pada teman-temannya karena dia telah mengganggu proses belajar.  Maka anak yang telambat mengatakan, “Maaf teman-teman saya mengganggu kalian, saya terlambat, saya berjanji besok tidak akan terlambat lagi. Bolehkan saya belajar bersama kalian? Lalu semua murid menjawab, “Ya boleh,  asal kamu menepati janji tidak akan terlambat lagi”. Lalu si anak yang terlambat mengucapkan  permintaan maaf dan berjanji kepada sesama dan kepada gurunya. Setelah itu gurunya mengizinkan duduk dan  barulah sang murid boleh duduk. Ini lah cara kami menggugah kesadaran murid untuk berdisiplin. Ternyata setelah cara yang demikian diterapkan dan berlangsung beberapa minggu hampir tidak ada lagi murid dan guru yang terlambat semua menjadi disiplin.