Senin, 04 November 2013

PESAN KEARIFAN BUDAYA DALAM KABA MINANGKABAU:


SUATU  TINJAUAN UNTUK PENELITIAN
Oleh
 Dr. Abdurahman, M.Pd.
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang

ABSTRAK

          Tulisan ini bertujuan memaparkan fenomena cerita kaba Minangkabau yang berisi pesan kearifan budaya dan kaitannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Di dalamnya diuraikan keberadaan kaba sebagai karya sastra yang berisi kearifan budaya; alasan pentingnya penelitian dilaksanakan; dan pihak-pihak akan memanfaatkan hasil penelitian. Selain itu, dijelaskan teori tentang kebudayaan, kearifan budaya, dan kaitan kearifan budaya dengan cerita kaba. Pembahasan yang ringkas ini diharapkan dapat menjadi pemicu diskusi untuk mendapatkan masukan tentang penelitian kearifan budaya dalam cerita kaba Minangkabau. 


         Key word: Kearifan Budaya, Cerita Kaba, Penelitian.

A.       Pendahuluan  
Ada banyak alasan mengapa cerita kaba layak untuk dibicarakan dan kemudian diteliti kandungan isinya. Di antara alasan itu adalah karena keberadaan cerita kaba  sebagai karya sastra klasik Minangkabau dapat dikatakan fenomenal  dengan  pesan-pesan  kehidupan  yang ada di dalamnya yang masih relevan sebagai penimbang perilaku berbudaya masa sekarang. Di samping itu, keberadaannya juga menggambarkan fenomena budaya kehidupan  masyarakat lama dengan multi peran yang bermuatan pesan-pesan kultural  sehingga merefleksikan kearifan budaya. Peran yang berisi pesan kearifan itu juga merupakan  instrumen pendidikan budaya yang dapat mempengaruhi pembentukan wujud aktualisasi realitas budaya. Selain itu, keberadaan cerita kaba yang fenomenal itu sangat berharga karena pengapresiasiannya mempengaruhi pencerahan budaya ke arah  yang konstruktif dan inovatif yang  implikasi manfaatnya dapat memupuk pembentukan karakter berbudaya.
Meskipun kaba merupakan cerita rakyat yang bersifat klasik, namun eksistensinya mampu menembus ruang waktu dalam bentang  yang cukup panjang, hingga kini diperkirakan sudah lebih satu abad sejak kaba pertama kali diterbitkan. Lamanya cerita kaba eksis  dalam  kehidupan masyarakatnya menunjukkan bahwa cerita kaba merupakan cerita yang diapresiasi dan dihargai oleh masyarakatnya. Apresiasi, penghargaan, dan pemertahanan akan cerita kaba itu oleh masyarakatnya menunjukkan kaitan yang kuat antara muatan budaya kelompok etnis yang menjadi tema-tema dalam cerita kaba dengan perannya dalam pertimbangan mengatasi problema  budaya. Dengan demikian, meskipun cerita kaba merupakan suatu yang klasik tetapi kaba mempunyai kekuatan berupa  muatan budaya  dan pesan-pesan yang diaktualkannya pada masyarakatnya.   
Alasan yang  lebih spesifik mengapa cerita kaba menarik adalah karena dari sekian banyak pesan budaya dalam kaba,  salah satunya  adalah pesan kearifan budaya. Kearifan budaya dalam kaba termuat hampir pada semua bagian kaba  karena  naskah kaba isinya berupa simbol-simbol bahasa berisi ciplakan realitas kehidupan yang disampaikan dengan ucapan, tindakan dan perilaku tokoh cerita kaba yang menggambarkan aspek kearifan budaya. Penokohan cerita kaba sengaja dihadirkan pengarang dalam kerangka mengaktualisasikan pandangan  tentang pewarisan budaya. Dengan demikian, kaba dengan lakuan tokohnya merefleksikan budaya yang melatarbelakangi  kehadiran kaba sehingga tokoh cerita seolah-olah adalah tokoh dalam kehidupan sebagaimana realitas peristiwa yang sebenarnya.
Di sisi lain, cerita kaba adakalanya bertokoh dengan nama samaran yang disulap pengarang untuk menceritakan peristiwa dan kejadian yang tidak merealitas dalam masyarakat. Dalam hal ini, pencerita kaba seakan menunjukkan kepada pemabaca bagaimana kearifan perilaku tokoh cerita yang seharusnya menurut pengarang atau budaya masyarakatnya. Pesan dari kaba menunjukkan bagaimana seharusnya kearifan budaya relevan dengan pokok-pokok budaya ideal dalam kehidupan masyarakat.  
 Sama seperti cerita rakyat lainnya, cerita kaba sebagai sastra lama bersifat  tidak menonjolkan individu yang pertama kali membuatnya atau menceritakannya (anonim). Tidak menonjolnya nama individu yang mengklaim dirinya sebagai pengarang cerita kaba menjadikan kaba  lebih diakui sebagai milik masyarakat budaya dan sekaligus dihargai  masyarakatnya. Dengan demikian, kaba telah menjadi milik masyarakat dan dalam perkembangan masyarakatnya  kaba mewakili  pandangan masyarakat dalam pandangan terhadap pesan kearifan  budaya.  Hal itu makin memberi gambaran bahwa budaya kehidupan nyata masyarakatnya dan  aspek budaya yang digambarkan dalam kaba bersejajaran dengan gambaran perilaku dan tindakan budaya dalam masayarakat pendukung cerita.
Alasan-alasan yang dikemukakan itu senada dengan yang dinyatakan  Samovar dan Porter (2001:38) bahwa setiap cerita rakyat  bercerita tentang orang-orangnya yang digunakan untuk mentransfer nilai budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Dan setiap budaya memiliki banyak cerita yang masing-masing menekankan pesan kearifan budaya yang fundamental. Yogi (1987:18) juga berpendapat bahwa  sastra Minangkabau memuat pesan kearifan budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya karena di dalamnya terkandung hikmah kompleksitas kehidupan manusia, seperti pesan kearifan adat, moral, ekonomi, sosial, pertahanan,  dan kedamaian. Dengan demikian, kaba dapat berperan sebagai penyelaras moral yang berarti  pesan kearifan  budaya dan adat yang ada dalam kaba diwariskan dan dijadikan pedoman dalam menyikapi persoalan kehidupan. Dalam hubungan itu, kaba telah difungsikan sebagai suatu media pendidikan yang bernilai dalam pelestarian adat budaya.
Sebagai ilustrasi dalam kaba “Rancak Di Labuah  (oleh Dt. Panduka Alam, 2004) ditemukan gambaran kearifan tindakan seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya menjadi orang  yang baik. Tokoh Siti Jauhari berhasil mendidik anaknya tokoh Buyuang Geleng dan Siti Budiman menjadi anak-anak yang suka berkarya, intelek,  dan berbakti kepada orang tua. Pesan kearifan pendidikan (budaya) yang disampaikan Siti Jauhari meliputi berbagai aspek kehidupan meliputi,  bagaimana mengisi hidup  dengan bekerja, cara berumah tangga, syarat-syarat menjadi penghulu (pemimpin adat), dan berbagai ajaran etika. Dengan demikian, kaba sebagai sastra rakyat jelas merupakan karya sastra  lama  yang memuat  pesan kearifan  budaya (pendidikan)  yang berguna bagi masyarakatnya. Sehubungan dengan kearifan budaya Sastrowardoyo (1989: 18) menyatakan bahwa karya sastra merupakan penjaga pesan kearifan kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat karena di dalamnya terkandung hikmah kompleksitas kehidupan manusia mulai dari kelahiran hingga kematiannya.
B.     Penelitian Kearifan Budaya
Pesan kearifan budaya yang ada dalam naskah cerita kaba Minangkabau perlu diungkapkan dengan penelitian. Bila naskah kaba dieksplorasi hasilnya dapat digunakan untuk peningkatan kualitas hidup berbudaya masa kini.  Hal itu senada yang diungkapkan oleh Ratna (2008: 329) yang menyatakan bahwa khazanah sastra lama kaya dengan pesan kearifan yang pada dasarnya sangat diperlukan dalam rangka membina semangat kebangsaan dan kesatuan bangsa. Sehingga dengan demikian, pembangunan budaya bangsa akan terwujud  dengan dukungan landasan-landasan filosofis yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia.
Di samping itu, kajian akan kaba ini memberikan kontribusi pada beberapa mata kuliah sastra yang ada di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, di antaranya mata kuliah: Telaah Naskah Minangkabau (BAM020), Kajian Filsafat Kebudayaan Minangkabau (BAM056), Sastra Minangkabau (IND223), Semiotika (IND049), Sastra Nusantara (IND013), Pemahaman Lintas Budaya (IND041), dan Ilmu Sosial dan Budaya Dasar  (UNP033) (UNP, 2010:57).
Dengan demikian, usaha untuk mengeksplorasi kaba dan meneliti pesan kearifan budayanya merupakan  suatu yang penting  dan mempunyai manfaat yang dapat membantu masyarakat masa depan mengapresiasi aspek budaya dalam kaba yang sudah hidup lama dalam masyarakat. Pengungkapan kembali pesan kearifan budaya kaba dapat berguna  untuk peningkatan kualitas pemahaman aspek-aspek  budaya dalam kehidupan  terutama dalam pendidikan bahasa dan sastra.
Penelitian pesan kearifan budaya dalam kaba Minangkabau dapat dipandang mempunyai keistimewaan dan keunikan karena terkait dengan filosofi dan pandangan hidup budaya Minangkabau yang khas. Kekhasan itu seperti yang diungkapkan Naim (1996) bahwa filosofi budaya Minangkabau mengandung pesan kearifan universal  dan global yang langgeng seperti terdapat dalam petatah petitih adat ”tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Maksudnya, esensi pesan kearifan budaya Minangkabau yang sebenarnya tetap akan lestari  karena adat Minangkabau relevan dengan sejumlah ciri yang melekat dengan pesan kearifan budaya universal, yaitu: demokratis,  terbuka, resiprokal, egaliter, sentrifugal, kompetitif, koperatif, dan mengakomodasi konflik yang semua itu pada umumnya tetap menjadi impian masyarakat madani sampai hari ini.
Pentingnya penelitian pesan kearifan budaya dalam kaba sejalan dengan penegasan Sugono (2004),  yang mengatakan bahwa pesan kearifan karya sastra lama yang memuat informasi kehidupan masa lalu perlu dihadirkan kembali dalam kehidupan masa kini. Maksud dihadirkan kembali dalam kehidupan adalah mengaktualkan berbagai pesan budayanya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam pendidikan budaya terutama dalam pendidikan bahasa dan sastra. Hal itu menjadi penting karena karya sastra lama banyak menyimpan wawasan pengetahuan masa lampau yang tidak kecil peranannya dalam menata hidup masa kini dan masa depan. Penegasan itu senada dengan pendapat Hasanuddin (2009) bahwa sastra pada zaman lampau termasuk kaba berperan sebagai suatu pelajaran pada zaman sekarang terutama isi atau kandungan nilai budi pekertinya yang disikapi secara positif.
Sejalan dengan hal itu, berkaitan dengan pengkajian pesan kearifan budaya akan makin diperlukan bagi pendidikan  budaya dan karakter bangsa yang telah diterapkan pemerintah dalam kurikulum pendidikan (Depdiknas, 2010). Dan kontribusi logis penelitian kearifan budaya dapat dihubungkan dengan kebutuhan kaum intelektual dan pendidikannya  yang membutuhkan analisis budaya. Azmi (2004) menyatakan bahwa pemahaman yang mendalam mengenai pesan-pesan budaya Minangkabau diperlukan dalam hal mendiskusikan tentang pendidikan budaya (termasuk bahasa dan sastra).   Hal itu penting karena generasi muda dilatih terus lewat pendidikan formal untuk berpikir kritis dan selalu memperbandingkan dan mempertanyakan sesuatu, terutama peran adat budaya.  Dengan demikian, jelaslah bahwa kalangan terpelajar memerlukan kajian ilmiah dalam bidang  budaya dan sastra lama sebagai ancangan budaya dan sebagai  pegangan budaya.
Berkaitan dengan muatan pesan kearifan budaya dalam cerita kaba maka untuk mendeskripsikannya  secara ilmiah kiranya perlu dilakukan  penelitian tentang hal sebagai berikut ini.   1) Latar dan motif tokoh cerita kaba yang melakukan tindakan pesan kearifan budaya, 2) Reaksi tokoh cerita kaba yang menjadi sasaran pesan kearifan budaya, 3) Jenis dan bentuk pesan kearifan budaya secara semiotis. 4) Makna bentuk-bentuk  pesan kearifan budaya  secara semiotis. 5) Relevansi pesan kearifan budaya dalam kaba dengan ajaran adat dan agama.
            Berdasarkan fokus dan sub-sub fokus penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut ini. Bagaimanakah pesan kearifan budaya diungkapkan dalam kaba Minangkabau?    Berdasarkan rumusan  penelitian itu maka diharapkan hasil penelitian  dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat Indonesia terutama mahasiswa  dan kelompok etnis Minangkabau dalam memahami  pesan kearifan budaya yang terdapat dalam  kaba. Setelah memahami pesan kearifan  budaya itu diharapkan tumbuh penghargaan pada sastra lama terutama sastra kaba yang merupakan cerminan  terhadap perilaku hidup dalam masyarakat lokal Minangkabau. Setelah tumbuh penghargaan diharapkan berkembang kesadaran untuk menggali dan menggunakan pesan kearifan  budaya  yang ada dalam cerita rakyat dan mewariskannya untuk keperluan hidup masa datang. Selanjutnya, akan muncul reinterpretasi  terhadap pesan kearifan budaya menjadi padangan baru yang membawa kedinamisan kehidupan budaya. Dengan demikian, deskripsi dan interpretasi pesan kearifan pendidikan dan  budaya dapat berkontribusi positif dalam berbagai kegiatan hidup, baik secara formal maupun informal.
C.    Hakikat Kearifan Budaya
Sebuah ancangan penelitian tentu tidak terlepas dari teori-teori dan kajian pustaka yang mendukungnya. Untuk itu, diperlukan dasar kajian yang berkaitan dengan hakikat kebudayaan dan pesan kearifan budaya.
1.      Kebudayaan
      Dalam bahasa Indonesia konsep kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari  buddhi yang berarti ”budi”  atau ”akal” (Koentjaraningrat , 2000:9). Dengan demikian, kebudayaan dapat merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan persoalan budi dan akal. Budi merupakan alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut  culture  berasal dari bahasa Latin colere yang berarti ”mengolah” atau ”mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari pengertian itu dan perkembangan berikutnya, kata budaya dapat dipahami sebagai segala daya dan upaya serta tindakan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Koentjaraningrat, 2002). Dalam pengertian tersebut cakupan perumusan budaya  termasuk mengolah budi dan akal yang merupakan unsur batin manusia.
Dalam kajian ilmiah terutama dalam bidang antropologi konsep kebudayaan sudah didefenisikan oleh banyak pakar. Kroeber dan Kluckhohn, telah mencatat 164 definisi kebudayaan yang mereka temukan dalam literatur antropologi (Samovar dan Richard, 2001).  Dari sekian banyak definisi yang tumpang-tindih itu, diidentifikasi enam kelompok pengertian utama kebudayaan, yaitu secara deskriptif, historis, normatif, psikologis, strukturalis, dan genetik (Smith, 2001:3).    Konsep kebudayaan yang  fenomenal dan sering menjadi rujukan adalah yang dikemukakan oleh Tylor seorang antropolog yang lahir pada tahun 1871, yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah kesatuan yang menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan semua kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Harris dan Robert T  Moran 2006).  Peursen (1988:11) menyatakan bahwa kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia seperti cara ia menghayati dan membuat upacara untuk kematian, kelahiran, seksualitas, makanan, sopan santun, pakaian, kesenian, ilmu pengetahuan, dan agama. Karena kebudayan merupakan perbuatan manusia maka kebudayaan tidak pernah mencapai batas dan berlangsung dalam waktu yang lama. Samovar dan Porter (2001:33) yang mengungkapkan bahwa kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi. Lebih jauh kebudayaan dapat berarti sistem pengetahuan yang dipertukarkan oleh sejumlah orang dalam sebuah kelompok yang besar yang mengikat manusia satu dengan lainnya.
Dari pengertian kebudayaan tersebut dinyatakan bahwa seluruh bidang yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat adalah kebudayaan.  Hal itu juga menunjukkan bahwa cakupan bidang kajian kebudayaan amat luas sebab tidak banyak  kemampuan yang diperoleh dan dikuasai manusia tanpa melalui keanggotaannya dalam kemasyarakatan.
Koentjaraningrat (2000) menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia, kebudayaan diwujudkan dalam tiga bentuk yaitu, ideas, activities, dan artifacts. Pertama, wujud kebudayaan ideas merupakan suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, pesan kearifan, norma-norma,  peraturan-peraturan dan sebagainya. Wujud budaya ideal bersifat abstrak, tidak dapat diraba. Lokasinya ada dalam pikiran dan kalau dalam tulisan maka lokasi kebudayaan ideal ada  yang berada  dalam karangan atau buku-buku hasil karya penulis warga masyarakat bersangkutan. Berkaitan dengan budaya dalam penelitian ini tentu pesan kearifan budaya itu berada dalam cerita rakyat, yaitu kaba Minangkabau sebagai karya sastra. Dalam kebudayaan ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup dalam suatu masyarakat serta memberikan tatanan kepada masyarakat itu. Ide-ide dan gagasan secara terpadu menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya dan dapat disebut dengan adat atau adat-istiadat dalam bentuk jamak.
Kedua, wujud  kebudayaan activities  disebut  juga dengan sistem sosial, yaitu mengenai tindakan berpola dari manusia. Sistem sosial merupakan suatu kompleksitas aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Kelakuan berpola ini teraktualisasi dalam bentuk aktivitas dan interaksi manusia satu sama lain dari waktu ke waktu dalam bentuk konkret  dan bisa diobservasi. Ketiga, wujud kebudayaan artifacts atau kebudayaan fisik sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifat kebudayaan ini paling konkret berupa  benda-benda atau hal-hal yang dapat dilihat, diraba, dan sebagainya. 
Dalam penelitian ini konsep kebudayaan yang dirujuk adalah wujud kebudayaan ideal yang merupakan suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, pesan kearifan, norma-norma,  peraturan-peraturan, dan sebagainya yang berada dalam kehidupan manusia  yang dapat ditemui dalam sastra kaba.
2.      Pesan Kearifan Budaya
            Pengertian pesan kearifan  budaya dapat dijelaskan  berdasarkan   kata-kata  yang menjadi dasarnya yaitu, ‘pesan’, ‘kearifan’, dan ‘budaya’. Pertama, definisi pesan ditelusuri melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) yang maknanya adalah 1) perintah,  nasihat,  permintaan, amanat, yang disampaikan melalui orang lain. 2) perkataan nasihat  dan wasiat  yang disampaikan seseorang, 3) petaruh yang ada sanksinya kalau dilanggar. Jadi, dalam pesan itu ada bentuk-bentuk verbal berupa nasihat, amanat, perintah, dan wasiat.  Nasihat yang dimaksudkan adalah ajaran atau pelajaran baik berupa petunjuk, peringatan, dan teguran yang baik, sedangkan amanat  adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Perintah berarti perkataan yang bertujuan menyuruh melakukan sesuatu, sedangkan wasiat  berarti  pesan terakhir yang disampaikan seseorang  yang akan pergi.   
            Kearifan merupakan kata yang dibentuk dari kata dasar ‘arif’ yang bermakna ‘bijaksana, cerdik dan pandai, berilmu’ yang menunjukkan sifat. Sedangkan kata kearifan merupakan kata benda yang bermakna ‘kebijaksanaan atau kecendekiaan’ (KBBI: 2002: 65). Dengan demikian yang dimaksud dengan kearifan dapat berupa perkataan atau tindakan, perbuatan yang menunjukkan sifat arif, yaitu bijaksana, cerdik dan pandai, serta berilmu. Rahyono (2009:7) menyatakan bahwa kearifan merupakan kecerdasan yang dimiliki sekelompok (etnis) manusia yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya serta terwujud dalam ciri-ciri budaya yang dimilikinya. Bila dikaitkan dengan penelitian ini kearifan berarti kecerdasan dan kebijaksanaan yang dihasilkan masyarakat budaya yang direkam atau didokumentasikan  dalam cerita rakyat kaba berdasar pengalam hidup yang dilaluinya.
            Selanjutnya definisi ‘budaya’, pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa budaya adalah  keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik sendiri manusia dengan belajar.          Berkaitan dengan definisi  kata ’pesan’, ’kearifan’ dan definisi ’budaya’, maka yang dimaksud  dengan pesan kearifan budaya adalah nasihat, petunjuk, peringatan, dan teguran yang baik yang dilakukan  seseorang  dalam bentuk  norma-norma, aturan-aturan, dan  tindakan yang menunjukkan kecerdasan dan kebijaksanaan. Bentuknya dapat berupa nasihat adat,  aturan  hidup dalam masyarakat,  amanat  tentang pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem pencaharian, dan teknologi.  Dengan demikian,  pengungkapan pesan kearifan budaya dapat terkait dengan pengungkapan tujuh aspek kebudayaan yang  dinyatakan Koendjaraningrat (2000).
            Berdasarkan uraian di atas, dalam kajian ini yang menjadi objek penelitian adalah kaba-kaba yang tertulis dan analisis pesan kearifan budaya yang dimaksudkan adalah deskripsi dan interpretasi pesan kearifan kehidupan dalam teks kaba yang dapat berupa dialog, monolog, wacana, paragraf, kalimat, dan kata yang tertulis dan yang tersirat dalam teks kaba tertulis.