Rabu, 23 November 2011

Makalah Seminar Karakter di Unv. Bung Hatta 2011


Memindai dan Menginterpretasi Karakter Tokoh Cerita Kaba
dalam Pembelajaran Bahasa dan Budaya di Sekolah
Oleh:  Abdurahman
Universitas Negeri Padang

Abstrak
Tulisan ini bertujuan menjelaskan pemberdayaan cerita rakyat kaba Minangkabau sebagai bahan dalam pembelajaran bahasa dan sastra berlandasan pendidikan karakter di sekolah. Cara yang ditampilkan adalah dengan memindai dan menginterpretasi bagian cerita yang menggambarkan watak tokoh cerita sebagai bahan perbandingan dalam memaknai karakter yang baik dalam kehidupan. Contoh kaba yang digunakan adalah kaba Rancak Di Labuah yang sarat dengan nilai budaya Minangkabau.
Key word: pembelajaran bahasa dan budaya, pendidikan karakter, dan kaba

A.     Pendahuluan
  Menumbuhkembangkan pendidikan karakter melalui pembelajaran bahasa dan budaya kepada siswa merupakan  suatu usaha yang perlu dilakukan dengan berbagai strategi  pembelajaran agar tujuannya tercapai dan aplikasikanya dapat secara konkrit  diterapkan pembelajar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk itu, salah satu yang dapat dikemukakan pada kesempatan ini adalah mendayagunakan cerita rakyat yang menjadi basis budaya peserta didik sebagai materi pembelajaran yang kemudian dapat dikonstruksinya menjadi pengetahuan dan karakter hidup yang selaras dengan tuntutan masyarakat lokal yang masih menghargai adat dan budaya.
       Bila dicermati secara historis dan kultural, pendayagunaan cerita rakyat amat relevan  untuk dilakukan karena kelompok etnis Minangkabau dalam kebudayaannya memiliki banyak cerita rakyat yang kepopulerannya –termasuk di dunia internasional-- sudah dikenal sejak lama. Secara historis diketahui bahwa kaba tertulis berupa buku sudah diterbitkan oleh pemerintah Belanda sejak akhir abad ke-19 di antaranya, Chabar Mama Si Hetong tahun 1892, Kaba Si Ali Amat  tahun 1895, Kaba Si Umbuik Mudo tahun 1896, Kaba Si Manjau Ari tahun 1891, dan Kaba Cindur Mata tahun 1891 (Djamaris, 1991). Di samping itu, dalam kultur masyarakat Minangkabau penceritaan kaba lisan yang merupakan  pelopor kaba tulis telah pula eksis jauh sebelum itu --literatur ilmiah belum ada yang mengungkap secara pasti— baik sebagai alat pendidikan maupun sebagai seni yang menghibur anggota masyarakat.
        Mencermati eksistensi kaba dalam budaya kelompok etnis Minangkabau dalam rentang waktu yang lama, jelas menunjukkan bahwa ada suatu yang sangat berharga di dalam cerita kaba itu.  Artinya, kaba-kaba itu tidak akan dijaga dan diwariskan oleh masyarakatnya kalau kaba itu tidak memberi manfaat kepada kehidupan bersama. Di antara konten budaya yang penting dan berharga dalam kaba itu adalah: 1) kaba memberi pesan pentingnya bertakwa kepada Allah sebagai pencipta yang menentukan takdir kehidupan, 2) kaba memberikan muatan nilai pentingnya ilmu pengetahuan dalam menjalani kehidupan, dan 3) kaba menekankan pentingnya menjadi orang yang memiliki materi dalam hidup (Abdurahman, 2011:43). Jadi, kehadiran kaba menuntunkan karakter bertakwa, berilmu, dan berharta dalam kehidupan. Digambarkan dalam beberapa kaba bahwa dengan bertakwa kehidupan tokoh dapat diisi dengan perjuangan di jalan Allah sehingga menekan sifat hedonis. Dengan berilmu pengetahuan, kebodohan tokoh dapat dihilangkan sehingga  menjadi orang cendikia. Seterusnya, dengan penguasaan materi, orang dapat berbuat lebih banyak untuk lingkungannya dalam arti lebih berguna bagi bangsa dan negara.
Menimbang pesan-pesan yang dimuat kaba itu amat penting dan universal maka bila pesan-pesan itu dihadirkan kembali dalam pembelajaran bahasa dan budaya tentu akan menghasilkan wawasan kultural  dalam kehidupan siswa. Sejalan dengan itu, Sugono (2004)  menyatakan bahwa nilai-nilai karya sastra lama perlu dihadirkan kembali dalam kehidupan masa kini karena karya sastra lama banyak menyimpan wawasan pengetahuan masa lampau yang tidak kecil peranannya dalam menata hidup masa kini dan masa depan. Penegasan itu senada dengan pendapat Hasanuddin (2009) bahwa sastra pada zaman lampau berperan sebagai suatu pelajaran pada zaman sekarang terutama kandungan nilai budi pekertinya yang disikapi secara positif.  
Selain itu, penggunaan kaba sebagai sumber pembelajaran dapat memberi keuntungan berganda yaitu, mempelajarinya dan menikmatinya sebagai karya sastra, mengeksplorasi sumber nilai-nilai budayanya, dan membantu pelestarian bahasa Minangkabau dan pembinaan pengusaannya bagi anak didik di samping memantapkan aplikasi bahasa Indonesia. Disadari bahwa bahasa Minangkabau sehari-hari tidak sulit bagi siswa berlatar budaya Minangkabau tetapi dalam memahami bahasa kaba lama sudah banyak kosa katanya yang tidak dipahami siswa sekarang. Sejalan dengan hal itu ,berkaitan dengan pendidikan  budaya dan karakter bangsa yang telah mulai  diterapkan pemerintah,  pengkajian dan pemanfaatan nilai  budaya dalam sastra kaba  jelas sangat diperlukan siswa. 
     Berdasarkan argumentasi di atas maka strategi belajar yang diusulkan dalam tulisan ini adalah dengan memindai dan mengiterpretasi bagian cerita yang berhubungan dengan pendidikan karakter yang relevan dengan karakter tokoh kaba. Memindai secara harfiah berarti melihat dengan cermat untuk mendapatkan informasi (KBBI, 2002:875). Dalam makalah ini konsep memindai diartikan secara operasional yaitu,  usaha memfokuskan perhatian dan kegiatan siswa secara cermat untuk mencari dan mengapresiasi bagian cerita yang dapat dinukil sebagai bahan pembelajaran  bahasa dan sastra dalam kerangka  pembentukan karakter. Interpretasi berarti menggunakan prinsip-prinsip pemaknaan untuk mendapatkan makna atau tafsiran dari bagian cerita yang dipindai. Memindai naskah kaba dilakukan supaya siswa dengan cepat dapat menemukan bagian cerita yang bermuatan karakter dan problemanya. Salah satu teknik interpretasi yang bisa dilakukan adalah dengan analisis semiotik.

B. Mempertimbangkan Kaba Rancak Di Labuah
Salah satu naskah cerita kaba yang menarik untuk dijadikan bahan belajar yang menunjukkan problema karakter tokoh cerita adalah “Kaba Rancak Di Labuah” (KRL). KRl  merupakan kaba yang mudah diakses karena masih banyak dijual di toko buku di Sumatera Barat. Kaba edisi ada yang edisi baru, versi pengarang  Dt. Panduko Alam, produksi penerbit Kristal Multi Media kota Bukittinggi  tahun 2008.  Kaba tersebut diterbitkan pertama kalinya oleh Pustaka Indonesia  kota Bukittinggi tahun 1960.  Terdiri dari  86 halaman. Pada halaman kulit belakangnya penerbit memberi komentar, “Banyak nasehat dan pengajaran yang dapat dipetik dari kaba ini, khususnya sikap dan perilaku yang diharapkan oleh adat Minang untuk kehidupan bermasyarakat”. Dengan demikian apa yang dituliskan penerbit tidaklah berlebihan karena sudah banyak pula komentar yang selaras dengan itu dari orang ternama tentang KRL dan nilai yang dikandungnya.
 Menilik daftar isinya, kaba KRL terdiri dari sebelas bagian, yaitu: 1) Mampaturuikkan hati gadang, 2) Maaliah gala, 3)  Urang sumando, 4) Adat barumah tanggo, 5) Manjapuik urang sumando, 6) Batimbang tando, 7) Tangguang jawab suami, 8) Adat manjapuik pangulu, 9) Baralek gadang, 10) Manjadi pangulu, dan 11) Cilako mudo cilako tuo.
Secara ringkas sinopsis kaba Rancak Di Labuah sebagai berikut. Di dusun Taluak Kiro-kiro di dalam kampung Medan Budi tinggal Siti Jauhari  dengan dua orang anaknya, yang laki-laki bernama si Buyung Geleang, dan yang perempuan bernama Siti Budiman. Siti Jauhari merupakan orang yang rajin berguru dan sering bertanya dan karena itu, ia menjadi cendekia yang tahu sifat hina dan mulia dalam adat. Buyung Geleng digelari Rancak Di Labuah karena perangainya yang suka menampakkan penampilan yang hanya gagah di jalanan tetapi yang sebenarnya ia miskin dan tidak peduli dengan kesukaran hidup ibunya. Sepanjang hari ia memperturutkan keinginan nafsunya saja. Kalau orang lain pergi bekerja ke ladang, ia hanya asyik bermain tanpa menghasilkan apa-apa. Pada suatu ketika menjelang lebaran, Buyung Geleang  meminjam uang kepada orang kaya di kampungnya untuk membeli pakaian yang indah dengan jaminan sawah ibunya. Ketika saat untuk membayar pinjaman, ia tidak dapat memenuhi janjinya karena tidak mempunyai uang. Ia panik  dan datang kepada ibunya menceritakan keadaannya. Ibunya marah bukan main sehingga terlontarlah kata-kata kasar ibunya kepadanya. Namun, kemudian ibunya menyadari bahwa anaknya mesti dididik lalu ia menasehati anaknya itu.  Rancak Di Labuah menuruti semua nasehat ibunya dan bertaubat kepada Allah serta berjanji akan rnengubah perangainya.
         Rancak Di Labuah mulai mempraktikkan nasihat ibunya. Ia  rajin bekerja di sawah dan di ladang sehingga Rancak Di Labuah berhasil bertani sehingga dengan hasil kerjanya adik dan ibunya hidup berkecukupan. Dengan uang hasil pertaniannya, ia memperbaiki  rumah ibunya yang sudah tua dan menyuruh ibunya membeli kain baju dan perkakas rumah tangga.  Di samping itu, ia juga taat menjalankan ibadah dan berzakat kepada yang berhak menerimanya. Ibunya setiap hari menambah lagi nasihat-nasihat untuk Rancak di Labuah sehingga ia menjadi seorang yang berbudi baik. Setelah menjadi orang baik, ibunya mengubah gelar Rancak Di Labuah  dengan Sutan Samparono dengan pesta yang dihadiri oleh penghulu-penghulu kampung.
Suatu waktu adik Sutan Samparono yang bernama Siti Budiman sudah patut dicarikan suami. Sutan Samparono disuruh ibunya mencarikan dan mengajukan nama calon iparnya itu. Menurut Sutan Samparono, calon yang tepat untuk menjadi suami adiknya itu ialah Sutan Malabihi, anak Tuanku Kareh Hati. Ibunya tidak menerima calon yang diajukan Sutan Samparono itu karena Sutan Malabihi itu tidak mengindahkan orang tua, jarang sekali memberi salam, dan kalau ia berjalan bagai ayam panjang ekor, yang mematut diri berkepanjangan. Sutan Samparono  berusaha lagi untuk mengajukan nama calon suami adiknya. Kali ini ia mengajukan Ampang Limo Garang. Orang ini pun tidak berkenan di hati ibunya sebab Ampang Limo Garang itu kelakuannya seperti musang jantan, siang  tidur dan malam berjaga. Setelah itu Sutan Samparono mengajukan lagi calon yang ketiga. Calon itu ialah calon yang  terakhir, dan bernama Bagindo Capek Lago. Calon yang ketiga ini pun ditolak oleh ibunya. Menurut ibunya, Bagindo Capek Lago ini tinggi lonjak saja tetapi aksinya di bawah-bawah saja. Karena calon-calon yang diajukannya semua ditolak, Sutan Samparono menyerahkan pencarian calon suami Siti Budiman kepada ibunya. Ibunya mengatakan yang patut menjadi menantunya ialah  Buyung Sidik  yang bergelar Pakiah Candokio, kemenakan Datuk Rajo Adil, orangnya  lurus dan cocok akan ganti ninik mamak kita. Di samping itu, secara berangsur-angsur Siti Jauhari menasihati Siti Budiman tentang bagaimana tingkah laku bersuami.
Pada suatu ketika datanglah seseorang hendak melamar Sutan Samparono. Yang melamar itu ialah seorang yang baik hatinya bernama Upik Cinto Dunia, anak Malin Sabar Pelita Hati, kemenakan Datuk Timbangan Halus Paham, anak orang Teluk Balunan Ombak, kampung Dalam Telaga Manis. Lamaran itu diterima oleh Siti Jauhari , dan kawinlah Sutan Samparono dengan Upik Cinto Dunia. Sementara itu Sutan Samparono teringat pesan ibunya yang hendak mengawinkan adiknya dengan Buyung Sidik, yang bergelar Pakiah Condokio. Dikatakannya kepada ibunya bahwa sekarang saatnya sudah datang untuk mengawinkan adiknya itu. Lalu berangkatlah ibunya ke rumah orang tua Pakiah Condokio untuk meminang Pakiah Condokio tersebut dan pinangan ini diterima pula oleh keluarga Pakiah Condokio. 
         Kemudian Siti Jauhari menambah pelajaran-pelajaran atau nasihat-nasihat untuk Siti Budiman. Siti Budiman dan Sutan Samparono mendengarkan petunjuk dan nasihat ibunya yang berguna untuk hidup di negeri Minangkabau. Di antara pelajarannya yaitu adab bersemenda dan jenis orang semenda.  Banyak  macamnya orang semenda itu. Pertama, orang semenda kacang miang; kedua, orang semenda langau hijau; ketiga, orang semenda kutu dapur; keempat, orang semenda tikar buruk; kelima, orang semenda bapak anak, dan keenam, orang semenda ninik mamak. Pelajaran tentang penghulu juga diajarkan, ada banyak juga macamnya penghulu. Pertama, penghulu yang di tanjung; kedua, penghulu ayam jago; ketiga, penghulu buIuh bambu; keempat, penghulu katuk-katuk; kelima, penghulu tupai tua; dan keenam, penghulu selangkang (pisak) celana. Tidak dapat diingkari lagi, bahwa elok negeri karena penghulu, elok kampung karena yang tua, penghulu seundang-undang, orang tua mempunyai kesatuan hukum. Kewajiban utama penghulu ialah mengaji undang-undang yang dua puluh.
Setelah pelajaran penghulu itu, di dalam suatu kerapatan adat atas usul Siti Jauhari, gelar Sutan Samparono diganti menjadi Datuk Naraco Laut Budi.  Kerapatan adat semua menyetujui dan setelah beberapa masa berlalu, dinasihatilah Datuk Naraco Laut Budi oleh ibunya tentang akhlak seorang penghulu, pendidikan anak-anak dan orang muda, serta tentang sifat-sifat manusia. Dengan demikian, sempurnalah nasihat-nasihat yang diberikan Siti Jauhari kepada anak-anaknya Datuk Naraco Laut Budi dan Siti Budiman.
Berdasarkan identitas dan sinopsis KRL di atas dapat dipertimbangkan bahwa kaba KRL merupakan cerita rakyat yang sarat dengan nilai-nilai, terutama nilai adat budaya di samping nilai pendidikan dan sosial.  Karena memuat banyak nilai sebagian nilai itu dijadikan karakter tokoh cerita seperti yang tergambar pada tokoh Rancak Di Labuah, Siti Jauhari, dan Siti Budiman. Karakter yang mereka miliki menggambar karakter yang berlandaskan nilai budaya Minangkabau selaras dengan latar soial dan budaya kaba KRL yaitu masyarakat Minangkabau. Realitas yang demikian merupakan suatu alasan yang menarik mengapa kita memilih KRL dalam pembejalaran bahasa dan sastra berlandaskan pendidikan karakter.

C.  Memindai dan Menginterpretasi Kaba Rancak Di Labuah
Berdasar pengenalan terhadap KRL di atas maka dibuat ancangan belajar dengan menunjukkan bagian KRL yang perlu dibahas karakternya. Salah satu yang dapat dicontohkan pada makalah ini adalah pemindaian karakter tokoh Rancak Di Labuah. Dalam KRL yang terdiri atas sebelas bagian,  cerita KRL yang mengacu pada nama atau gelar  Rancak Di Labuah dan karakternya terletak pada bagian 1) Mampaturikan hati gadang. Dengan demikian, kita akan memindai bagian yang menunjukkan karakter tokoh dengan nama Rancak Di Labuah  sebagai berikut.
Pi’i lakunyo paja nantun, susah bana manyabuiknyo, nan indak tahu diuntung, bahati gadang tiok hari, indak takana labo jo rugi, urang ka ladang inyo bamain, ka sawah lai adang-adang, nan labiah baambuang sipak rago jo malapeh layang-layang. Adang takana dinan bana, pai mangaleh ilia mudiak, adang balabo adang indak, kalau balabo galeh- rokok nan babali, baralah kalatiak jari. Kalau mangecek samo gadang, ruok lah batambah-tambah, galak lah balabiah-labiah,  muluik kalua tak bakunci, batabuah di ujuang lidah, bagandang diujung bibia, kato gadang timbangan kurang, gunuang bak raso ka dilongkahi, bukik bak raso tapasuntiang, ka Aceh babaliak hari, ka Jawa barulang makan, indak dulang di bliak bawak, haramlah urang nan bak awak.
      Sudah magecek harilah patang, pulang ka rumah mandeh kanduang, dimintak nasi jo kopi, lah sudah pulo makan jo minum, lalu ka rumah induak samang, itu karajo siang malam. Pai ka rumah urang nan kayo, disabuik pitih sasadangnyo, dibuek janji jo padan, lalu bajanji anam bulan, pitih nan duo manjadi tigo, sapuluah manjadi limo baleh. Dibali pakaian sapatagak, dapek sipatu indak bakauih, gadanglah hati bagai kambuik, kabau tataruang indak dikana”(KRL:10).

Setelah bagian cerita itu dipindai maka selanjutnya guru menyediakan tabel untuk kegiatan siswa dengan kolom untuk menjelaskan dan mengiterpretasi karakter tokoh Rancak Di Labuah sebagai berikut.
Nama Tokoh
 Karakter Tokoh
Perilaku Tokoh
Terjemahan
?
?
?
?
Untuk mengisi tabel di atas siswa dapat bekerja dalam kelompok untuk menentukan karakter tokoh Rancak Di Labuah, mengidentifikasi perilakunya, dan membuat terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya sebagai berikut:
Nama Tokoh
 Karakter Tokoh
Perilaku Tokoh
Terjemahan
Rancak Di Labuah
Hedonis atau memeprturutkan nafsu
nan indak tahu diuntung,
bahati gadang tiok hari,
indak takana labo jo rugi,
urang ka ladang inyo bamain
Tidak tahu diuntung
Berhati besar tak menentu
Tidak ingat untung-rugi
Suka bermain-main dan malas bekerja dst.
            Selanjutnya, berdasarkan identifikasi yang sudah didapatkan pada tabel di atas kegiatan siswa dapat dilanjutkan dengan meminta interpretasi siswa terhadap perilaku Rancak Di Labuah yang sudah diidentifikasi. Hal itu dapat dilakukan secara terbimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun oleh guru dan bisa diminta secara langsung untuk  mengiterpretasi tanpa pertanyaan sesuai dengan tingkat kelas yang memungkinkan. Maksudnya semakin tinggi kelas yang diajar semakin tinggi tingkat interpretasi yang diminta. Interpretasi dapat dibuat secara individu atau kelompok setelah siswa melakukan diskusi dalam kelompok. Sebagai contoh bentuk interpretasi dapat ditampilkan seperti dalam tabel berikut.
No.
Perilaku Tokoh
Interpretasi
Penilaian
1.
Tidak tahu diuntung
Tidak tahu diuntung merupakan sifat tercela dalam hidup sehingga seseorang tidak memikirkan manfaat hidupnya bagi dirinya sendiri dan bagi keluarganya. Orang tidak tahu diuntung malah lebih cenderung merugikan berbagai pihak karena kebodohannya
Sifat tidak tahu diuntung harus dijahui dalam hidup
2
Berhati besar tak menentu
dst

dst.
Tidak ingat untung rugi
dst

                Dalam membuat interpretasi seperti di atas siswa dituntut mengembangkan berpikir kreatifnya yang mungkin berbeda dengan temannya. Setelah kegiatan interpretasi  dilakukan maka kelas dapat meneruskan kegiatan belajar dengan tanya jawab yang dipandu oleh guru. Dalam kegiatan itu dapat disepakati penilaian secara bersama terhadap karakter Rancak Di Labuah dengan alasan-alasan komprehensif.
            Kegiatan belajar masih dapat dilanjutkan dengan berbagai aktivitas yang terkait dengan hasil interpretasi di atas, di antaranya, menuliskan opini tentang tokoh Rancak Di Labuah atau menulis penilaian tentang karakter tokoh Rancak Di Labuah. Pada tingkat sekolah yang lebih tinggi dalam satu kaba dapat dianalisis karakter beberapa tokoh dan interpretasi yang lebih banyak. Dengan kegiatan seperti di atas maka diharapkan siswa mengkontruksikan karakter tokoh ke dalam kehidupan nyata sebagai pengetahuan yang bermanfaat dan siswa dapat mengeksplorasi pikiran dan wawasan budayanya dalam menyikapi persoalan dalam realitas kehidupan yang makin multikultural. 

D.     Penutup
    Menggunakan cerita rakyat kaba Minangkabau dalam pembelajaran bahasa dan sastra dapat memperkenalkan siswa dengan kearifan budaya lokal. Hal itu perlu dipertimbangkan dan diusahakan karena banyak kalangan yang mensinyalir bahwa generasi muda kita telah bergeser jauh dalam memahami nilai-nilai budaya yang dijadikan pegangan dalam kehidupan sekarang. Untuk itu, salah satu usaha adalah dengan membuat strategi pembelajaran dengan menggunakan kaba sebagai bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Contoh yang ditampilkan dalam makalah ini lebih kepada sebuah contoh untuk memicu munculnya kreatifitas pengajar dalam menciptakan berbagai bentuk model pembelajaran. Dengan demikian diharapkan ke depan akan lebih banyak variasi  kegiatan pembelajaran bahasa dan sastra yang memperkuat pembelajaran bahasa dan sastra serta dunia pendidikan kita. 

Tidak ada komentar: