Rabu, 01 Februari 2012

Nilai-Nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau: Interpretasi Semiotik


Pandangan terhadap Hakikat Hidup dalam Cerita Kaba

          Pada umumnya, dalam sepuluh kaba yang saya diteliti hidup diyakini sebagai takdir Allah SWT dan dalam menjalani hidup tokoh-tokoh cerita beriman, bertakwa, berusaha, berjuang, dan berdoa untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.  Adanya keimanan yang kuat pada tokoh kaba kepada Allah SWT  menunjukkan bahwa dalam perjalan hidup tokoh cerita telah mendapat  ajaran tentang konsep hidup dalam Islam. Karena itu tentu kondisi yang demikian relevan sekali dengan adagium adat Minangkabau yang telah dicetuskan sejak tahun 1837M, yaitu “adat bersandi(basis) syarak dan syarak bersandi kitabullah” yang telah menjadi pilihan filosofi hidup masyarakat Minangkabau yang sudah hampir berlangsung dua abad. Dengan demikian, nilai keimanan yang disimpan dalam kaba seolah-olah merupakan refleksi nyata dari realitas kehidupan masyarakat pendukung kaba yang disinyalir telah menerapkan adagium itu.

          Berhubung dengan hakikat hidup itu dalam Al-Quran, Allah berfirman dalam surah Al-Mulk (Kerajaan) ayat 1-2 yang artinya “Maha suci Allah yang ditangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa Lagi Maha Pengampun”. Dengan demikian hakikat hidup dalam kaba relevan dengan pandangan hidup dalam Al-Quran bahwa hidup manusia baik di dunia maupun diakhirat nanti bukanlah atas kehendak diri sendiri  melainkan kehendak Allah yang tujuannya adalah untuk beramal ikhlas kepada-Nya. Dengan keyakinan yang dipandu oleh kitab suci Al-Quran itu maka tokoh-tokoh cerita kaba ditemukan melakukan kegiatan beribadah, berdoa, berusaha, dan berjuang bagi Allah sebagai pengabdian hidup dan meningkatkan kualitas hidup kearah yang lebih baik.  Kenyataan isi cerita kaba tentang hidup  memiliki nilai-nilai budaya  ketaqwaan kepada Allah SWT dan dalam hidup tokoh  merepresentasikan sebagai pengejawantahan ajaran adat dan agama.

Selanjutnya, berhubung dengan hakikat hidup itu mesti berjuang dan berusaha maka dalam cerita kaba digambarkan tokoh-tokoh cerita yang mengutamakan menuntut ilmu dalam hidup dan ditemukan bagian cerita yang menuturkan usaha tokoh cerita mengajar dan belajar ilmu. Nilai perlunya menuntut ilmu berhubungan dengan aktivitas  berusaha untuk hidup yang tidak akan efesien tanpa ilmu. Lebih mendasar  ajaran agama Islam mengajarkan  supaya pemeluknya  menuntut ilmu sepanjang hayat  sebagai bagian dari ibadah yang utama.

  Salah satu buah adanya ilmu dalam hidup maka tokoh cerita menjadi tokoh-tokoh yang  bertindak (berusaha) dengan giat dan cepat dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan hidup, seperti Mambang Sutan dalam Kaba Tapian Larangan dan Rajo Babandiang dalam Kaba Sabai nan Aluih. Keduanya berusaha dan berjuang dengan giat untuk keluar dari masalah yang dihadapinya. Dalam hal itu tokoh Mambang Sutan yang penuh perhitungan dan bermusyawarah selamat sedangkan tokoh Rajo Babandiang yang tidak bermusyawarah dan lebih menguatkan  pertimbangan dan kemauan  sendiri mendapat bahaya. Jadi, cerita kaba mengukuhkan nilai bermu-syawarah sangat diperlukan terutama kepada pihak yang mengambil keputusan untuk kepentingan orang banyak. Kaba mengehendaki  seluruh pihak yang berhubungan dengan pihak yang bermasalah seperti, mamak, orang tua, dan saudara untuk mencari dan mendapatkan solusi yang tepat  melalui musyawarah.

Kaba beramanat bahwa hidup yang ideal adalah hidup yang beriman, berilmu, berusaha, dan bermanfaat bagi orang lain. Hidup yang tercela adalah hidup dengan senang-senang dan tidak bermanfaat dan bahkan menyusahkan orang lain. Untuk dapat menjalani hidup yang bermanfaat  kaba menuntut tokoh cerita dengan prinsip-prinsip hidup yang bersumber ajaran agama Islam dan ajaran adat yang simbolkan dalam petatah-petitih Minangkabau. 


Catatan:
Uraian lebih lengkap dapat dibaca dalam buku berikut.













Tidak ada komentar: