Kata Cinta adalah kata yang sering diproduksi oleh lisan kita yang kemudian memenuhi berbagai ranah di dunia. Karenanya kadang kala kata cinta menyentuh pendengaran kita lalu meresap ke rasa atau terkilas pada apa yang kita baca lalu terbayang-bayang di ruang mata. Kata cinta mewarnai hidup kita dengan berbagai ragam rupa, terlepas kita penting atau sekedar sedikit tahu akan hakikatnya. Atau hanya sekedar untuk berguman saja; lalu kita pun sadari ada kata, aku mencintaimu, aku mencintai kedua orang tuaku, aku mencintai istriku, suamiku, aku mencintai keluargaku, saudaraku, aku mencintai diriku, atau aku mencintai yang berarti bagiku. Terkadang kita temukan kata cinta di rumuskan orang bijak, ia menyatakan cinta lebih intens, dengarlah sebagian kata mereka tentang petuah cinta, “belumlah seseorang dikatakan baik sebelum ia mencitai pasangannya atau orang lain sebagai mencintai dirinya sendiri”. Sebaliknya ada yang secara sederhana melantunkan cinta seperti para remaja yang sedikit mengelikan, katanya “cinta oh cinta karena cinta badan sengsara”, atau ada lagi remaja yang merasakan gejolak kedewasaan lalu mencoba mengatakan “aku cinta dia’. Eeh… kok tiba bisa cinta. Kata cinta memang milik semua, baik insan yang tua, yang muda, yang remaja, dan yang baru hadir di dunia.
Kata cinta melayang-layang di pikiran, dibawa angan-angan, terbang bersama dengan impian, lalu keluar melalui tuturan. Karenanya dalam keseharian mulai dari bangun pagi hingga tidur kembali orang-orang terlibat dengan kata cinta. Karenanya juga, ada yang sungguh-sungguh menyatakan kata cinta dan mengharapkan kehadiran kata cinta. Jangankan kehilangan kata cinta lupa sesaat saja rasanya tidak tega, oh cinta. Lengah sekejap mata dari cinta terasa lama terpaling dari asa. Sebaliknya ada pula yang kehilangan kata cinta, dan berkata “pupus sudah cintaku padanya”, “cintaku diujung tanduk”, “cinta ditolak dukun bertindak”. Ah gawat karena cinta orang bisa tega. Di sisi lain, kata cinta datang dan pergi, cinta lalu lalang bagai orang-orang yang juga datang dan pergi di dunia ini. Ada yang mendapat cinta, ada yang kehilangan cinta, ada yang mendamba dan mengharap cinta, dan ada yang membuat cinta jadi suatu yang biasa-biasa saja. Atau ada yang saking perlunya dengan kata cinta ia namai anaknya sekaligus dengan “Cinta”.
Seberapa pentingkah cinta itu dalam hidup ini hingga orang-orang harus dan harus saling mencinta. Benarkah hidup tanpa cinta bagai makan sayur tanpa garam, hambar dan tidak berasa. Atau benarkah hidup dengan cinta bagaikan rumah serasa surga? Dalam hati kita tahu jawabannya betapa pentingnya cinta. Namun yang lebih penting dan mendasar cinta tidak boleh tidak mesti ada dalam hidup dimana saja dan kapan saja. Hidup dengan cinta adalah hidup yang bermakna.
Raihlah cinta maka kita akan merasakan makna cinta, rasa cinta, dan nikmat cinta. Tetapi yang terkadang sulit diterang adalah menerangkan rasa cinta, sehingga orang-orang yang bertanya tentang rasa cinta tidak akan puas diceritakan tanpa merasakannya. Ya, bagaimana menceritakan rasa cinta jika menceritakan enaknya teh manis yang nyata saja sudah tidak gampang menjelaskannya. Baiknya Anda saya sodori teh manis dan lalu Anda coba sendiri lalu Anda akan menyatakan pada saya rasanya. Uiih …enaak tenan! O.. meski hanya dengan tiga kata terasa juga unkapan rasa itu. Nah, terus terang saja saya tidak bisa menyuguhi Anda cinta, jika kita akan merasakan cinta berusahalah dan berjuanglah untuk mencintai dan tentu kita akan merasakan cinta.
Oh ya, jika sebaliknya, Anda katakan ah ini biasa-biasa saja! Kalau saya mengatakan teh tadi enak dan Anda juga mengatakan enak berarti alat cerap kita sama kondisinya, tetapi jika Anda mengatakan tidak enak atau biasa-biasa saja, ini lidahnya mungkin lagi ada ganguan. Nah, ganguan-ganguan itulah kiranya yang menjadikan Anda berbeda rasa. Relevan dengan itu, ganguan pada piranti cinta juga menjadikan cinta suatu yang biasa-biasa saja di samping yang banyak orang yang urgen dengan cinta.
Aku ingat Covey yang menyatakan, cinta bukan urusan kata sifat tetapi cinta adalah kata kerja. Apa bedanya kata kerja dengan kata sifat dalam urusan kata cinta? Kata kerja atau verba cinta menunjukkan pekerjaan, aksi, dan perjuangan sedangkan kata sifat lebih berurusan dengan perasaan dan emosi. Sebagai kata kerja cinta merupakan buah dari kerja dan usaha lalu menjadi suatu yang hadir dalam perasaan cinta. Orang yang telah berusaha dan berjuang untuk sesuatu lalu mencintai sesuatu itu sepenuh hati. Misalnya kaum ibu amat mencintai anaknya, itu merupakan konsekwensi tidak terpisahkan dengan perjuangan hidup untuk anaknya. Untuk anak tercinta sang ibu rela dan ridha hamil, melahirkan, dan menyusui yang telah dilaluinya dalam penderitaan dan sakit yang berat tetapi tetap senang. Susah, payah, dan rela menyatu dalam dirinya. Demi semua perjuangannya itulah makanya ibu begitu erat kaitan emosi cintanya dengan anaknya. Bagi seorang ibu mencintai anak merupakan suatu yang telah melalui proses perjuangan dan pengusahaan sehingga kita yang menjadi orang dicinta ibu kita. Perjuangan itu tidak sampai hanya di sana bahkan bersama ayah kita, ibu terus merawat dan mendidik kita. Cinta ibu pada kita cinta yang berakar dalam perjuangan dan harapan supaya kita jadi orang. Jadi hamba Tuhan yang mengambdi pada-Nya. Cinta orang tua tanpa henti bahkan sepanjang jalan dan sepenuh harapan yang diimpikan mereka.
Seandainya tanpa cinta, lalu sang ibu membuang bayi ke tong sampah selagi bayi bagaimana pikiran kita kalau bayi itu adalah kita? Apakah yang akan kita katakan tentang cinta? Ya, memang ada ya cinta simalakama, dan telah tersebar berbagai berita ada cinta serba salah. Tak diduga dan tak dikira ada kenyataan lain yang tidak bisa diterima dalam hidup ini sehingga cinta menjadi merasa salah untuk terus mencintai dan merasa bersalah untuk terus bersama. Lalu ia tutup mata terhadap cinta dan yang salah lah melangkah dan terus bersalah. Jika mereka salah karena melalui cara yang salah maka kita adalah orang yang teramat beruntung telah mendapatkan ibu yang melalui jalan benar sehingga lebih benar cintanya dan lebih manfaat kepada kita. Terima kasih ibu, bagiku tidak ada orang yang bisa menggantikanmu dalam mengandung, melahirkan, dan membesarkan. Terima kasih ibu dan Tuhan-pun menyuruh agar kami berbakti padamu.
Cinta tidak cukup hanya usaha dan perjuangan saja tetapi yang lebih penting dan menjamin adalah dasar dan jalan yang menjadikan cinta lewat dengan aman dan tidak terusik oleh angan-angan usil lainnya. Maka bagi kita menjaga cinta di rel yang benar adalah keharusan. Jangan sembarangan dan bermain-main api dengan cinta. Nanti terbakar api cinta di lorong yang gelap. Gosong lalu tidak berupa. Baiknya, mari kita renungkan kata cinta yang tidak sembarangan, yaitu cinta yang membawa kehormatan, keselamatan, dan kedamaian yang hakiki.
Bila kita merenungkan hakikat cinta mesti ada pembandingnya. Untuk itu, sekarang lihat kalung emas yang mempesona dan betapa bertambah indahnya bila dipakai oleh yang empunya. Keindahan kalung makin menambah kecantikan si pemakainya dan begitu pula sebaliknya. Apakah cinta juga begitu? Ya, tentu saja bisa kita persoalkan cantiknya kalung dan pemakainya demi yang kita maksudkan membandingkannya dengan cinta. Bila kalung tergantung di bagian luar dada maka cinta tergantung di balik dalam dada. Maka keduanya kita samakan saja, keduanya menjadi mutiara perhiasan yang berharga bagi hidup kita.
Dari persamaan ini maka kita telusuri keindahan kalung emas itu yang diciptakan oleh tukang pandai emas melalui proses yang panjang. Bermula dari biji-biji emas lalu dilebur dengan api lalu dibentuk dan ditempa dengan paksa sehingga menjadi lentur lalu dibentuk sesuai disain yang diinginkan dan kemudian disepuh dalam api dan akhirnya terwujudlah sebuah kalung yang cantik. Rupanya indahnya emas yang jadi kalung telah melalui proses yang penuh lika-liku susah dan sulit. Bandingkanlah dengan pembentukan cinta! Ya juga tentu sama, cinta harus dikumpulkan dari biji-bijinya atau bagian-bagiannya yang kecil lalu disusun menjadi suatu bentuk yang besar dan memadai lalu didesain sesuai dengan pola yang kita inginkan. Kadang pencinta disakiti dan terampas hatinya pada kerisauan dan kegalauan. Kadang si pencinta dicela. Tetapi pejuang cinta terus mewujudkan bentuk cintanya dan memperjuangkannya hingga terwujud sesuai keinginan. Ketika cinta ada maka datang pengakuan dari orang yang dicinta ‘ini benar-benar cinta’. Dalam hal begitulah cinta dilihat wujudnya dan kita merasakan manisnya cinta dan orang yang memberikan pernyataan dirasakan benar keberadaannya. Maka cintanya bukanlah hanya lip servis tapi cinta yang berakar dalam dan menjulang tinggi serta tahan uji. Bahkan tanpa diucapkan dapat dirasakan apalagi dikatakan tambah menambah membahagiakan.
Maka sejatinya, percaya atau tidak percaya, cinta adalah buah dari usaha dan perjuangan di jalan yang benar. Ibu kita melahirkan lalu mencintai kita adalah contohnya, nah bagaimana dengan kita? Akan mungkin pula kita tidak akan mencintai ibu kita? Bukankah kalau tidak karena ibu tidaklah mungkin ada kehadiran kita di sini. Ya mesti ada kesadaran diri yang mesti melahirkan cinta, ya namanya tentu kesadaran cinta. Kesadaran cinta bahwa kita sebagai anak amat berhutang budi pada orang tua, kesadaran yang mau tidak mau melahirkan cinta pada ibu atau orang tua dan itu akan menjadi suatu kesyukuran dan terima kasih yang tidak terhingga harganya. Begitulah semestinya. Jika ini tidak ada maka yang dipertanyakan adalah kesadaran dan dimabuk dunia bisa menghilangkan kesadaran cinta. Hanya orang-orang yang sadar cinta sajalah bisa mencinta. Sebaliknya ketika kesadaran tercerabut oleh urusan dunia atau ditindih dalam keangkaramurkaan maka cinta menyirna dan bahkan hidup tanpa cinta. Mereka kehilangan cinta pada diri, keluarga, negara, dan agama. Semuanya perjuangan yang mesti disadari dan dicintai malah dicaci dan dimaki. Lalu tanpa cinta gelisah berkepanjangan.
Dalam kerangka merenung kata cinta kiranya landasan berpikir kita akan berkembang kearah yang lebih hakiki kepada hakikat diri, kesadaran, dan cinta. Kita telah diciptakan Tuhan kita dari tiada menjadi ada, lalu dari setetes mani menjadi bentuk yang sempurna. Lalu sampai kita membaca tulisan ini pun penciptaan kita masih berlangsung menuju fase demi fase hingga nanti tua dan dipindahkan ke dunia lain. Betapa yang menciptakan ini amat baiknya pada kita dengan fasilitas yang diberikannya kepada kita. Panca indera, akal, pikiran, nafsu, tubuh yang cantik, dan banyak pemberian yang tidak terinci satu persatu. Ya, betapa bijaksana-Nya yang menciptakan kita, Maha Pengatur-Nya, Maha Sempur-Nya, Maha Kasih Sayang-Nya. Dialah Allah Tuhan Maha Esa, Allah tempat bergantung semua makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan Allah Yang Maha Tinggi. Dengan kenyataan itu dan sepenuh kesadaran yang mendalam maka sebenarnyalah kita harus mencitai Allah, tuhan yang hidup kita adalah rahmat dari-Nya dan ia amat mengasihi dan menyayangi kita.
Lalu kenapa ada yang tidak mencintai-Nya? Alasan apakah yang bisa kita berikan? Adakah alasan selain ketidaksadaran pada kasih dan nikmat-Nya. Jika hal demikian terjadi itu bukan lagi kekeliruan tetapi adalah kesalahan besar. Akan kemanakah kita kalau bukan akan kembali kepada-Nya? Ia berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 28, yang artinya “mengapa kamu jadi penentang Allah padahal tadinya kamu mati kemudian Ia hidupkan kemudian Ia matikan lalu kamu akan dihidupkan lagi kemudian kepada-Nya kamu semua kembali”. Allah bertanya dan kita mesti merenungkan cinta kita. Semua selain Dia akan musnah maka cinta-cinta kita kepada makhluk-Nya juga akan musnah. Hanya cinta karena Allah yang akan bertahan. Hanya Allah sajalah yang kekal dan mencintai yang kekal akan menjadikan pencinta bersama yang kekal. Jika kita tidak mencintai-Nya merugilah diri ini sedangkan Dia tetap berbuat baik dengan memberi hidup pada diri kita. Sejatinya fitrah yang murni itu adalah aku harus cinta pada Tuhanku Allah Yang Maha Esa dan mencintai orang-orang yang mencintai-Nya, yaitu cinta dengan menunjukkan usaha, perjuangan, pengorban, kebenaran, dan kesabaran. Cinta perwujudan kata kerja bukan hanya sebatas perasaan, nafsu, dan emosi. Ya Allah, wahai Yang Maha Mencitai berilah kami rezeki dapat mecintai-Mu dan mencitai orang-orang yang mencitai-Mu dan kasihanilah kami dengan cinta-Mu. Padang, 11-04-2011.
1 komentar:
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat
Posting Komentar