Dimuat dalam majalah Ilmiah SALINGKA VOLUME 10 NOMOR 2 Edisi DESEMBER 2013 h 184-197
PROBLEMA PERJODOHAN TOKOH WANITA
DALAM
NOVELET TAKBIR CINTA ZAHRANA
KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Oleh: Abdurahman
FBS Universitas Negeri Padang
Surel: abdurahaman.padang@gmail.com
.
Abstrac
This
article contains an analysis of the matchmaking problems faced Zahrana figures in the novella "Takbir Cinta
Zahrana" El Shirazy Habiburrahman
in 2007. By deskripstif method and
contents analisis we found that
Zahrana figures fail matchmaking due to underestimate or look down on
other people's professions, without consideration, and too focused on academic
careers. In addition, figures Zahrana reject the proposed candidate is not idiologis,
prospective divorce and remarriage, a married candidate, the candidate can not
read the Quran, and the candidate dies in an accident. Zahrana matchmaking problems are problems that
merealitas in life now. Therefore matchmaking problem in this novella can be a comparison in building the reader
insight matchmaking issues.
Key
word: nonella, analisys, matchmaking
A.
Pendahuluan
Wanita sebagai salah satu kekuatan
sosial mempunyai hak, tanggung jawab, dan berkewajiban yang sama dengan
kekuatan sosial lainnya dalam rangka mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Sasaran pembangunan dalam kemerdekaan tidak lain adalah untuk menciptakan keluarga
dan masyarakat sejahtera yang diridai oleh Tuhan Yang Maha Esa (Subardini dkk,
200:3). Dalam kerangka menciptakan
keluarga atau bangsa yang berkualitas itu, wanita mempunyai hak yang sama
dengan kaum lelaki sehingga tidak ada halangan bagi seorang wanita saat ini
untuk mencapai karir akademiknya setinggi-tingginya seperti kaum laki-laki.
Dalam meniti karir akademik, wanita adakalanya
menemui dilema ketidak-seimbangan antara kemajuan karir akademik dengan
kemajuan karir membina rumah tangga. Bisa jadi seorang wanita hanya terfokus
membina karir akademik dan sebaliknya, ada wanita kurang beruntung dalam karir
akademiknya, boleh jadi mereka cuma tamat sekolah menengah atas saja atau lebih
rendah lagi. Yang sangat beruntung tentu wanita yang maju dalam karir
akademiknya, dapat meraih prestasi akademik tertinggi dan juga berhasil dalam
membina karir rumah tangga, serta
bahagia dalam berumah tangga.
Wanita dalam kondisi yang kurang
beruntung dalam membina rumah tangga dan sukses dalam karir akademik tidak
terlepas dari persoalan, konflik, dan kekerasan (verbal) dalam kehidupan.
Penyebab konflik dan persoalan yang menghinggapi wanita tidak hanya berasal
dari rumah tangga tetapi dapat berasal dari akibat hubungan dengan lingkungan
yang kompleks. Statusnya dalam rumah tangga dan kedudukan sosialnya dalam
masyarakat dapat menimbulkan friksi-friksi psikologis yang menjurus pada
konflik dan kegelisahan. Kontrakdiksi penghargaan masyarakat terhadap karirnya dengan
kenyataan status rumah tangganya dapat menimbulkan hal yang menjurus pada
pertentangan yang tidak menyamankan. Norma yang berlaku umum dengan norma
individual seorang wanita dapat menghasilkan konflik batin yang ruwet untuk
dinyatakan secara transparan. Sepertinya di mana pun akan selalu ada persoalan
dan konflik yang terjadi dalam kehidupan wanita karir karena adanya
ketidaksesuaian antara keinginan dengan harapan menurut diri atau menurut orang
di sekitarnya.
Sejalan dengan pikiran di atas
Djojosuroto (2006:22) lebih jelas megatakan bahwa persoalan hidup manusia (wanita)
yang tidak kalah rumitnya dengan persoalan diri sendiri adalah persoalan
hubungan antara manusia lain dengan bermasyarakat dalam lingkungan sosial. Mencermati
hal itu, kehadiran novelet “Takbir Cinta Zahrana” karya Habiburrahman El
Shirazy seakan memotret bagaimana persoalan tersebut sepertinya karya sastra itu
lahir dari persoalan perjohan wanita. Novelet itu mencerminakan kehidupan yang tidak terlepas
dari persoalan hidup tokoh wanita. Kehadiran
novelet itu mengajak pembaca untuk menyadari sepenuhnya bahwa kenyataan itu
ada. Dengan kepiawaiannya pengarang menggambarkan dan menceritakan persoalan
wanita yang lebih emosionalistik dibandingkan kenyataan yang sebenarnya
sehingga apa yang ditawarkan karya sastra ini berupa masalah wanita dapat
memancing tetesan air mata pembaca dibanding hanya melihat peristiwa itu
terjadi dalam realitas sosial.
Tawaran karya sastra terhadap persoalan
dan konflik wanita berupa gambaran problema perjodohan merupakan masalah
individual dan sosial yang dapat dianalisis karena hal itu diceritakan mulai dari fenomena
perjodohan, penyebab fenomena, konflik, dan penyelesaian cerita yang solutif
yang mengarahkan tokoh (Zahrana) menjadi wanita terhormat dan bahagia.
Objek analisis artikel ini
adalah novelet “Takbir Cinta Zahrana” karya Habiburrahman El Shirazy yang
terkodifikasi dalam tajuk “Dalam Mihrab Cinta” yang diterbitkan tahun 2007,
memuat persoalan tokoh wanita, Zahrana. Dalam tajuk “Dalam Mihrab Cinta, novelet
Takbir Cinta Zahrana merupakan novelet yang ditempatkan paling awal bersamaan
dengan novelet “Dalam Mihrab Cinta” dan
novelet “Mahkota Cinta”. Dalam analisis ini Takbir Cinta Zahrana dipilih karena
lebih menonjolkan persoalan wanita, yaitu persoalan karir akademik dan karir
rumah tangga. Persoalan perjodohan yang ideal menurut logika dengan realitas
yang ditemui. Persoalan hidup dengan idealis yang harus dipertahankan serta
suka-dukanya, serta keyakinan hidup yang menyelamatkan. Persoalan itu juga yang
mengundang kegelisahan, kecemasan, tragedi, kesabaran,dan kebahagiaan.
Tokoh Zahrana sebagai seorang tokoh wanita gadis yang sukses membangun
karir akademik tetapi mengalami suka duka dan malah sering kurang beruntung
dalam membangun perjodohan untuk berumah tangga. Dalam sekapur sirih novelet
pembangun jiwa itu pengarangnya, Shyrazy, mengatakan bahwa “Novelet Takbir
Cinta Zahrana” merupakan cerita yang diangkat dari kisah nyata. Saya mencoba
menulis tentang indahnya ketegaran dan ketulusan di jalan Allah. Saya juga mencoba me-muhasabah-i (merenungkan) tindakan orang seperti Zahrana yang lebih
mementingkan karir akademik daripada karir membangun rumah tangga dan membina
generasi. Akademik dan karir bagi si apa pun, memang penting, tetapi membangun
rumah tangga dan membina generasi juga tidak kalah pentingnya. Alangkah baiknya
jika kedua-keduanya berjalan seiring dan seirama. Itulah yang yang saya
harapkan dari “Takbir Cinta Zahrana” dengan menyajikan “kasus” Zahrana.
Dalam kepentingan membangun dua karir yang
menjadi pilar kehidupan yang tidak seimbang itulah Zahrana mengalami persoalan
duka lara, getir, dan sekaligus mengharukan. Persoalan perjodohan yang tidak
sepi dari konflik batin dan konflik sosial dengan orang-orang di sekitarnya.
Membaca cerita Zahrana serasa tidak bedanya dengan membaca realitas yang
sebenarnya. Gambaran bagaimana pertentangan kehidupan akademik di kampus dengan
keinginan kehidupan pribadi yang tidak pernah tersentuh oleh pengetahuan orang umum
dan juga sistem pembinaan staf kampus. Persoalan seperti itu adalah persoalan yang menarik untuk
dibicarakan dan urgen untuk menghadapi masa depan wanita karir. Oleh karena itu,
pembahasan terhadap novelet ini merupakan suatu yang penting dilakukan.
Sebagai pemandu penelitian ini maka diajukan pertanyaan penelitian
sebagai berikut. (a) Persoalan apa saja
yang dihadapi tokoh Zahrana sebagai tokoh wanita dalam novelet Takbir Cinta
Zahrana? Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka yang menjadi tujuan
penelitian adalah mendeskripsikan dan mengungkapkan serta membahas persoalan tokoh
wanita Zarana dalam novelet Takbir Cinta Zahrana.
Hasil kajian terhadap persoalan dan
pandangan tokoh terhadap tokoh wanita dalam
karya sastra atau novelet diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi wanita gadis khususnya dan
umumnya semua lapisan masyarakat dalam
menyikapi berbagai persoalan hidup. Di samping itu, temuan ini juga diharapkan
dapat membantu guru-guru sastra dalam menghayati kesusastraan dan menjadikannya bahan bahasan dalam
pengajaran sastra di sekolah. Analisis
ini juga dapat menjembatani pemahaman pembaca dengan karya sastra.
Sebagai kerangka teoretis penulis membahas
hakikat novel, kajian wanita dalam
sastra, pendekatan sosiologi sastra. Pertama, novel berasal dari bahasa Inggris
yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia . Kata novel berasal dari
bahsa Itali yaitu “novella” (dalam
bahasa Jerman “novelle”). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru
yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa
(Abrams dalam Nurgiyantoro,199:9). Sekarang istilah novella dan novelle
mengandung arti yang sama dengan istilah novellet dalam bahasa Indonesia .
Novellet berarti sebuah karya prosa fiksi yang cukup panjang artinya tidak
terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Menurut Nugiyantoro (199:31-32) novel
merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan
sesuatu secara tidak langsung. Novel sebagai salah satu produk sastra memegang
peranan penting dalam memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk menyikapi
kehidupan manusia, misalnya dapat diambil beberapa pelajaran untuk memahami hakikat
kehidupan. Novel tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dalam
masyarakat. Perkembangan masyarakat mempengaruhi perkembangan novel sebagai
sebuah karya sastra. Novel juga merupakan wadah penyampaian ide-ide pengarang.
Melalui novel pengarang menuangkan permasalahan kehidupan dengan bantuan
imajinasi. Namun imajinasi tidak akan berkembang bila tidak mempunyai
pengetahuan yang memadai tentang realitas objektif. Selanjutnya, Semi (1988:32)
mengemukakan bahwa novel adalah suatu cerita yang mengungkapkan kehidupan
manusia pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan lebih tegas. Novel
juga mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan dalam kehidupan.
Pada hakikatnya
karya sastra membicarakan tentang masalah manusia dan kemanusiaan, masalah
hidup dan kehidupan. Menurut Semi (1984:55) ada
tiga unsur yang dapat dicermati yaitu; (1) kesusastraan mencerminkan
sistem sosial yang ada dalam masyarakat, (2) kesusastraan mencerminkan sistem
ide dan sistem nilai dan, (3) kesusasteraan mencerminkan bagaimana mutu
peralatan kebudayaan. Jadi, novel adalah hasil rekaan atau imajinasi pengarang
yang menggambarkan kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk cerita dan
bahasa sebagai mediumnya. Melalui novel pengarang mengangkat permasalahan yang
ada dalam kehidupan,. Sehingga dapat memberikan manfaat untuk pembaca (Darma, 200).
Oleh
karena itu, dalam mengisahkan realitas dibutuhkan keberanian, kepekaan,
dan keberpihakan pengarang terhadap
pokok persoalan yang ditawarkan dalam cerita. Keberpihakan utuh yang didasari
dan diperuntukkan oleh nurani dan kejujuran demi mempertahankan prinsip-prinsip
kemanusiaan dan kebenaran realitas.
Dengan demikian, proses kreatif pengarang bukan hanya tertuju pada kekuatan perekaan dan pengamatan semata,
melainkan didukung pula dengan adanya persinggungan dengan konteks histories,
psikologis, dan cultural yang mempengaruhi karya sastra tersebut. Oleh karena itu,
aksi kemanusiaan dalam novel tidak dapat terlepas dari mempersoalkan eksistesi
manusia dalam segala segmen kehidupan cerita yang disampaikan pengarangnya.
Kedua, kajian wanita dalam karya sastra telah
dilakukan melalui pendekatan yang disebut dengan feminisme. Paham feminisme
dalam budaya Barat telah berkibar sejak 1960-an. Tujuan inti adalah meningkatkan
kedudukan dan derajat wanita agar sama atau sederajat dengan kedudukan
laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup
berbagai cara termasuk melalui sastra. Kritik kaum wanita telah menjadi salah satu bidang utama
pertumbuhan kritik sastra sehingga melahirkan karya seperti Thinking About Women oleh Mary Elman. Yang menjadi konsep utama pendekatan
feminisme adalah masalah dimensi moral dan politik. Citra kritik feminisme
terutama berkaitan dengan bagaimana karakter-karakter wanita diwakili dalam
sastra, terutama dalam karya sastra yang ditulis oleh kaum pria. Josephin
Donovan tokoh penting dalam kritik
feminisme berpendapat bahwa pririoritas utama adalah mengubah pandangan tokoh
dan karakter wanita dalam sastra yang ditulis oleh kaum pria dilihat sebagai
yang lain atau sebagai objek perhatian jika mereka melayani atau menyimpang
dari tujuan protagonis laki-laki. Sastra seperti asing dari sudut pandang
wanita karena ia menolak keberadaan dirinya.
Ratna (200) menyatakan bahwa
feminisme sebagai gerakan kaum wanita menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan,
baik dalam bidang politik, ekonomi, dan kehidupan sosial pada umumnya.
Feminisme menggabung doktrin persamaan hak bagi wanita berupa gerakan
teorganisasi untuk mencapai hak asasi wanita dan sebuah idiologi transformasi sosial bertujuan untuk menciptakan
dunia bagi wanita melampaui persamaan sosial yang sederhana. Secara umum
feminisme merupakan idiologi pembebasan wanita dari anggapan bahwa wanita
mengalami penderitaan dan ketidakadilan
karena jenis kelaminnya wanita.
Dalam kajian sastra fokus
pembicaraan yang menyangkut masalah eksistensi wanita dapat dilihat peranan
tubuh wanita sebagai pembawa keturunan, pengalaman wanita, wacana, seksualitas,
kondisi sosial dan ekonomi. Pada umumnya semua karya sastra yang menampilkan
tokoh wanita dapat dikaji dengan
pendekatan feministic. Yang menjadi objek kajian pada tokoh wanita
adalah peranan tokoh wanita, hubungan tokoh wanita dengan tokoh lain,
perwatakan tokoh wanita, sikap pengarang, penampilan tokoh wanita.
Ketiga, dalam pengaruh perubahan
nilai-nilai yang timbul dan mengingat kehidupan masyarakat sangat kompleks,
tidak dapat dipungkuri bahwa terdapat perbedaan pendapat tentang fungsi wanita
yang tugas pokoknya sebagai ibu rumah tangga dengan pembagian tugas dalam
melaksanakan pekerjaan, pengurusan rumah tangga dan pemeliharaan keluarga. Dalam
hal ini ditunjukkan berbagai hal yang
dapat menimbulkan kontradiksi mengenai tugas pokok rumah tangga dengan
pekerjaan di luar. Bertambahnya wanita karir, kesempatan meraih pengetahuan dan
gelar kesarjanaan dan bertambah lebarnya kesempatan untuk membangun, dan
dorongan ekonomi menjadikan hal tersebut semakin kentara. wanita masa kini
tidak menginginkan persamaan hak saja tetapi mereka dalam segala hal berpacu
dengan kaum laki-laki. wanita masa kini tidak hanya mempunyai monofungsi tetapi
merupakan wanita yang multifungsi seperti kaum laki-laki (Notopuro, 1984).
Penting artinya wanita sebagai
pendamping laki-laki dalam keluarga dapat diwujudkan apabila wanita sebagai ibu
dan laki-laki sebagai bapak berada dalam keseimbangan keselarasan dengan
landasan pengertian, kesadaran, dan pengorbanan. Kedudukan wanita menjadi dua
belahan, yaitu untuk anak dan suami. Oleh karena itu, untuk masuk pada fase ini
seorang gadis harus selektif memilih pasangannya. Namun jika pencariannya terlalu idealis maka masalah kurang cocok dan
berbagai pertentangan akan mengemuka (Subardini, 200). Peran wanita juga
terkait dengan kedudukannya. Khalil (198) mengemukakan kedudukan wanita itu
ada tiga macam, yaitu wanita selaku putri, wanita selaku istri, dan wanita selaku
ibu. Berdasarkan kedudukannya maka wanita mempunyai peran sama satu dengan
lainnya dalam masing-masing kedudukan.
Keempat, sosiologi pada umumnya
membicarakan hubungan sosial antara manusia dengan keluarga, manusia dengan
politik, dan lembaga-lembaga lainnya. Karya sastra seagai cerminan kehidupan
masyarakat tidak terlepas dari hal itu. Oleh karena itu, dalam sosiologi sastra
pembicaraan dimulai dari aspek sosial dalam karya sastra kemudian kemudian
menghubungkan karya sastra dengan genre dan masyarakat (Junus, 1986).
Sastra berusaha menampilkan keadaan
masyarakat dengan secermat-cermatnya. Welek & Warren (1989) mengemukakan
bahwa sastra dapat dikaji dari sudut sosial sejauh mana ia ditentukan oleh masyarakat
dan tegantung pada latar sosial, perubahan sosial, dan perkembangan sosial.
Cara yang ditempuh dalam menganalisis dapat dengan dua cara yaitu: pertama,
mulai dari lingkungan (konteks) masyarakat lalu menghubungkan faktor-faktor
luar itu dengan yang terdapat dalam karya sastra. Kedua, mulai dari karya
sastra lalu menghubungkan dengan faktor-faktor kemasyarakatan.
Penelitian ini termasuk jenis
kualitatif dengan teknik analisis isi dan termasuk penelitian kepustakaan. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, metode
yang digunakan adalah metode deskriptif. Temuan masalah tokoh wanita dalam
paparan ini didukung dengan kutipan teks cerita untuk meyakinkan kebenaran
pernyataan yang dimaksudkan. Sumber data
adalah novelet Takbir Cinta Zahrana dalam tajuk Dalam Mihrab Cinta halaman 13-83, karya Habiburrahman El Shirazy,
cetakan ke-1 Juni 2007 yang diterbitkan
oleh Penerbit Republika. Langkah-langkah analisis data melalui langkah-langkah
sebagai berikut: 1) membaca novelet, 2) menganalisis bagian yang terkait dengan
persoalan wanita atau tokoh Zahrana, 3) menginterpretasi, 4) menarik
kesimpulan.
B.
Hasil
Penelitian
1.
Masalah
Tokoh Wanita (Zahrana) dalam Novelet Takbir Cinta Zahrana
Pada bagian ini dibahas masalah tokoh Zahrana
sebagai tokoh wanita. Untuk itu, akan dibicarakan kedudukan tokoh Zahrana,
masalah yang dihadapi dan penyebabnya, dan pandangan tokoh lain terhadap
Zahrana dalam novel Takbir Cinta Zahrana berdasarkan alur cerita.
a.
Kedudukan dan Persoalan Tokoh Zahrana
Tokoh
Zahrana adalah seorang gadis, anak tunggal
dari Pak Munajat dan istrinya. Dalam rumah tangga kedudukan Zahrana
adalah sebagai wanita putri. Oleh
karena itu, perannya sebagai putri ditunjukkan dalam berbagai peristiwa. Sikap itu
juga ditunjukkannya ketika dilamar Pak
Karman , ia nampak
sebagai seorang yang teguh, cekatan, rendah
hati, dan santun. Berikut kutipannya:
“Ia meneguhkan jiwa, menata hati, ia
memprediksi gaya
bahasa yang akan di sampaikan Pak Karman dan menyiapkan gaya bahasa yang tepat untuk menjawab. Ia
juga tidak lupa menyiapkan hidangan yang pantas untuk menghormati tamu. Ruang
tamu telah ia rapikan. Bunga-bunga ia tata, dan sarung bantal ia ganti dengan
yang baru. … Dan ia kembali meneguhkan prinsipnya dalam menghadapi siapa pun;
harus tenang, bicara yang tepat, rendah hati, dan santun.” (TCZ:19).
Keteguhan
jiwanya terganggu jika mengingat umurnya yang sudah tiga puluh empat.
Seharusnya, dalam usia demikian Zahrana dalam keluarga sudah berkedudukan
sebagai wanita istri namun hal itu
belum jua terwujud. Dalam keadaan seperti itu Zahrana sudah tidak bisa lagi
menerima kedudukannya sebagai putri dan harapannya menjadi istri belum jelas
titik terangnya. Hal itu, menyebabkan persoalan rumit bagi Zahrana dan membuat
dia menderita terutama secara batin.
“Umurnya
sudah tidak muda lagi. Tiga puluh empat tahun. …Sudah tidak terhitung ia
menghadiri pernikahan mahasiswinya. Dan ia selalu hanya bisa menangis iri
menyaksikan mereka berhasil menyempurnakan separo
agamanya* (TCZ:16).
Dalam
realitas kehidupan bermasyarakat kedudukan sebagai putri dengan umur yang lewat
tiga puluh tahun memang menjadi beban mental yang berat. Bagi seorang wanita
usia sedemikian memang terasa sudah terlambat untuk berumah tangga mengingat
usia yang baik untuk melahirkan, keadaan subur wanita, serta perubahan fisik. Karena
itu status itu tidak menyenangkan bagi wanita itu sendiri dan juga bagi keluarga, dan
dapat menjadi bahan pembicaraan bagi
mulut-mulut usil yang tidak bertanggung jawab. Di sisi lain, ada perasaan yang
kurang daripada orang lain sesama wanita, merasa tidak laku, atau lebih
beratnya merasa rendah diri. Memang
Zahrana berhasil dalam membina karir akademik tetapi kelalaian membina karir
rumah tangga juga menjadi masalah yang sangat serius. Jika pun terjadi wanita terlambat
kawin masih menunjukkan keluwesannya dalam bermasyarakat tentu perasaan
sedihnya dia simpan jauh dalam hati dan akan dilampiaskan dengan menangis jika
ia sedang seorang diri dengan pertanyaan kapan ini akan berakhir.
Di
sisi lain kedudukan perkawinan menurut
keyakinan Zahrana adalah menyempurnakan separuh agama. Bila perkawinan telah
dilakukan maka nilai ibadah yang ia lakukan menjadi utuh tidak lagi bernilai
setengah. Siapa orang yang tidak harap dan mencita-citakan hal itu? Apalagi
Zahrana, ia tahu betul dengan keyakinan itu. Bagi Zahrana yang beriman, itulah
yang dimunajatkannya kepada Tuhan Yang Mahakuasa seperti kutipan berikut.
“Hanya ia yang tahu bahwa sejatinya ia sangat menderita. Ada satu hal
yang ia tangisi setiap malam. Setiap kali bermunajat kepada Sang Pencipta siang
dan malam. Ia menangisi takdirnya yang belum juga berubah. Takdir sebagai
perawan tua yang juga belum menemukan jodohnya. Dalam keseharian ia tampak
biasa dan ceria. Ia bisa menyembunyikan derita dan sedihnya dengan sikap tenangnya”
(TCZ:14).
Dalam novel Takbir Cinta Zahrana
(TCZ) kisah tokoh Zahrana dimulai ketika ia telah berkedudukan secara sosial berprofesi
sebagai dosen dengan prestasi yang membanggakan di perguruan tinggi swasta
terkenal di Semarang. Di saat itulah Zahrana
mendapat merasakan persoalan jodoh itu
menjadi masalah dalam hidupnya. Ada
tiga hal menyadarkannya akan masalah ini, yaitu saat umurnya tidak muda lagi,
yaitu telah tiga puluh empat tahun; ketika ia melihat teman-teman seusianya
telah memiliki anak dua, tiga, empat; dan ketika mahasiswi yang ia bimbing
skripsinya sudah banyak yang menikah.
Berdasarkan analisis di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa kedudukan Zahrana sebagai tokoh wanita adalah sebagai wanita putri namun kedudukan itu
sudah tidak diingininya lagi mengingat umurnya yang lebih tiga puluh tahun. Dengan kondisi sukses karir akademik
Zahrana juga mengalami keguncangan jiwa dalam menghadapi status memperjuangkan
karir rumah tangganya.
b.
Masalah Perjodohan Zahrana Masa Lampau di S-1
Untuk membeberkan masalah perjodohan
sebelumnya pengarang menyampaikan dengan alur sorot balik. Pengarang
menceritakan penyesalan Zahrana terhadap masa lalunya ketika di S1 dulu, yang
tidak mau menerima lamaran orang yang menyukainya. Dalam novel TCZ dilukiskan
kegagalan Zahrana dan penyebabnya. Di antaranya adalah: 1) Ia gagal menikah dengan Gugun yang
mati-matian mencitainya sejak awal kuliah karena ia meremehkan Gugun yang waktu
itu menurut dia tidak cerdas dan tipe lelaki kerdil. Sekarang Gugun sudah
sukses dalam beberapa usaha dan sudah punya anak (TCZ:14). 2) Ia gagal menikah
dengan kakak Yuyun temannya yang berprofesi jualan pakaian di Pasar Bringharjo
Jogja. Ia menilai lelaki dengan profesi itu tidak cocok dengan dirinya.
Sekarang kakak Yuyun telah sukses, tokonya besar dan mendirikan sekolah pula
(TCZ:15). 3) Sudah banyak orang yang melamarnya tetapi ia tolak dengan tanpa
pertimbangan. Dan sekarang ia menyadari bahwa ia harus rendah hati, bahwa karir
akademik bukanlah segalanya, bahwa hidup berproses, dan bahwa ia tidak nyaman
hidup sendiri dan harus mencari lelaki yang baik sebagai suami dan bapak
anak-anaknya. Berikut kutipan yang mendukung hal itu.
“Terkadang ia menyalahkan dirinya sendiri,
kenapa tidak menikah sejak masih S1 dahulu? Kenapa tidak berani menikah dengan
Gugun yang mati-matian mencintainya…Ia dulu memandang remeh Gugun …. Sekarang
Gugun sudah sukses (TCZ:14).
“…Yuyun dulu menawarkan kakaknya yang telah
membuka kios pakaian ….Ia masih memandang rendah pekerjaan jualan pakaian
dalam. Sekarang kakak Yuyun telah punya
toko pakaian dan sepatu yang lumayan besar di Jogja.”(TCZ:15)
“Dulu banyak yang datang kepadanya ia tolak tampa
pertimbangan.”(TCZ:15)
Dari
analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kegagalan perjodohan Zahrana masa lalu
adalah karena menganggap remeh orang lain, menganggap rendah profesi orang lain, tanpa pertimbangan dan
hanya terfokus pada karir akademik. Kegagalan perjodohan seperti ini banyak
ditemui dalam kasus yang sebenarnya dalam realitas objektif.
c.
Masalah Perjodohan Zahrana Setelah Bekerja
Untuk melukiskan perjodohan selanjut pengarang menggunakan alur lurus
dengan demikian persoalan Zahrana dengan mudah dapat diungkapkan. Ada beberapa perjodohan
yang dialami oleh tokoh Zahrana yang mempunyai kisah yang penuh mengharukan.
1)
Pinangan Pak Karman
Pak Karman adalah dekan di fakultas
di mana Zahrana mengajar dengan titel haji, master luar negeri, dan pengusaha
pom bensin. Ia dipertemukan dengan Pak Karman melalui bantuan Bu Merlin,
pembantu dekan I, orang kepercayaan Pak Karman yang juga memberi informasi
kerja kepada Zahrana waktu melamar menjadi dosen. Mengingat kedudukan dan
status Pak Karman, Zahrana dapat menerimanya namun ada yang ia tidak suka
dengan sifat Pak Karman, yaitu suka mengencani mahasiswi diam-diam di kampus.
“Hari ini ia kembali di uji. Seorang akan
datang untuk meminangnya. Ia masih bimbang harus memutuskan apa nanti. … Kali ini yang datang bukan orang
sembarangan. Pak H. Sukarman, M.Sc. Dekan Fakultas Teknik tempat dia mengajar”
(TCZ:17).
“
Namun jika ia teringat apa yang dilakukan Pak Karman pada beberapa mahasiswi
yang dikencani diam-diam, ia tak mungkin memaafkan (TCZ:18).
Karena merasa hormat dengan Bu Merlin, Zahrana
tetap menerima kedatangan rombongan lamaran Pak Karman. Pak Darmanto jubir Pak
Karman menyampaikan maksud kedatangan rombongan, yaitu lamaran terhadap
Zahrana. Yang menjawab ayah Zahrana tetapi ia tidak memberi peluang dan
menyerahkan jawaban pada anaknya. Zahrana menjawab bahwa perkerjaan tergesa-tega
adalah dari setan karena itu ia minta janji tiga hari dan ia sendiri akan
memberikan jawaban kepada Pak Karman. Akhirnya Zahrana memutuskan menolak pinangan Pak Karman dengan sepucuk surat . Inilah isi surat Zahrana.
“To the point saja, tanpa mengurangi rasa
hormat saya kepada Bapak, saya ingin menyampaikan bahwa saya belum bisa
menerima pinangan Bapak. Semoga Bapak mendapatkan yang lebih baik dari saya.
Mohon maklum dan maaf jika tidak berkenan.
Pak Karman kecewa dan marah, kemarahannya ia
lampiaskan dengan meneror Zahrana melalui SMS. Berikut bunyi SMS-nya.
“Apa khabar perawan Tua? Kelapa itu semakin tua
semakin banyak santannya. Banggalah jadi perawan tua.”
Ujung dari pinangan Pak Karman, Zahrana meninggalkan kampus dengan mengundurkan diri
dan mencari pekerjaan baru demi menghindari konflik dengan Pak Karman. Hal itu
juga sesuai dengan saran Bu Merlin yang walaupun kecewa dengan Zahrana tetapi
bersikap baik padanya. Peristiwa berhentinya Zahrana menjadi dosen juga
mendapat perhatian dari kolega dan mahasiswanya terutama Pak Didik, Nina dan
Hasan yang mengurusi surat-surat dan barang-barangnya. Mengetahui pengunduran
diri Zahrana, Pak Karman makin marah. Cerita berikutnya tokoh Zahrana melamar
jadi guru Pesantren Al Fatah. Di sana
ia berharap bisa menemukan jodohnya.
2) Tawaran/Pinangan
Pak Didik
Pak Didik adalah rekan kerja Zahrana
di kampus teknik. Ia mengetahui Pak Didik menyukainya melalui email
waktu itu sedang memeriksa tugas siswanya di komputer. Pak Didik menawarkan
kepada Zahrana menjadi istri kedua. Berikut ini kutipan email Pak Didik.
“… Maaf to
the point saja Bu. Saya menawarkan kepada ibu, sekali lagi maaf jika
dianggap lancang, untuk menjadi istri kedua saya. Saya yakin istri saya bisa menerimanya nanti” (TCZ:38).
Menerima
email Pak Didik tubuh Zahrana bergetar, matanya berkaca-kaca. Ia tahu apa yang
ia rasakan. Yang jelas bukan bahagia. Ia merasa betapa tidak mudah menjadi
gadis yang terlambat menikah. Dan betapa susah menjadi wanita (TCZ:39). Zahrana
tidak mengubris tawaran Pak Didik. Ia menilai ia tidak tega akan perasaan istri
Pak Didik, perasaan orang tuanya, dan sejujurnya ia tidak siap mejadi istri
kedua (TCZ:40).
3)
Calon dari Teman Ayah Zahrana
Sudah enam bulan Zahrana mengajar di STM
Al Fatah ia belum juga mendapatkan jodohnya. Setelah tawaran Pak Didik sudah
ada dua orang yang maju. Yang pertama, dibawa oleh teman ayahnya. Seorang
satpam di sebuah bank BUMN. Zahrana tidak lagi melihat status. “Hanya saja ia
tidak sreg karena satpam itu tidak bisa membaca Al-Quran sama sekali. Ia
membayangkan bagaimana anaknya kelak jika ayahnya buta Al-Quran. Alangkah
beratnya mengajar suami mengaji dan salat. Akhir ia memilih untuk menunggu yang
lain (TCZ: 42).
4) Calon
dari Teman Zahrana
Orang yang kedua, yang maju melamarnya dibawa oleh temannya sendiri,
Wati. Seorang pemilik bengkel sepeda motor. Duda beranak tiga. Ia sudah kawin
cerai tiga kali dalam waktu tiga tahun. Tiga anaknya adalah hasil kawin
cerainya dengan tiga wanita yang berbeda. Ia tidak mau jadi korban yang
keempat. Akhirnya ia tolak juga pemilik bengkel itu (TCZ:42).
5) Calon
dari Bu Nyai Pengasuh Pesantren
Calon yang
melamar sudah silih berganti tetapi belum ada yang cocok dengan keinginannya.
Kali ini ia sowan ketempat Bu Nyai dan Pak Kiai. Bu Nyai menawarkan santrinya
bernama Rahmad.
“Pendidikannya tidak tinggi. Ia hanya tamat
Madrasah Aliyah. Tidak kuliah. Baik akhlak dan ibadahnya. Tanggung jawabnya
bisa diandalkan. Ia dari keluarga pas-pasan. Anak kedua dari tujuh bersaudara.
Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk keliling. Dia duda tanpa anak dengan umur
29 tahun. Istrinya meninggal satu tahun yang lalu karena demam berdarah
(TCZ:46). Menilai calonnya kali ini Zahrana agak bimbang. Ia sudah mengatakan
pada Bu Nyai kalau ia mencari yang beragama saja tanpa melihat status sosial.
Tapi mendengar penuturan Bu Nyai tentang kondisi Rahmad ia jadi gamang. Setelah
melalui salat istikharah dan pertimbangan dari orang tuanya serta
teman-temannya ia akhirnya menerima tawaran Bu Nyai. Setelah Zahrana setuju berita itu disampaikan
pada Rahmad oleh Bu Nyai dan Pak Kiai.
Kali ini Rahmad yang merasa minder dengan Zahrana. Tapi Pak Kiai
berhasil meyakinkan Rahmad bahwa Zahrana itu baik hati, beragama, beriman, dan
salehah. Akhirnya, Rahmad juga menyatakan cocok (TCZ: 56).
Akad nikah dijadwalkan dua minggu lagi.
Zahrana sibuk membeli gaun pengantin dan membuat undangan. Ia mengundang
seluruh teman-temannya kecuali Pak Karman orang yang memusuhinya. Mengetahui
hal itu, Pak Karman marah dan geram. “Jangan sebut aku ini Karman jika tidak
bisa memberi pelajaran pahit pada wanita tengik itu. Geramnya sambil mukul meja
di ruang kerjanya”(TCZ:58).
Sehari sebelum hari H, persiapan pesta Zahrana dengan Rahmad nyaris
sempurna. Malam itu Zahrana tidur nyenyak. Tapi lain halnya dengan Rahmad ia ke
luar rumah, katanya ia dapat telepon untuk bertemu teman lama dan juga mau
membeli topi baru. Namun, sedihnya sampai tengah malam Rahmad belum pulang.
Kekhawatiran keluarganya tidak meleset, Rahmad dilaporkan polisi meninggal
ditabrak kereta api. Menilai kenyataan ini Zahrana jatuh pingsan berkali-kali
dan ia trauma. Lina temannya membawa ke rumah sakit. “Lebih baik aku mati Lin.
Aku nyaris tidak kuat!”(TCZ:64).
Derita
Zahrana ternyata tidak cukup sampai di situ. Tanpa sepengetahuannya, Pak
Munajat, ayahnya, yang memang telah renta tidak kuat menahan tekanan batin, dia
terkena serangan jantung dan meninggal menyusul calon menantunya (TCZ:68).
Ketika itu teman-teman pada datang mengucapkan belasungkawa. Zahrana kaget
ketika Pak Karman juga datang. Di hadapan Zahrana, Pak Karman berkata pelan
sekali, “Saya ikut berduka. Semoga almarhum berdua diterima di sisi-Nya. Saya
berharap semoga gaun pengantinmu benar-benar kau kembalikan ke Solo” (TCZ:68). Zahrana tersentak dan ia curiga kalau kematian
calon suaminya ada hubungannya dengan ancaman Pak Karman.
d.
Solusi Problema, Diterimanya Lamaran Ibu Hasan
Setelah
menghadapi masalah berduka kini Zahrana
lebih bertekad mendekatkan diri kepada
Allah. Ia teringat ucapan Bu Nyai “Kita semua milik Allah dan akan kembali
kepada Allah. Kita semua tunduk pada takdir-Nya. Yang paling berkuasa di atas
segalanya adalah Allah Swt.”(TCZ:73). Sejak itu Zahrana nyaris tidak pernah
meninggalkan salat malam. Ia labuhkan segala keluh kesahnya kepada Yang Maha
Menciptakan. Ia pasrahkan dirinya secara total kepada Allah. Dalam keheningan
malam ia berdoa,
“Ya Rabbi, ikhtiar sudah hamba lakukan,
sekarang kepada-Mu hamba kembalikan semua urusan. Ya Rabbi, aku berlindung
kepada-Mu dari semua jenis kejahatan yang terjadi di atas muka bumi ini. Ya
Rabbi, aku mohon kepada-Mu segala kebaikan yang Engkau ketahui. Dan berlindung
kepada-Mu dari segala hal buruk yang Engkau ketahui” (TCZ:73).
Bulan
Ramadhan datang. Zahrana semakin menikmati ibadahnya. Bulan itu ia mendengar
kematian Pak Karman ditusuk mahasiswanya yang pacarnya dicabuli Pak Karman di
ruang kerjanya. Ia lalu bertakbir dalam hati karena musuhnya sudah dibinasakan
Tuhan. Dan kini ia bersemangat kembali menempuh hidupnya. Suatu sore setelah salat Ashar ia ke warung
membeli bahan membuat kolak untuk buka
puasa. Tiba-tiba ada mobil sedan berhenti di depan rumahnya. Rupanya yang
datang ibunya Hasan eks mahasiswanya, dokter Zulaikha yang pernah merawatnya di
rumah sakit waktu pingsan dulu. Setelah bicara, bu Zul menyampaikan pada
Zahrana bahwa dua hari yang lalu anaknya Hasan minta nikah dan ia minta
pertimbangan pada Zahrana. Zahrana mengerutkan dahi lalu ia berkata, .“Kalau
menurut saya pribadi tidak ada salahnya Hasan menikah baru ke Malaysia. .. .
Toh Malaysia-Indonesia itu dekat. Sekarang tiket pesawat juga murah”(TCZ:77).
“Apa menurut ibu, Hasan sudah layak menikah?...
Menurut saya Hasan sudah layak menikah…ia bisa diandalkan tanggung jawab dan
kepemimpinannya”. Semoga saja saya kenal dengan calon Hasan itu. Apa ia kuliah
di fakultas teknik? Bukan Bu, Saya langsung saja ya Bu. Maaf sebelumnya, Hasan
meminta kepada saya untuk melamar Bu Zahrana. (TCZ:78).
Zahrana
kaget, dia tidak percaya. Ia kuatir jika Bu Zul membuat perhitungan dengannya.
Tapi Bu Zul meyakinnya. Akhirnya ia tidak bisa berkata apa pun, semua sudah
jelas disampaikan Bu Zul. Dalam menerima tawaran Bu Zul ia mengajukan satu
syarat, yaitu nikah malam itu juga setelah selesai salat tarwih di masjid dekat
rumahnya. Begini katanya, “Tidak. Ibu kan
sudah tahu cerita saya selama ini. Apa ibu ingin saya mati kaku gara-gara saya
tidak jadi nikah lagi. Saya tidak ragu dengan keseriusan ini. … Bagi saya lebih
ya nanti malam, atau tidak sama sekali.”
Pada
malam kedua di Bulan Suci Ramadhan itu, apa yang diharapkan Zahrana terjadi.
Akad nikah setelah salat tarwih disaksikan oleh jamaah yang membludak. Mereka
turut terharu dan menangis tersedu-sedu. Malam itu, Zahrana sangat bahagia sama
halnya dengan Hasan. Usai nikah Hasan mengajak Zahrana naik mobilnya menuju
hotel termewah di kota
Semarang . Di
hotel dengan penuh kekhusukan Zahrana menunaikan ibadahnya sebagai seorang
istri. Kebahagiaan Zahrana di malam itu menghapus semua deritanya yang
dialaminya. Malam itu benar-benar malam kesaksian Zahrana atas Tasbih, Tahmid,
dan Takbir Cinta yang didendangkan Allah ‘Azza
wa Jalla kepadanya (TCZ:83-84).
Dari
uraian di atas dapat diketahui kegagalan perjodohan tokoh Zahrana, yaitu tidak
mau menerima orang tidak bermoral, tidak mau menjadi istri kedua, tidak mau
menerima orang tidak bisa baca Al-Quran, tidak mau menjadi korban lelaki yang
kawin-cerai. Kegagalan kawin dengan Rahmad memang sudah takdir Tuhan. Rahmad
meninggal sehari sebelum menikah dengan Zahrana.
Zahrana
akhirnya dapat menikah dengan situasi yang tidak diduga-duga selama ini.
Ternyata Hasan, mahasiswa bimbingan itu sangat mengaguminya. Dan ia juga dapat
bersilaturahmi dengan ibu Hasan dalam hal yang tidak terduga, yaitu ketika
sakit pingsan atas kematian Rahmad. Dan kedatangan pinangan Bu Zul pada Zahrana
suatu yang tidak diduganya. Inilah jodoh dikejar tak tertangkap, tak dikejar
datang sendiri. Semuanya Tuhan Yang Menciptakanlah yang mengaturnya.
C.
Interpretasi Persoalan Perjodohan Zahrana
Masalah perjodohan yang ditampilkan pengarang
dalam TCZ ini merupakan persoalan yang dapat dijumpai dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu, masalah ini tidak hanya lagi masalah individu tetapi sudah
merupakan masalah sosial yang perlu dicarikan solusinya. Dalam kehidupan bermasyarakat terlambat
menikah menjadi suatu yang tabu tetapi terlalu dini juga merupakan hal yang
sering ditentang. Masalah perjodohan
memang suatu yang susah-susah gampang pada zaman di mana pendidikan sudah
tinggi. Ada
yang mudah dan ada yang sulit seperti Zahrana. Beruntung orang-orang dahulu
mereka tidak terlalu memilih dan pilihannya hanya dipercayakan pada orang tua
dan mereka dijodohkan saja. Tapi hal itu bagi kalangan yang sudah mengecap
pendidikan tidak terterima, seperti
Hanafi yang dijodohkan orang tuanya dalam “Salah Asuhan”. Orang berpendidikan
cenderung mencari dan memilih jodoh sendiri.
Dalam
pertimbangan mencari jodoh itu ada gejala memilih yang sangat selektif di
antara individu berpendidikan. Seperti kisah Zahrana pada masa S1 pada usia
masih muda banyak yang suka dengan dia tapi ia menolaknya dengan pertimbangan
yang ideal seperti kaya, cerdas,
berprofesi menjanjikan. Akhirnya, dengan pertimbangan itu tidak seorang pun
yang masuk kriterianya dan ia gagal
kawin muda. Kemudian alasannya tentu ia harus fokus pada karir akademik.
Padahal tidak sedikit orang yang menikah masih kuliah dan karir akedemiknya
juga berhasil.
Dalam
cerita ini perjodohan dalam usia terlambat digambar lebih bermasalah dibanding
menikah di usia muda. Dengan kondisi umur tiga puluh empat tahun yang banyak
menawar Zahrana tidak lagi yang seumur. Zahrana banyak ditawar duda seperti
Karman dan Satpan, tukang bengkel, dan Rahmad. Dan kebanyak dari mereka adalah
orang-orang sudah bermasalah dalam berkeluarga. Jodoh harus dipilih dan kalau seandainya
Zahrana masih saja memilih maka ia tidak dapat jodoh.
Dalam
novel ini nampaknya pengarang memberikan solusi yang dalam masyarakat tidak
banyak ditemui, yaitu kawin dengan suami usia lebih muda. Hasan berjodoh dengan
Zahrana padahal Hasan adalah mahasiswanya. Pengarang di sini memberikan pencerahan untuk penyelesaian bahwa yang
penting seide dan sekeyakinan. Masalah umur berbeda lima tahun itu bukanlah suatu penghalang.
Dalam cerita ini, pengarang mengarahkan bahwa yang mengejar Zahrana adalah
Hasan, yaitu lelaki yang lebih muda. Semuanya
itu terjadi karena ia kembali kepada Allah swt. dan meminta dengan beribadah
kepada-Nya.
Persoalan
perjodohan Zahrana memberikan pelajaran kepada pembaca untuk memikirkan masalah
perjodohan dengan sebaik-baiknya. Tidak asal jodoh tetapi dengan keriteria yang
logis dan kalau dapat berjodohlah dimasa umur idealnya. Berjodoh dalam usia
yang terlambat membuat beban batin yang
berat pada diri sendiri, orang tua, teman-teman, dan malah kolega. Di samping
itu, resiko yang tak terduga makin berat seperti meninggalnya orang tua, masa
usia subur yang terbatas, dan kemauan pria pada gadis usia muda. Semuanya akan
menumpuk masalah pribadi.
Pandangan tokoh lain terhadap Zahrana
seperti disimpulkan di atas bahwa semua
tokoh pada umumnya mengagumi kepribadian Zahrana dengan karir akademiknya.
Hanya saja dasar kekaguman yang berbeda. Ada
yang humanis seperti Bu Merlin dan Bu Zul, ada yang hedonis dan emosional
seperti Pak Karman. Ada yang agamis seperti Bu Nyai dan Pak Kiai, serta ada yang
logis seperti ayah dan ibu Zahrana, serta Hasan. Tokoh dengan pandangan minder terhadap
istri berprofesi hanya dimiliki tokoh Rahmad. Ada pandangan yang egois seperti tokoh
Pak Didik.
Pandangan tokoh Pak Karman dalam novel
ini dipertanyakan. Apakah memang sejauh itu buruknya moral seorang pemimpin
fakultas dalam menghadapi seorang perawan tua yang menolak lamarannya. Keadaan
ini bisa dipandang sebagai suatu yang bisa diterima dan bisa juga suatu yang
tidak masuk akal. Tetapi dengan kenyataan sekarang, dengan banyak kejahatan
yang dilakukan oleh orang berdasi, cerita ini jadi realistis. Memang begitulah
kenyataan yang banyak diketahui dari mass media. Kejahatan banyak dilakukan
oleh para pejabat yang tidak berhati nurani. Dengan demikian, kekerasan pada
wanita akan banyak dilakukan oleh orang seperti tokoh Karman.
Selain Karman semua tokoh lain yang ada
dalam cerita pada umumnya ingin membantu Zahrana. Hanya saja sudut pandang
berbeda menghasilkan tindakan yang berbeda. Oleh karena itu, kondisi perawan
tua sudah seharusnya dihindari baik bagi wanita muda atau para orang tua yang
memiliki anak gadis. Orang tua hendaknya berperan dalam masalah jodoh anaknya
tidak hanya membiarkan walaupun anaknya itu sudah tinggi pendidikannya, minimal
mengingatkan mereka.
D. Penutup
Berdasarkan analisis dan interpretasi yang sudah dilakukan pada bagian
sebelumnya maka diajukan kesimpulan dan
saran sebagai berikut. 1) Persoalan tokoh wanita Zahrana adalah persoalan
perjodohan dalam usia yang sudah terlambat dalam kondisi karir akademik yang
gemilang. Persoalan ini menimbulkan kekecewaan Zahrana terutama pada
beberapa perjodohan di masa S1 yang
gagal karena salahnya sendiri. Zahrana
gagal menikah di usia muda karena menganggap enteng orang lain, mengutakan
karir, dan tanpa pertimbangan. Perjodohan pada usia terlambat memberikan
pengalaman hidup yang lebih berat pada Zahrana dengan terjadinya konflik dengan
atasannya, putus kerja, dan diteror. Di sisi lain ada orang menawarkan jodoh
padanya tetapi tidak sesuai dengan harapannya dan membuat orang tuanya
kecewa. Persoalan yang paling miris adalah mati calon
suami sehari sebelum pernikahan. Namun, demikian setiap orang ada jodohnya dan jangan putus asa pada kuasa Yang
Maha Pencipta. Zahrana menikah dengan bekas mahasiswanya yang sekeyakinan
dengan bahagia. 2) Pembinaan karir akademik sebaiknya sejalan dengan pembinaan
karir berumah tangga karena karir rumah tangga tidak kalah pentingnya dengan
karir akademik. Karir rumah tangga merupakan suatu yang kodrati seperti menjadi
ibu dan istri dalam menciptakan bangsa yang berkualitas. 3) Perhatian dan usaha yang nyata mesti
diberikan kepada orang terlambat menikah dengan mencarikan jodohnya. Terutama
kepada kedua orang tua dan keluarga sebab
walaupun terkadang anak-anak sukses dalam karir tetapi ia kesulitan dalam
perjodohan.
Disarankan,
analisis karya sastra terutama novel merupakan analisis terhadap kenyataan fiktif
yang dalam cerita yang telah dipadu dengan imajinasi. Namun demikian, di dalam
novel masih ada pesan-pesan yang konkrit yang bisa ditemui dalam realitas
kehidupan berdasarkan tuturan pengarangnya. Oleh karena itu, persoalan
perjodohan dalam novelet Takbir Cinta
Zahrana ini dapat menjadi perbandingan dalam membangun pemikiran pribadi
pembaca. Akan lebih baik jika hasil pembahasan ini juga dijadikan sebagai bahan
diskusi di sekolah oleh guru-guru sastra sehingga persoalan sastra adalah
persolan yang berguna dalam kehidupan nyata sebagai media didaktik.
Bio Data
Abdurahman. Lahir di Batipuh Baruh, 23 April 1965. Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia FBSS UNP Padang.
1 komentar:
Izin promosi admin
Butuh jasa fotocopy
Silahkan kunjungi kami
https://boomfotocopy.wordpress.com/
Terimakasih admin
Semoga terus berjaya.amin
Posting Komentar