PADA PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA?
Alhamdulillah
pada tahun akademik 2006-2007 saya lulus mengikuti seleksi penerimaan
mahasiswa program S-3 pada Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Pada hari Senin, tanggal 4 September 2006 perkulihan semester satu dimulai. Satu dari lima mata kuliah yang
diikuti adalah Orientasi Baru dalam Pedagogik, yang diampu oleh Prof. Dr. W.P.
Napitupulu. Dalam perkulihan itu saya diminta untuk menuliskan: mengapa saya
mengambil program S3 bidang Pendidikan Bahasa?
Inilah jawaban saya waktu itu.
Bagi
saya menjalani jenjang pendidikan baik
secara formal (SD sampai Master) maupun informal dalam kehidupan sama halnya dengan mendaki dan menikmati
jenjang-jenjang kualitas kehidupan. Dari
jenjang dasar ke jenjang berikutnya saya merasakan sumbangan pendidikan
itu pada diri saya, keluarga, dan kini untuk peserta didik yang saya asuh.
Dengan pendidikan yang lebih baik partisipasi dan sumbangan hidup kita untuk
membangun bangsa dan negara lebih berarti dari yang sebelumnya.
Di
sisi lain, saya juga merasakan betapa
para guru dan pembina pendidikan itu sangat berjasa membuang selubung kebodohan saya. Mereka
bagai cahaya yang menerangi yang mengusir gelapnya wawasan dalam hidup ini.
Saya menyadari dengan pendidikan, cakrawala berpikir makin luas dan mendalam,
potensi diri dilejitkan, visi dan misi hidup menjadi terarah, dan terlebih lagi
saya menyadari bahwa makin diikuti pendidikan
terasa apa yang dikuasai dan dipahami sekarang belum apa-apanya
dihamparan samudra ilmu pengetahuan yang luas.
Dengan pendidikan, saya menjadi arif bahwa “di atas langit masih ada
langit” atau di atas tingkatan masih ada tingkatan dan saya ingin yang di bawah naik ketingkat
yang tinggi dan yang tinggi mengayomi dan membimbing pencerahan pendidikan
tersebut. Lebih dari itu, buah dari
pendidikan telah mencerahkan jati diri saya secara individual, sosial, dan
transedental dengan muara kekaguman saya betapa agungnya pencipta semua ini dan
betapa mulianya orang menenuntun kearah itu (pendidik). Sehubungan dengan itu,
saya setuju dengan Kattsoff (2004) yang mengatakan, “ kebebasan akali hanya
terjadi melalui pendidikan”.
Dengan
kenyataan di atas, saya sebagai pendidik menyadari dengan sepenuh kesadaran dan
pengalaman akan penting dan perlunya peningkatan kualitas
pendidikan bagi diri saya, seseorang, keluarga, atau bangsa-bangsa. Hanya
dengan meningkatkan kualitas pendidikan, kebodohan, kemiskinan, dan krisis
multi dimensi yang melanda kehidupan
dapat diatasi. Dengan pendidikan martabat dan keadaban bisa dibina, ilmu
dan teknologi dapat dikembangkan dengan pesat sehingga dengan semua itu kita
dapat mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Dan dengan
pendidikan itu juga kehidupan yang damai bisa diciptakan dan keinginan
destruktif manusia dengan segala dorongan peneyebabnya dapat dicegah. Sebaliknya jika tidak begitu, kita tentu
seperti mengikuti permainan hidup dengan mata tertutup sedangkan yang diarahkan
juga matanya tertutup dan ironisnya
semua pemain sama mengatakan dirinyalah yang benar. Pendidikan menurut
saya akan membuka selubung kebodohan dan kepicikan dengan pemberdayaan individu untuk menata
hidup bersama dan untuk perdamaian dunia (world peace).
Sejalan
dengan itu, pentingnya pendidikan dan ilmu bagi saya selaras dengan
semboyan-semboyan pendidikan yang sudah
sejak dulu diciptakan untuk memotivasi mempelajari ilmu. Ungkapan “pendidikan
seumur hidup” (long life education) dari Barat, dan “tuntutlah ilmu dari
buaian hingga liang lahad” dari ajaran agama, serta “alam terkembang jadi guru”
dari ajaran adat, merupakan ungkapan
penyadaran bagi saya betapa pentingnya pendidikan dan penambahan ilmu untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia. Tambahan lagi ahli hikmah pun berkata, “
jika engkau ingin sukses di dunia tuntutlah ilmu, jika engkau hendak suskses di akhirat tuntutlah ilmu, dan jika ingin
sukses kedua-duanya tentulah dengan ilmu”. Tuhan memuliakan manusia dari
makhluk lain dan diantara sesamanya dengan ilmu. Malaikat disuruh memberi
penghormatan kepada Adam karena Adam sudah diajari (dididik) dengan ilmu oleh
Tuhan. Selanjutnya, keredahan martabat manusia dari makhluk-Nya yang lain dan
sesama manusia karena mengabaikan ilmu. Dan saya yakin dengan janji Tuhan bahwa
Dia akan meninggikan derajat orang-orang berilmu beberapa derajat. Dengan
semboyan dan prinsip itu, saya tidak
ingin menjadi orang yang hanya ikut-ikutan
mengatakannya tanpa mempraktikkannya.
Jika
kita menengok perkembangan yang terjadi dan kemajuan yang dicapai negara-negara
di sekeliling kita, kita sungguh malu dengan kenyataan pendidikan di negara
tercinta ini. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk dapat mengejar
mereka selain membangun sektor pendidikan dengan kesungguhan perjuangan,
kesabaran, dan keikhlasan. Dalam hal ini, konsolidasi kemampuan semua pihak
sangat diperlukan dan sudah saatnya pendidikan didorong dan dilakukan secara
bersama dan holistik. Dalam hal ini, saya sangat beruntung karena orang-orang
yang mencintai dan yang saya cintai, ibu dan ayah, istri dan adik-adik selalu
mendorong saya. Begitu juga dengan pimpinan dan teman-teman sejawat di
Universitas Negeri Padang. Dan teristimewa dorongan dosen Pascasarjana dan
sahabat-sahabat ketika sama S2 di Universitas Negeri Jakarta. Dengan
pemikiran dan dorongan itu saya bertekad melanjutkan studi saya ke program S3
yang merupakan tahapan pendidikan formal yang belum saya ikuti.
Pilihan
saya kuliah pada Program Pendidikan Bahasa merupakan pilihan yang didasarkan
pada bidang studi yang saya tekuni sejak tingkat sarjana. Saya adalah tamatan
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Padang tahun 1989. Kemudian
melanjutkan ke S2 IKIP Jakarta tahun 1992 dan tamat tahun 1995. Dengan pilihan
pendidikan bahasa, secara akademis saya konsisten mempelajari bidang pendidikan bahasa. Dengan demikian
saya tentu tidak merambah hutan baru dalam pendidikan saya dan saya harap ini
persemaian yang sudah siap menumbuhkan benih ilmu pengetahuan bahasa. Pada saat
ini, spesialisasi ilmu dan profesionalisme merupakan tuntutan yang mendasar
untuk terjadinya perbaikan dan disadari tidak mungkin semua ilmu bisa dikuasai
dan apalagi berpindah-pindah dari satu bidang kebidang lainnya tentu akan
memberatkan diri sendiri.
Saya
masuk jurusan bahasa bukan karena saya sudah berbakat dalam bidang bahasa. Malah sebaliknya, saya mempunyai harapan menjadi seorang yang mampu melakukan kebaikan
dengan menggunakan bahasa yang baik. Sejak kecil saya sudah kagum pada
kemampuan berbahasa penjual obat keliling yang berpidato di pasar. Saya ingin
menggunakan bahasa seperti orator dengan
kutbah-kutbah yang menetramkan jiwa yang gersang atau membakar semangat yang
tertatih-tatih dalam deraan kehidupan. Saya salut dengan penulis yang telah
menulis berbagai naskah yang menyebabkan ilmu menjadi dapat dipelajari dan
tidak hilang ditelan masa. Dan tidak jarang saya lihat pertengkaran dua pihak
yang saling menghujat, bertengkar, dan malah berperang akhirnya selesai dimeja
perundingan yang ternyata menggunakan kepiawaian orang menggunakan bahasa.
Bahasa adalah kekuatan (power) dan
sekaligus wadah dari Tuhan yang memberikan kesempatan bagi kita untuk
saling menentukan siapa yang terbaik kemanusiaannya di dunia ini.
Bahasalah
yang menunjukkan suatu bangsa, bahasa yang teratur menunjukkan bangsa yang
teratur bahasa yang berbelit menunjukan pikiran yang berbelit-belit. Bagaimana
dengan bahasa Indonesia (BI), yang telah
berumur 78 tahun, akankah bahasa ini akan menunjukan bangsa kita dalam kejayaannya
atau akan menunjukan kesemrautan bangsa. Bahasa Indonesia kita harapkan menjadi
kunci gudang ilmu di samping bahasa dunia lainya. Oleh karena itu, pembenahan,
pengembangan dan pembinaan BI adalah suatu yang harus dilakukan dari waktu ke
waktu. Saya adalah salah seorang yang sudah harus bertanggung jawab
terhadap tugas tersebut dan tidak mungkin
tugas itu terlaksana dengan baik tanpa peningkatan pendidikan.
Di
samping itu, penyadaran peran bangsa untuk menggunakan bahasa sebaik-baiknya
mesti ditingkatkan dalam bentuk aktualisasi keterampilan berbahasa dan
aktulisasi pendayaan penggunaan bahasa dalam segala aspek kehidupan untuk
menciptakan bangsa yang aktif, produktif, kreatif, dan inovatif. Kenyataan hari
ini memang masih jauh dari yang diharapkan. Agaknya benar yang dikatakan orang
“bencana besar yang melanda dunia hari ini adalah "orang tidak mau membaca
setelah diajari membaca, orang tidak mau menulis setelah tahu cara menulis” dan
seterusnya. Untuk membangun semua itu,
saya mendalami pendidikan di Program S3 Pendidikan
Bahasa.