“Mahasiswa dan Maha” dalam Bahasa Indonesia
Artikel
Selain itu, jika dicermati dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia ada banyak kata
yang didahului oleh kata “maha” selain kata mahasiswa. Di antaranya: mahaduta,
maha esa, mahaguru, mahakuasa, mahamulia, mahaprana, mahapatih, maharaja,
mahadewi, maharani, dan maharupa. Dari
kata yang didahului oleh kata maha itu
sebagian merupakan kata yang sudah tidak populer lagi. Misalnya
“mahaguru” untuk menyebut guru besar
sudah jarang dipakai karena orang sekarang
lebih gandrung memakai kata profesor. Kata “maharaja” juga jarang
dipakai karena kedudukan manusia sebagai raja sekarang sudah tidak banyak, yang
jauh berbeda dengan budaya kita sebelum
merdeka. Begitu juga dengan mahapatih, mahadewi, dan maharani pemakaiannya
senasib dengan kata maharaja atau tidak produktif dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya, sebagian dari kata yang
didahului kata ‘maha’ itu masih eksis dan sering ditemui dalam pemakaian bahasa
Indonesia terutama yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah.
Ini menunjukkan bahwa selain dalam ranah pendidikan dan kerajaan, kata “maha” banyak kita jumpai pemakaiannya dalam penyebutan sifat
tuhan dalam ranah keagamaan. Sebagai contoh saat kita mendengar terjemahan basmalah ke dalam bahasa Indonesia maka penerjemahnya menyebutkan
kata-kata, “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”. Dalam tuturan itu dijumpai
pemakaian maha dalam penyebutan sifat
Allah tuhan alam semesta. Arti maha
pada susunan kata “maha pemurah’ adalah ‘amat sangat’ atau ‘tidak ada tandingan’.
Umumnya sifat Allah dalam bahasa Indonesia diekspresikan dengan kata
‘maha’ seperti mahamulia, mahakuasa, dan
maha pengasih. Artinya, amat sangat kemuliaan-Nya, amat sangat kuasa-Nya, amat
sangat pengasih-nya dan tidak ada tandingan. Dengan demikian juga tersirat
makna dari yang amat sangat itu adalah satu, esa, atau tunggal sebab kalau ada
tandingan berarti belum maha.
Ketika penulisberdiskusi tentang pemakaiann kata mahaitu dengan mahasiswa di kampus, salah seorang di antara mereka menyela.Katanya, “Saya setuju dengan penggunaan kata maha seperti yang kitadiskusikan sebelumnya, tetapi saya meragukan ketepatan pemakaian maha pada kalimat “tuhan yang maha esa”.Katanya, “Tuhan atau Allah kita itu adalah esa atau satu atau tunggal. Jadi, untuk menyatakan yang yang satu atau esa tidakperlu dengan kata “maha” cukup disebut dengan Allah Yang Esa. Jika, pada “mahapengasih” kata maha digunakan untukmenunjukkan ‘yang amat sangat’ dan ‘tidak ada tandingan’ sehingga mengarah padapengertian ‘satu-satunya yang amat pengasih” maka secara logis kita sepahamdengan itu. Sebaliknya kata ‘yang esa’ atau ‘yang satu’ jelas tidak memerlukanlagi kata maha, cukup disebut Tuhan Yang Esa atau Allah Yang Esa. Begitulah mahasiswa berpikir dengan kritis mengomentari pemakaiankata maha. (Diterbitkan SKK Ganto Edisi No. 165 Desember 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar