SUATU
TINJAUAN UNTUK PENELITIAN
Oleh
Dr. Abdurahman, M.Pd.
Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan memaparkan
fenomena cerita kaba Minangkabau yang berisi pesan kearifan budaya dan
kaitannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Di dalamnya diuraikan
keberadaan kaba sebagai karya sastra yang berisi kearifan budaya; alasan pentingnya
penelitian dilaksanakan; dan pihak-pihak akan memanfaatkan hasil penelitian. Selain
itu, dijelaskan teori tentang kebudayaan, kearifan budaya, dan kaitan kearifan
budaya dengan cerita kaba. Pembahasan yang ringkas ini diharapkan dapat menjadi
pemicu diskusi untuk mendapatkan masukan tentang penelitian kearifan budaya
dalam cerita kaba Minangkabau.
Key word: Kearifan Budaya, Cerita Kaba, Penelitian.
A.
Pendahuluan
Ada banyak alasan mengapa cerita kaba
layak untuk dibicarakan dan kemudian diteliti kandungan isinya. Di antara
alasan itu adalah karena keberadaan cerita
kaba sebagai karya sastra klasik
Minangkabau dapat dikatakan fenomenal dengan pesan-pesan kehidupan yang ada di dalamnya yang masih relevan
sebagai penimbang perilaku berbudaya masa sekarang. Di samping itu,
keberadaannya juga menggambarkan fenomena budaya kehidupan masyarakat lama dengan multi peran yang
bermuatan pesan-pesan kultural sehingga merefleksikan
kearifan budaya. Peran yang berisi pesan kearifan itu juga merupakan instrumen pendidikan budaya yang dapat mempengaruhi
pembentukan wujud aktualisasi realitas budaya. Selain itu, keberadaan cerita
kaba yang fenomenal itu sangat berharga karena pengapresiasiannya mempengaruhi pencerahan
budaya ke arah yang konstruktif dan
inovatif yang implikasi manfaatnya dapat
memupuk pembentukan karakter berbudaya.
Meskipun kaba merupakan cerita rakyat yang
bersifat klasik, namun eksistensinya mampu menembus ruang waktu dalam
bentang yang cukup panjang, hingga kini diperkirakan
sudah lebih satu abad sejak kaba pertama kali diterbitkan. Lamanya cerita kaba
eksis dalam kehidupan masyarakatnya menunjukkan bahwa
cerita kaba merupakan cerita yang diapresiasi dan dihargai oleh masyarakatnya. Apresiasi,
penghargaan, dan pemertahanan akan cerita kaba itu oleh masyarakatnya menunjukkan
kaitan yang kuat antara muatan budaya kelompok etnis yang menjadi tema-tema
dalam cerita kaba dengan perannya dalam pertimbangan mengatasi problema budaya. Dengan demikian, meskipun cerita kaba
merupakan suatu yang klasik tetapi kaba mempunyai kekuatan berupa muatan budaya
dan pesan-pesan yang diaktualkannya pada masyarakatnya.
Alasan yang lebih spesifik mengapa cerita kaba menarik
adalah karena dari sekian banyak pesan budaya dalam kaba, salah satunya adalah pesan kearifan budaya. Kearifan budaya dalam
kaba termuat hampir pada semua bagian kaba karena naskah kaba isinya berupa simbol-simbol bahasa
berisi ciplakan realitas kehidupan yang disampaikan dengan ucapan, tindakan dan
perilaku tokoh cerita kaba yang menggambarkan aspek kearifan budaya. Penokohan
cerita kaba sengaja dihadirkan pengarang dalam kerangka mengaktualisasikan
pandangan tentang pewarisan budaya. Dengan
demikian, kaba dengan lakuan tokohnya merefleksikan budaya yang
melatarbelakangi kehadiran kaba sehingga
tokoh cerita seolah-olah adalah tokoh dalam kehidupan sebagaimana realitas
peristiwa yang sebenarnya.
Di sisi lain, cerita kaba adakalanya bertokoh
dengan nama samaran yang disulap pengarang untuk menceritakan peristiwa dan
kejadian yang tidak merealitas dalam masyarakat. Dalam hal ini, pencerita kaba
seakan menunjukkan kepada pemabaca bagaimana kearifan perilaku tokoh cerita yang
seharusnya menurut pengarang atau budaya masyarakatnya. Pesan dari kaba
menunjukkan bagaimana seharusnya kearifan budaya relevan dengan pokok-pokok
budaya ideal dalam kehidupan masyarakat.
Sama
seperti cerita rakyat lainnya, cerita kaba sebagai sastra lama bersifat tidak menonjolkan individu yang pertama kali
membuatnya atau menceritakannya (anonim). Tidak menonjolnya nama individu yang
mengklaim dirinya sebagai pengarang cerita kaba menjadikan kaba lebih diakui sebagai milik masyarakat budaya
dan sekaligus dihargai masyarakatnya.
Dengan demikian, kaba telah menjadi milik masyarakat dan dalam perkembangan
masyarakatnya kaba mewakili pandangan masyarakat dalam pandangan terhadap
pesan kearifan budaya. Hal itu makin memberi gambaran bahwa budaya
kehidupan nyata masyarakatnya dan aspek
budaya yang digambarkan dalam kaba bersejajaran dengan gambaran perilaku dan
tindakan budaya dalam masayarakat pendukung cerita.
Alasan-alasan
yang dikemukakan itu senada dengan yang dinyatakan Samovar dan Porter (2001:38) bahwa setiap
cerita rakyat bercerita tentang
orang-orangnya yang digunakan untuk mentransfer nilai budaya dari generasi ke
generasi berikutnya. Dan setiap budaya memiliki banyak cerita yang
masing-masing menekankan pesan kearifan budaya yang fundamental. Yogi (1987:18)
juga berpendapat bahwa sastra
Minangkabau memuat pesan kearifan budaya yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya karena di dalamnya terkandung hikmah kompleksitas kehidupan
manusia, seperti pesan kearifan adat, moral, ekonomi, sosial, pertahanan, dan kedamaian. Dengan demikian, kaba dapat berperan sebagai penyelaras
moral yang berarti pesan kearifan budaya dan adat yang ada dalam kaba
diwariskan dan dijadikan pedoman dalam menyikapi persoalan kehidupan. Dalam
hubungan itu, kaba telah difungsikan
sebagai suatu media pendidikan yang bernilai dalam pelestarian adat budaya.
Sebagai ilustrasi
dalam kaba “Rancak Di Labuah” (oleh Dt. Panduka Alam, 2004) ditemukan
gambaran kearifan tindakan seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya menjadi
orang yang baik. Tokoh Siti Jauhari
berhasil mendidik anaknya tokoh Buyuang Geleng dan Siti Budiman menjadi
anak-anak yang suka berkarya, intelek,
dan berbakti kepada orang tua. Pesan kearifan pendidikan (budaya) yang
disampaikan Siti Jauhari meliputi berbagai aspek kehidupan meliputi, bagaimana mengisi hidup dengan bekerja, cara berumah tangga, syarat-syarat
menjadi penghulu (pemimpin adat), dan berbagai ajaran etika. Dengan demikian,
kaba sebagai sastra rakyat jelas merupakan karya sastra lama
yang memuat pesan kearifan budaya (pendidikan) yang berguna bagi masyarakatnya. Sehubungan
dengan kearifan budaya Sastrowardoyo (1989: 18) menyatakan bahwa karya sastra
merupakan penjaga pesan kearifan kehidupan yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat karena di dalamnya terkandung hikmah kompleksitas kehidupan manusia
mulai dari kelahiran hingga kematiannya.
B.
Penelitian
Kearifan Budaya
Pesan kearifan budaya yang ada dalam
naskah cerita kaba Minangkabau perlu diungkapkan dengan penelitian. Bila naskah
kaba dieksplorasi hasilnya dapat digunakan untuk peningkatan kualitas hidup
berbudaya masa kini. Hal itu senada yang
diungkapkan oleh Ratna (2008: 329) yang menyatakan bahwa khazanah sastra lama
kaya dengan pesan kearifan yang pada dasarnya sangat diperlukan dalam rangka
membina semangat kebangsaan dan kesatuan bangsa. Sehingga dengan demikian,
pembangunan budaya bangsa akan terwujud
dengan dukungan landasan-landasan filosofis yang digali dari budaya asli
bangsa Indonesia.
Di samping itu, kajian akan kaba ini
memberikan kontribusi pada beberapa mata kuliah sastra yang ada di Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, di antaranya mata kuliah: Telaah Naskah Minangkabau (BAM020), Kajian Filsafat
Kebudayaan Minangkabau (BAM056), Sastra Minangkabau (IND223), Semiotika
(IND049), Sastra Nusantara (IND013), Pemahaman Lintas Budaya (IND041), dan Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar (UNP033) (UNP,
2010:57).
Dengan
demikian, usaha untuk mengeksplorasi kaba
dan meneliti pesan kearifan budayanya merupakan
suatu yang penting dan mempunyai
manfaat yang dapat membantu masyarakat masa depan mengapresiasi aspek budaya
dalam kaba yang sudah hidup lama dalam masyarakat. Pengungkapan kembali pesan kearifan budaya kaba dapat berguna untuk
peningkatan kualitas pemahaman aspek-aspek
budaya dalam kehidupan terutama
dalam pendidikan bahasa dan sastra.
Penelitian
pesan kearifan budaya dalam kaba Minangkabau dapat dipandang mempunyai
keistimewaan dan keunikan karena terkait dengan filosofi dan pandangan hidup
budaya Minangkabau yang khas. Kekhasan itu seperti yang diungkapkan Naim (1996)
bahwa filosofi budaya Minangkabau mengandung pesan kearifan universal dan global yang langgeng seperti terdapat
dalam petatah petitih adat ”tidak lekang
oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Maksudnya, esensi pesan kearifan
budaya Minangkabau yang sebenarnya tetap akan lestari karena adat Minangkabau relevan dengan sejumlah
ciri yang melekat dengan pesan kearifan budaya universal, yaitu:
demokratis, terbuka, resiprokal,
egaliter, sentrifugal, kompetitif, koperatif, dan mengakomodasi konflik yang
semua itu pada umumnya tetap menjadi impian masyarakat madani sampai hari ini.
Pentingnya
penelitian pesan kearifan budaya dalam kaba sejalan dengan penegasan Sugono
(2004), yang mengatakan bahwa pesan
kearifan karya sastra lama yang memuat informasi kehidupan masa lalu perlu
dihadirkan kembali dalam kehidupan masa kini. Maksud dihadirkan kembali dalam
kehidupan adalah mengaktualkan berbagai pesan budayanya dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam pendidikan budaya terutama dalam pendidikan bahasa dan
sastra. Hal itu menjadi penting karena karya sastra lama banyak menyimpan
wawasan pengetahuan masa lampau yang tidak kecil peranannya dalam menata hidup
masa kini dan masa depan. Penegasan itu senada dengan pendapat Hasanuddin
(2009) bahwa sastra pada zaman lampau termasuk kaba berperan sebagai suatu pelajaran pada zaman sekarang terutama
isi atau kandungan nilai budi pekertinya yang disikapi secara positif.
Sejalan
dengan hal itu, berkaitan dengan pengkajian pesan kearifan budaya akan makin
diperlukan bagi pendidikan budaya dan
karakter bangsa yang telah diterapkan pemerintah dalam kurikulum pendidikan
(Depdiknas, 2010). Dan kontribusi logis
penelitian kearifan budaya dapat dihubungkan dengan kebutuhan kaum intelektual
dan pendidikannya yang membutuhkan
analisis budaya. Azmi (2004) menyatakan bahwa pemahaman yang mendalam mengenai
pesan-pesan budaya Minangkabau diperlukan dalam hal mendiskusikan tentang
pendidikan budaya (termasuk bahasa dan sastra). Hal itu penting karena generasi muda dilatih
terus lewat pendidikan formal untuk berpikir kritis dan selalu memperbandingkan
dan mempertanyakan sesuatu, terutama peran adat budaya. Dengan demikian, jelaslah bahwa kalangan
terpelajar memerlukan kajian ilmiah dalam bidang budaya dan sastra lama sebagai ancangan
budaya dan sebagai pegangan budaya.
Berkaitan
dengan muatan pesan kearifan budaya dalam cerita kaba maka untuk
mendeskripsikannya secara ilmiah kiranya
perlu dilakukan penelitian tentang hal sebagai
berikut ini. 1) Latar dan
motif tokoh cerita kaba yang melakukan tindakan pesan kearifan budaya, 2)
Reaksi tokoh cerita kaba yang menjadi sasaran pesan kearifan budaya, 3) Jenis
dan bentuk pesan kearifan budaya secara semiotis. 4) Makna bentuk-bentuk pesan kearifan budaya secara semiotis. 5) Relevansi pesan kearifan
budaya dalam kaba dengan ajaran adat dan agama.
Berdasarkan fokus dan sub-sub fokus
penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
ini. Bagaimanakah pesan kearifan budaya diungkapkan dalam kaba
Minangkabau? Berdasarkan rumusan penelitian itu
maka diharapkan hasil penelitian dapat
digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat Indonesia terutama
mahasiswa dan kelompok etnis Minangkabau
dalam memahami pesan kearifan budaya
yang terdapat dalam kaba. Setelah memahami pesan kearifan budaya itu diharapkan tumbuh penghargaan pada
sastra lama terutama sastra kaba yang merupakan cerminan terhadap perilaku hidup dalam masyarakat
lokal Minangkabau. Setelah tumbuh penghargaan diharapkan berkembang kesadaran
untuk menggali dan menggunakan pesan kearifan
budaya yang ada dalam cerita
rakyat dan mewariskannya untuk keperluan hidup masa datang. Selanjutnya, akan
muncul reinterpretasi terhadap pesan
kearifan budaya menjadi padangan baru yang membawa kedinamisan kehidupan
budaya. Dengan demikian, deskripsi dan interpretasi pesan kearifan pendidikan
dan budaya dapat berkontribusi positif
dalam berbagai kegiatan hidup, baik secara formal maupun informal.
C.
Hakikat Kearifan Budaya
Sebuah ancangan penelitian tentu tidak terlepas dari
teori-teori dan kajian pustaka yang mendukungnya. Untuk itu, diperlukan dasar
kajian yang berkaitan dengan hakikat kebudayaan dan pesan kearifan budaya.
1.
Kebudayaan
Dalam bahasa Indonesia konsep kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
yang berarti ”budi” atau ”akal” (Koentjaraningrat , 2000:9). Dengan
demikian, kebudayaan dapat merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan persoalan
budi dan akal. Budi merupakan alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik
dan buruk. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture berasal dari bahasa Latin colere yang berarti ”mengolah” atau
”mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari pengertian itu dan
perkembangan berikutnya, kata budaya
dapat dipahami sebagai segala daya dan upaya serta tindakan manusia untuk
mengolah dan mengubah alam (Koentjaraningrat, 2002). Dalam pengertian tersebut cakupan perumusan budaya termasuk mengolah budi dan akal yang
merupakan unsur batin manusia.
Dalam kajian ilmiah terutama dalam bidang antropologi
konsep kebudayaan sudah didefenisikan oleh banyak pakar. Kroeber dan Kluckhohn,
telah mencatat 164 definisi kebudayaan yang mereka temukan dalam literatur
antropologi (Samovar dan Richard, 2001). Dari sekian banyak definisi yang
tumpang-tindih itu, diidentifikasi enam kelompok pengertian utama kebudayaan,
yaitu secara deskriptif, historis, normatif, psikologis, strukturalis, dan
genetik (Smith, 2001:3). Konsep
kebudayaan yang fenomenal dan sering
menjadi rujukan adalah yang dikemukakan oleh Tylor seorang antropolog yang
lahir pada tahun 1871, yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah kesatuan yang
menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat, dan semua kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat (Harris dan Robert T
Moran 2006). Peursen (1988:11) menyatakan bahwa kebudayaan meliputi
segala perbuatan manusia seperti cara ia menghayati dan membuat upacara untuk
kematian, kelahiran, seksualitas, makanan, sopan santun, pakaian, kesenian,
ilmu pengetahuan, dan agama. Karena kebudayan merupakan perbuatan manusia maka
kebudayaan tidak pernah mencapai batas dan berlangsung dalam waktu yang lama. Samovar dan Porter (2001:33) yang mengungkapkan bahwa
kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan,
relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang
dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi. Lebih
jauh kebudayaan dapat berarti sistem pengetahuan yang dipertukarkan oleh
sejumlah orang dalam sebuah kelompok yang besar yang mengikat manusia satu dengan lainnya.
Dari pengertian kebudayaan tersebut dinyatakan bahwa
seluruh bidang yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat adalah
kebudayaan. Hal itu juga menunjukkan
bahwa cakupan bidang kajian kebudayaan amat luas sebab tidak banyak kemampuan yang diperoleh dan dikuasai manusia
tanpa melalui keanggotaannya dalam kemasyarakatan.
Koentjaraningrat
(2000) menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia, kebudayaan diwujudkan dalam
tiga bentuk yaitu, ideas, activities,
dan artifacts. Pertama, wujud
kebudayaan ideas merupakan suatu
kompleksitas dari ide-ide, gagasan, pesan kearifan, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya. Wujud
budaya ideal bersifat abstrak, tidak dapat diraba. Lokasinya ada dalam pikiran
dan kalau dalam tulisan maka lokasi kebudayaan ideal ada yang berada
dalam karangan atau buku-buku hasil karya penulis warga masyarakat
bersangkutan. Berkaitan dengan budaya dalam penelitian ini tentu pesan kearifan
budaya itu berada dalam cerita rakyat, yaitu kaba Minangkabau sebagai karya
sastra. Dalam kebudayaan ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup
dalam suatu masyarakat serta memberikan tatanan kepada masyarakat itu. Ide-ide
dan gagasan secara terpadu menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya dan
dapat disebut dengan adat atau adat-istiadat dalam bentuk jamak.
Kedua,
wujud kebudayaan activities disebut juga dengan sistem sosial, yaitu mengenai
tindakan berpola dari manusia. Sistem sosial merupakan suatu kompleksitas
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Kelakuan berpola ini
teraktualisasi dalam bentuk aktivitas dan interaksi manusia satu sama lain dari
waktu ke waktu dalam bentuk konkret dan
bisa diobservasi. Ketiga, wujud kebudayaan artifacts
atau kebudayaan fisik sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini berupa
seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat. Sifat kebudayaan ini paling konkret berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat dilihat,
diraba, dan sebagainya.
Dalam
penelitian ini konsep kebudayaan yang dirujuk adalah wujud kebudayaan ideal
yang merupakan suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, pesan kearifan,
norma-norma, peraturan-peraturan, dan
sebagainya yang berada dalam kehidupan manusia
yang dapat ditemui dalam sastra kaba.
2.
Pesan Kearifan
Budaya
Pengertian pesan kearifan budaya dapat dijelaskan berdasarkan
kata-kata yang menjadi dasarnya
yaitu, ‘pesan’, ‘kearifan’, dan ‘budaya’. Pertama, definisi pesan ditelusuri melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) yang
maknanya adalah 1) perintah,
nasihat, permintaan, amanat, yang
disampaikan melalui orang lain. 2) perkataan nasihat dan wasiat
yang disampaikan seseorang, 3) petaruh yang ada sanksinya kalau
dilanggar. Jadi, dalam pesan itu ada bentuk-bentuk verbal berupa nasihat,
amanat, perintah, dan wasiat. Nasihat
yang dimaksudkan adalah ajaran atau pelajaran baik berupa petunjuk, peringatan,
dan teguran yang baik, sedangkan amanat
adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Perintah berarti
perkataan yang bertujuan menyuruh melakukan sesuatu, sedangkan wasiat berarti
pesan terakhir yang disampaikan seseorang yang akan pergi.
Kearifan
merupakan kata yang dibentuk dari kata dasar ‘arif’ yang bermakna ‘bijaksana,
cerdik dan pandai, berilmu’ yang menunjukkan sifat. Sedangkan kata kearifan merupakan kata benda yang
bermakna ‘kebijaksanaan atau kecendekiaan’ (KBBI: 2002: 65). Dengan demikian
yang dimaksud dengan kearifan dapat berupa perkataan atau tindakan, perbuatan
yang menunjukkan sifat arif, yaitu bijaksana, cerdik dan pandai, serta berilmu.
Rahyono (2009:7) menyatakan bahwa kearifan merupakan kecerdasan yang dimiliki
sekelompok (etnis) manusia yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya serta
terwujud dalam ciri-ciri budaya yang dimilikinya. Bila dikaitkan dengan
penelitian ini kearifan berarti kecerdasan dan kebijaksanaan yang dihasilkan
masyarakat budaya yang direkam atau didokumentasikan dalam cerita rakyat kaba berdasar pengalam
hidup yang dilaluinya.
Selanjutnya
definisi ‘budaya’, pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa budaya adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik sendiri manusia dengan belajar. Berkaitan dengan definisi kata ’pesan’, ’kearifan’ dan definisi
’budaya’, maka yang dimaksud dengan
pesan kearifan budaya adalah nasihat, petunjuk, peringatan, dan teguran yang
baik yang dilakukan seseorang dalam bentuk
norma-norma, aturan-aturan, dan
tindakan yang menunjukkan kecerdasan dan kebijaksanaan. Bentuknya dapat
berupa nasihat adat, aturan hidup dalam masyarakat, amanat
tentang pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem pencaharian, dan
teknologi. Dengan demikian, pengungkapan pesan kearifan budaya dapat terkait
dengan pengungkapan tujuh aspek kebudayaan yang
dinyatakan Koendjaraningrat (2000).
Berdasarkan uraian di atas, dalam
kajian ini yang menjadi objek penelitian adalah kaba-kaba yang tertulis dan analisis pesan kearifan budaya yang
dimaksudkan adalah deskripsi dan interpretasi pesan kearifan kehidupan dalam
teks kaba yang dapat berupa dialog,
monolog, wacana, paragraf, kalimat, dan kata yang tertulis dan yang tersirat
dalam teks kaba tertulis.