Oleh:
A.
Pendahuluan
Analisis percakapan sebagai ancangan analisis wacana makin berkembang
dengan penerapan yang makin luas. Pada tulisan ini analisis
percakapan diterapkan untuk menganalisis dialog pasambahan dalam bahasa Minangkabau.
Kajian analisis percakapan telah
berkembang sejak tahun 1970-an yang dapat dirujuk pada penelitian Schegloff
(1972). Ia menyatakan bahwa percakapan merupakan bentuk pelaksanaan kaidah
percakapan berangkai yang lebih dalam seperti makna aturan sosial dengan
berbagai tipe nosi peran sosial. Selanjutnya Sinclair & Coultarrd (1975) juga melaporkan
bahwa analisis percakapan di ruang kelas tidak setara (unequal) karena
dominasi yang dimiliki partisipan (guru-murid) secara soial tidak setara. Sampai sekarang analisis percakapan tambah menarik bagi para peneliti karena yang
mereka teliti tidak hanya terbatas pada aspek yang berkaitan dengan struktur linguistik
percakapan tetapi juga berkembang pada
aspek yang berkaitan dengan aturan sosial. Yang terakhir ini tentu tidak
terlepas dari sumbangan etnometodologi yang didasari oleh ilmu sosiologi
(Schiffrin, 1994).
Warisan etnometodologi tentang bahasa dalam
analisis percakapan dijelaskan Schiffrin bahwa bahasa merupakan produk kaidah
dan sistem daripada kekhasan yang lain. Meskipun bahasa merupakan media yang
dibentuk dengan menggunakan kategori makna umum dan makna khusus namun hal itu
masih dapat dinegosiasikan. Hubungan antara kata dengan objek adalah sebanyak
persoalan dunia hubungan aktivitas sosial tempat kata-kata itu digunakan.
Dengan kata lain, makna sebuah ujaran menunjuk pada konteks dan tujuan
tertentu. Kontektualisasi bahasa mengikuti apa yang menjadi masukan dalam
membentuk hubungan antara tindakan dan pengetahuan penutur-petutur dengan bermacam-mcam
penalaran dan operasi konteks-tualisasi
dalam hubungan sosial secara umum. Dengan demikian, rekaman percakapan menjadi sumber
analisis dan pokok bahasan yang tersedia bagi para analis untuk merealisasikan
beberapa analisis percakapan. Penganalisan menunjukkan bahwa aspek pembicaraan
sangat bervariasi seperti, koreksi kesalahan (Jefferson, 1974), struktur sintaksis (Ford dan
Thompson,1986), diam dan tertawa (Jefferson, 1989,1979), analisis kontruksi there
(Schiffrin, 1994) yang relevan terhadap kajian percakapan yang terjadi.
Selain
itu, analisis percakapan juga memandang pengalaman pembicara melakukan
pembicaraan sebagai pusat sumber analisis yang terus berkembang (Heritage, 1984
dikutip Schiffrin). Yang dipentingkan tidak hanya data yang mendasari analisis
tetapi juga bukti untuk hipotesis dan simpulan, yaitu bentuk-bentuk yang
dilakukan partisipan yang menyediakan
tempat untuk hadirnya unit, pola, dan kaidah. Untuk tujuan itu, analisis
percakapan mencari secara berulang-ulang pola-pola, distribusi, dan
bentuk-bentuk organisasi dalam korpus pembicaraan yang lebih besar. Secara ringkas, analisis percakapan
mendekati wacana dengan mempertimbangkan cara partisipan dalam pembicaraan yang
membangun solusi sistematis pada masalah organisasional percakapan yang
berulang-ulang.
Pada penelitian ini penekanan analisis percakapan
mendekati wacana dengan memerhatikan bagaimana partisipan dalam pembicaraan
membangun solusi sitematis pada masalah organisasional dijadikan kerangka
analisis. Di antaranya, banyak masalah
yang dapat dikemukakan seperti; membuka dan menutup pembicaraan, pengambilan
giliran, perbaikan, pengaturan topik, penerimaan informasi, dan menunjukkan
persetujuan serta ketidaksetujuan. Solusi pada masalah itu ditemukan melalui
analisis ketat terhadap bagaimana partisipan itu sendiri berbicara terhadap
aspek pembicaraan yang mereka bicarakan itu
(Schiffrin, 1994: ). Selanjutnya,
analisis percakapan menghindari penempatan beberapa kategori sosial atau
linguistik yang tidak memiliki relevansi terhadap partisipan dan yang tidak ditujukan dalam pembicaraan nyata.
Berdasarkan
latar pembicaran di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis
percakapan pada teks dialog yang dikenal dengan pasambahan dalam acara penjemputan penganten pria oleh
pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau. Teks pasambahan mempunyai
alasan yang kuat untuk dianalisis dengan pendekatan analisis percakapan karena
teks tersebut merupakan dialog yang terjadi di antara dua pihak yang
masing-masing menjaga aturan sosial budaya. Partisipan percakapan dialog
merupakan orang pilihan kelompok masing-masing yang sudah disiapkan untuk
menjadi juru bicara dalam acara tersebut. Partisipan memiliki kemampuan
percakapan yang melebihi rata-rata kelompok yang mereka wakili dan merupakan
orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi strategi dan taktik mitra tutur
dalam dialog. Dengan demikian, analisis
terhadap teks tersebut merupakan suatu yang perlu dan menarik untuk dilakukan.
Mengingat kajian ini mempunyai
banyak variabel yang dapat dianalisis, maka perlu pemokusan masalah penelitian.
Heritage (1984) mendaftarkan tiga asumsi analisis percakapan yaitu, interaksi
diorganisasi secara terstruktur, pendukungan pada interaksi diorientasi secara
kontektual, dan keduanya itu melekat pada detail dalam interaksi sehingga tidak
ada detail aturan yang bisa dihilangkan (urutan-urutan). Dengan demikian,
pandangan analisis percakapan terhadap intraksi merupakan pandangan struktural.
Jenis struktur interaksi yang dimasudkan adalah pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran
bicara (turn taking), dan transisi
tempat yang relevan (transition relevance
place) (Schiffrin, 1994).
Penelitian
analisis percakapan yang digunakan untuk analisis dialog pasambahan dalam
bahasa Minangkabau difokuskan pada tiga aspek bentuk struktur interaksi
percakapan di atas.
Untuk
menuntun penelitian ini, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimanakah struktur pasangan berdekatan dalam wacana
dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh pihak penganten putri
dalam bahasa Minangkabau?
b. Bagaimanakah struktur giliran bicara dalam pasambahan
penjemputan penganten pria oleh
pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
c. Bagaimanakah transisi tempat yang relevan pasambahan
penjemputan penganten pria oleh
pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
Berdasarkan
pertanyaan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
a. menganalisis dan mendeskripsikan struktur pasangan berdekatan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan
penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
b. menganalisis dan mendeskripsikan struktur gilirabicara dalam wacana dialog pasambahan penjemputan
penganten pria oleh pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
c. menganalisis dan mendeskripsikan transisi tempat yang
relevan dalam wacana dialog pasambahan penjemputan penganten pria oleh
pihak penganten putri dalam bahasa Minangkabau?
Manfaat penelitian ini adalah
sebagai: a) manfaat teoretis penelitian ini adalah memperkaya kajian bahasa,
khususnya dalam bidang analisis wacana. Manfaat itu terlihat secara nyata dalam
deskripsi dan penjelasan pola pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran bicara (turn taking), dan transisi tempat yang relevan (transition relevance place). b) Manfaat
praktis penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan model/sampel
oleh para guru dalam menganalisis tindak tuturan, khususnya wacana dialog. Di
samping itu, penelitian ini bermanfaat bagi personal yang berprofesi sebagai peneliti
dan pendidik bahasa (Keenan, 1983; Foster, 1990).
B. Acuan Teori
Pada bagian ini akan dibahas acuan
teori yang digunakan sebagai landasan teoretis dalam melaksanakan penelitian
ini. Aspek yang dibicarakan berkaitan dengan hakikat analisis percakapan, struktur
analisis percakapan, dan wacana pasambahan menjemput penganten.
1. Hakikat Analisis Percakapan
Analisis percakapan (AP) merupakan
suatu pendekatan analisis wacana (Achmad, 2006:11). Pendekatan ini telah
dipopulerkan oleh ahli sosiologi Garfinkel berdasarkan ancangan etnometodelogi
dan kemudian diterapkan dalam analisis percakapan oleh Sack (1975) dan
Jeffersen (1974). AP berbeda dengan cabang sosiologi karena bukan hanya
mengalisis aturan sosial tapi juga mencari dan menemukan cara atau metode yang
digunakan anggota masyarakat untuk menghasilkan makna aturan sosial. Analisis
percakapan merupakan sebuah ancangan wacana yang menekankan konteks, relevansi
konteks, berdasarkan teks.
Percakapan merupakan sumber bagi
aturan sosial yang memperlihatkan adanya urutan dan struktur percakapan. AP
menaruh perhatian pada masalah aturan sosial
yaitu bagaimana bahasa menciptakan dan diciptakan oleh konteks sosial,
di samping pengetahuan manusia yang tidak terbatas pada pengetahuan sempit
tetapi meliputi kebiasaan yang ada dan digunakan. Ringkasnya,
pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks dan masyarakat pemakainya,
sehingga perlu dianalisis. Pernyataan itu sesuai
dengan asumsi Heritage (1984) tentang analisis percakapan seperti yang sudah
disebut pada latar balakang.
2. Struktur Interaksi AP
Berdasar
uraian di atas, maka AP memandang interaksi adalah suatu pandangan struktural. Bentuk
atau jenis struktur intraksi yang dimasudkan di sini adalah pasangan berdekatan (adjacency pair), pengambilan giliran
bicara (turn taking), dan transisi
tempat yang relevan (transition relevance
place) (Schiffrin, 1994). Pada bagian berikut dibahas struktur-struktur
tersebut.
a. Pasangan Berdekatan (adjacency pair)
Giliran berbicara yang dilakukan
oleh para partisipan dalam percakapan digunakan untuk memberi peluang calon
pembicara berikutnya. Giliran ini secara jelas bisa terdeteksi tetapi aksi atau
intensi apa yang termuat di balik sistem giliran itu perlu diamati. Para ahli
menyebut sistem giliran untuk beraksi dalam percakapan ini disebut adjacency pair yang diterjemahkan
Kridalaksana (2008:174) menjadi ”pasangan berdampingan”.
Levinson (1983) berdasarkan pendapat
Schegloff & Sack menyebut pasangan berdekatan sebagai berikut. Pasangan
berdekatan adalah tuturan dari dua ucapan yang berciri sebagai berikut; 1)
berdampingan, 2) diproduksi oleh pembicara yang berbeda, 3) disusun sebagai
satu bagian pertama dan satunya lagi bagian kedua, dan 4) memiliki jenis,
sehingga satu bagian pertama tertentu membutuhkan satu bagian kedua tertentu
seperti penawaran membutuhkan penerimaan. Di samping itu, pasangan berdekatan
mempunyai aturan pelaksanaan dalam penggunaannya, yaitu setelah memproduksi
satu bagian pertama dari suatu pasangan, seorang pembicara harus berhenti
bicara dan pembicara berikutnya harus memproduksi satu bagian kedua bagi
pasangan yang sama. Pertukaran aksi ujaran akan berlangsung silih
berganti dan prosesnya sama dengan giliran berbicara.
Richard (1982) melaporkan ada
delapan macam penggalan percakapan sebagai pasangan berdekatan yaitu, penggalan
salam (tegur-sapa), penggalan pangilan dan jawaban, penggalan tuduhan dan
ingkar, penggalan peringatan dan perhatian, penggalan permohonan dan persetejuan,
penggalan meminta-menjelaskan, penggalan tawaran dan penerimaan, dan penggalan
tawaran dan penolakkan.
Selanjutnya
Cook (1989) membedakan ujaran tanggapan menjadi dua macam, yaitu ujaran yang
disukai dan tidak disukai. Sebagai contoh ujaran permintaan dapat ditanggapi
dengan ujaran yang menunjukkan pengabulan atau penolakkan. Pengabulan merupakan
suatu tanggapan yang meyenangkan sedangkan penolakkan merupakan tanggapan yang
tidak menyenangkan. Tanggapan yang menyenangkan merupakan tanggapan yang
diharapkan dan sebaliknya tanggapan tidak menyenangkan merupakan jawaban yang
tidak diharapkan pembicara. Sebaliknya,
tanggapan positif dan negatif itu pada ujaran kedua sebaliknya misalnya pada
tindak ujaran kutukan dan sumpah serapah. Oleh karena itu, pasangan berdekatan itu
mempunyai dikhotomi berterima dan tidak berterima.
b. Giliran Berbicara (Turn
Taking)
Dalam
wacana masalah utama yang mendasari percakapan adalah distribusi yang terkait
dengan bagaimana penutur mengorganisasikan giliran berbicara (turn taking). Bagaimana mereka
mengetahui suatu seseorang diharapkan berbicara dan suatu saat yang lain diam?
Bagaimana seseorang mengakhiri pembicaraan, dan orang lain memulai berbicara?
(Schiffrin, 1994).
Schegloff (1972) menggambarkan pola giliran berbicara yang
disebutnya turn taking dengan formula
”A-B-A-B”. Artinya dalam setiap percakapan ketika salah seorang
berbicara, pihak lain akan mendengarkannya serta menunggu giliran untuk
merespon pembicaraan serta meginterpretasikan maksud dari mitra tuturnya.
Formula giliran dalam percakapan dapat dipengaruhi oleh setting atau ruang dan
waktu tertentu. Misalnya, percakapan dalam sebuah khotbah berbeda percakpan di
dalam kelas.
Sack,
Schegloff & Jefferson (1974) melaporkan beberapa penemuan penting dalam
giliran berbicara sebagai berikut. 1) Pemegang giliran akan terjadi
berganti-ganti; 2) Pada umumnya salah stu pihak berbicara pada saat pihak lain
mendengarkan; 3) Kadangkala terjadi bahwa ada lebih dari satu pihak berbicara
bersamaan, tetapi hanya sebentar dalam rangka memberi tanggapan; 4) Kebanyakan
transisi berlangsung tanpa jeda yang signifikan; 5) Urutan giliran bervariasi;
6) Ukuran lama-pendeknya giliran
bervariasi; 7) panjangnya giliran dalam konversasi tidak dibatasi secara
khusus; 8) Isi dari percakapan biasanya tidak disebutkan terlebih dahulu; 9)
Distribusi giliran tidak disebutkan terlebih dahulu, 10) jumlah proposisi
bervariasi dalam setiap giliran; 11) pembicaraan dapat tidak berkelanjutan, 12)
sering terjadi berbicara tanpa pemernyilahan; dan 13) mekanisme perbaikan
terjadi apabila pembicaraan berjalan tidak semestinya.
c. Transisi
Tempat yang Relevan (transition relevance
place)
Konsep tempat dalam analisis
percakapan merujuk pada berbagai macam “unit
tipe” yang digunakan penutur untuk
membentuk atau membangun sebuah giliran. Secara lingual unit-unit tipe itu
adalah kontruksi kalimat, klausa, frasa, atau leksis (Achmad, 2006). Termasuk
ke dalam kontruksi itu adalah proyeksi satuan khas atau suatu bagian yang
lengkap. Kaidah-kaidah itu beroperasi atau berlangsung secara berulang-ulang
terhadap kelengkapan satuan khas penggantian. Tempat itu menyediakan satu
dorongan bagi penerima pembicaraan untuk melanjutkan pembicaraan (Schiffrin,
1994).
Levinson (1983) mengutip Labov &
Fanshel (1977) menyatakan bahwa ucapan bisa disegmentasikan kedalam
bagian-bagian unit, setiap unit ucapan berhubungan paling tidak dengan satu unit aksi. Unit-unit aksi yang dilakukan
sewaktu berbicara mempunyai suatu perangkat yang terbatas dan dapat ditentukan.
Ada fungsi yang dapat ditentukan disamping prosedur yang menerjemahkan unit
ujaran ke dalam unit aksi dan sebaliknya. Oleh karena itu, urutan percakapan
pada dasarnya diatur oleh seperangkat aturan urutan yang dinyatakan dalam jenis
aksi ujaran.
3. Pasambahan Menjeput Penganten
Pasambahan menjemput
penganten pria (marapulai) berlansung
dilatari dengan acara yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat istiadat
ialah bersanding (basandiang), yaitu
mendudukan kedua penganten di pelaminan untuk disaksikan tamu yang hadir.
Sebelum bersanding pengaten pria (marapulai)
lebih dahulu dijemput ke rumah kerabatnya. Pada waktu itulah segala upacara
adat istiadat perkawinan harus dipenuhi sebagaimana yang disepakati sebelumnya.
Kerabat penganten putri (anak daro)
mengirim utusan untuk menjemput marapulai. Yang menjadi utusan umumnya
perempuan dengan pakaian yang indah dan beberapa perempuan muda pakai sunting.
Rombongan itu diikuti beberapa orang laki-laki yang akan menjadi juru bicara.
Di rumah marapulai persiapan menanti
utusan yang menjeput marapulai tidak kalah megahnya dari rombongan yang datang.
Walaupun maksud rombongan yang datang sudah diketahui tetapi terjadi juga
dialog singkat tentang maksud kedatangan mereka. Namun, pembicaraan itu
dihentikan dulu karena tuan rumah menghidangkan makanan sesuai pepatah adat
”berunding sesudah makan”. Ketika hedak makan terjadilah pidato sembah-menyebah
untuk menyilahkan tamu menyantap makanan yang telah terhidang. Selesai
makan, secara resmi pihak utusan
menyampaikan maksudnya dengan pasam-bahan atau dialog yang penuh
petatah-petitih. Upacara dialog itu bertahap-tahap yang dimulai dengan
menyatakan diri sebagai utusan yang membawa kiriman dan dan meminta agar
kiriman itu diterima. Setelah itu,
dialog persem-bahan barulah menyatakan
maksud yang sebenarnya yaitu menjeput mara-pulai. Pidato disampaikan dalam
dialog persembahan dengan menunjukkan kepaiawaian utusan berbicara dengan
pidato yang bermutu (Navis, 1984)
C. Metologi Penelitian
Penelitian
ini termasuk jenis kualitatif menggunakan pedekatan analisis percakapan dengan
metode deskriptif analisis.
1. Data
Data penelitian berupa teks pasambahan
menjemput marapulai yang diambil dari naskah pidato yang telah dibukukan oleh Yusriwal (2005). Teks pasambahan tersebut berupa
dialog antara utusan pihak wanita kepada pihak pria dengan panjang lebih kurang
empat halaman A4 (data terlampir).
2. Teknik Analisis Data
Untuk memudahkan
analisis data digunakan teknik penggal naskah sesuai dengan topik pembicaraan,
giliran bicara, dan pasangan berdekatan yang masing-masingnya ditandai dengan
penomoran. Masing-masing kelom-pok diidentifikasi sesuai dengan unit analisis
dan kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan. Selanjutnya, berdasarkan
interpretasi ditarik kesimpulan.
3. Unit Analisis
Selaras
dengan tujuan penelitian, maka yang menjadi unit analisis adalah pasangan
berdekatan, giliran berbicara, transisi tempat yang relevan.
D. Hasil Penelitian
Pada bagian ini
akan dideskripsikan hasil analisis terhadap teks pasam-bahan menjemput
marapulai terlampir.
1. Gambaran Umum
Setelah
melakukan identifikasi dan analisis terhadap data pasambahan menjemput marapulai
pada bagian ini diberikan gambaran umum tentang wacana yang dianalisis, yaitu
partisipan, tata organisasi, dan topik-topik wacana. Gambaran ini akan banyak
manfaatnya dalam membicarakan aspek yang akan dideskripsikan yaitu pasangan
berdekatan dan giliran berbicara.
Pertama,
mencermati bagaimana wacana percakapan diorganisasi, maka pasambahan merupakan
kegiatan koperatif yang melibatkan dua pihak yang menjadi wakil dari pihak
penganten pria dan wakil dari pihak
penganten wanita. Dari pihak penganten wanita diwakili oleh Datuak (Dt.) Sinaro
dan pihak pengaten pria diwakili oleh Dt. Malano. Wacana pasambahan itu
terbentuk dari percakapan kedua Datuak dari awal sampai akhir. Jumlah
semua unit tuturan yang merupakan unit
aksi adalah 129 unit tuturan dan terjadi
44 kali pasangan percakapan (data terlampir).
Kedua,
percakapan mempunyai tata organisasi (overall
organization) yang terdiri dari pembukaan (opening), tubuh (body),
dan penutup (closing). Pembukaan
pasambahan terdiri dari pasangan memberi salam dan memberi salam kembali yang terdapat pada awal percakapan atau unit
tuturan 1) dan 2), yaitu:
Dt.
Sinaro : 1) Assalamualaikum Angku Datuak.
Dt. Malano : 2) Wa’alaikum salam.
Tubuh
wacana terdiri dari 10 topik dari 125 unit tuturan. Setelah diidentifikasi topik-topik percakapan pasambahan mengenai
hal-hal berikut.
- Mempersilakan memakan sirih sebagai pembuka
menyatakan maksud.
- Menyampaikan bahwa sirih telah dimakan.
- Menyapaikan pesan yaitu menjemput marapulai.
- Marapulai boleh dibawa namun menunggu berpakaian.
- Menanyakan gelar marapulai.
- Menyatakan gelar marapulai.
- Menanyakan apakah sudah boleh berangkat pulang.
- Memberi izin berangkat pulang.
- Bermaaf-maafan.
- Perundingan selesai.
Dalam tubuh
wacana tersebut tercatat empat kali
perhentian (pause) perca-kapan karena
pihak yang ditanyakan (penganten pria) melakukan musyawarah untuk menghasilkan
kesepakatan untuk menjawab pertanyaan atau permintaan pihak penganten putri.
Musyawarah dilakukan juru bicara dengan semua pihak kerabat penganten pria.
Diantara topik yang dimusyawarahkan itu adalah apakah sirih mereka diterima
atau tidak, apakah mereka sudah boleh membawa marapulai atau belum, menanyakan
gelar marapulai, dan apakah mereka sudah boleh pulang atau belum (topik
a,c,e,g). Setelah mereka semufakat maka
percakan kembali dilanjutkan dengan memanggil juru bicara pihak perempuan
sehingga dengan itu terbentuk percakan dengan topik b,d,e,f, dan h.
Bagian dari tubuh wacana pertopik
juga terdiri dari pembukaan, isi, dan
penutup pula. Pembukaan terlihat seperti pada:
Dt. Sinaro : 3) Kapado Datuak Rajo Malano. (Kepada Dt.
Rajo Malano)
Dt. Malano : 4) Manitahlah Angku. (Menitahlah Angku)
Dan penutup seperti pada:
Dt. Malano :
11) Sampai dek Datuak? (Sudah
selesai Datuak?)
Dt. Sinaro
: 12) Alah sado nan alah. (Sudah semua yang sudah)
Bentuk-bentuk
seperti itu terjadi berulang-ulang; untuk pembuka ada pada tuturan (3-4),
(19-20), (48-49), (68-69), dan (101-102) sedangkan untuk penutup ada pada
tuturan (11-12), (38-39), (55-56), (61-62), (86-87), (93-94) dan (113-114).
Selajutnya, isi terdiri dari pasangan percakapan berupa
pernyataan/permohonan dan
pembenaran/pemberian yang terlihat berulang secara umum.
Penutup wacana pasambahan terdiri dari
unit tuturan berupa pantun berisi kerelaan, maaf, dan salam pada 127) dan pemberian salam pada 128), serta
peberian salam kembali pada 129). Berikut kutipannya.
Dt. Sinaro : 127) Alif jo nun tando ra
Sukun
jo amzah tando mati
Rila jo
maaf ambo pintak
Wassalam
jo maaf panyudahi.
128)
Assalamualaikum Angku Datuak
Dt. Malano :
129) Waalaikumussalam.
Berdasar pembicaraan di atas, maka
dinyatakan bahwa percakapan dalam pasambahan merupakan suatu wacana yang sudah
terencana (planned) walaupun yang
pihak-pihak membentuknya belum pernah bertemu sebelumnya. Namun, kedua pihak
memahami srtuktur wacana pasambahan menjemput marapulai sehingga terbentuk
sebuah wacana utuh dan komu-nikatif.
2. Tuturan Berpasangan
Analisis tuturan berpasangan (adjansy pair) pada wacana pasambahan
menjemput marapulai dijelaskan berdasarkan pendapat Richard (1982).Richard
menyatakan ada delapan pasang tuturan berpasangan. Pada wacana ditemukan
pasangan berdekatan sebagai berikut.
a. Pasangan Tegur-Sapa
Pasangan tegur sapa terjadi dua kali yaitu
pada pembukaan wacana dan pada penutupan wacana. Berikut pasangan tersebut.
Dt. Sinaro : 1) Assalamualaikum Angku Datuak.
Dt.
Malano : 2) Wa’alaikum salam.
Dan
Dt. Sinaro : 128) Assalamualaikum Angku Datuak
Dt. Malano :
129) Alaikumussalam
Pasangan tegur-sapa dengan
“assalamualaikum” dan jawaban “wa’alaikum salam” merupakan tuturan sapa yang
sudah lazim dan selalu digunakan dalam/antar masyarakat Minangkabau untuk
mengawali percakapan (formal/nonformal).
Tuturan tersebut merupakan kalimat yang sudah dituntunkan dalam agama Islam
untuk dibaca disaat terjadi kontak dua orang (muslim). Masyarakat Minangkabau yang
umumnya beragama Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka merealisasikan ajaran agama dan menyebut landasan
hidupnya itu dengan ungkapan “adat
bersendi syarak (agama), syarak bersendi kitabullah (Al-Quran)”. Dengan kata
lain tata cara hidup masyarakat Minangkabau didasarkan pada agama sedang agama
didasarkan pada kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, seorang yang menyapa
mitra tutur dengan tuturan “assalamulaikum” maka jawaban minimal “wa’alaikum
salam” sebagai kewajiban dalam beragama atau menjawab dengan yang lebih dari
itu seperti “wa’alaikum salam wa rahmatullah” sebagai lebih memberikan
penghormatan kepada orang yang memberi hormat.
Tuturan “Assalamualaikum” mempunyai arti
‘selamat atas kamu sekalian’ maksud dari tuturan itu dapat berupa doa kepada
orang yang diucapkan dan juga dapat berarti sipemberi salam telah memberi
jaminan kepada mitra tuturnya bahwa mereka aman dari prilakunya yang tidak
beradab. Dengan, didapatkan wacana dibuka dan sekaligus ditutup dengan sapaan
salam berarti mereka sama-sama menginginkan dan
memberikan keselamatan kepada semua partisipan dalam acara penyemputan
marapulai tersebut.
b. Pasangan Panggilan-Jawaban
Pasangan tuturan berdekatan panggilan-jawaban/pertanyaan
terdapat dalam wacana pasambahan menjemput marapulai. Pada analisis pasangan
berdekatan ini dibedakan antara panggilan dengan pertanyaan. Panggilan terjadi
diawal dialog dalam suatu topik sedang pertanyaan terjadi tidak di awal suatu topik
tetapi dapat terjadi di tengah atau diakhir dialog. Keduanya itu pasangannya
adalah jawaban. Berikut pasangan berdekatan panggilan dan jawaban.
Tabel
1
Pasangan
Berdekatan Panggilan-Jawaban
No.
|
Tuturan
|
Pasangan Berdekatan
|
1
2
3
4
5
|
Dt. Sinaro
: 3) Kapado Datuak Rajo Malano.
Dt. Malano : 4)
Manitahlah Angku.
Dt. Malano :
19) Ka bakeh Datuak Sinaro
Dt. Sinaro
: 20) Iyo, manitahlah.
Dt. Malano : 48)
Iyo ka bakeh Angku Datuak juo.
Dt. Sinaro
: 49) Manitahlah Mak Datuak.
Dt. Malano : 68)
Jadi, kabakeh Dt. Sinaro.
Dt. Sinaro
: 69) Manitahlah Angku Datuak.
Dt. Malano :
101) Ka bakeh Angku datuak
rundiang bapulangan.
Dt. Sinaro
: 102) Lah tarang Angku Datuak.
|
Panggilan
Jawaban
Sda
Sda
Sda
Sda
|
Pada
tabel di atas dideskripsikan lima
pasangan berdekatan panggilan dan jawaban yang terdapat dalam wacana pasambahan menjemput
marapulai. Panggilan dalam percakapan pasambahan terjadi disebabkan setting ruang tempat pasambahan. Pada pasambahan tempat duduk wakil penganten pria dan wakil penganten
wanita cenderung duduk berjauhan dalam arti tidak berdekatan seperti orang berkomunikasi
biasa. Itu terjadi karena dalam budaya
Minangkabau
secara sosial tamu adalah orang yang dihormati dan mereka didudukan dibagian
ujung rumah yang menjadi pusat perhatian sedangkan para pihak penerima tamu
duduk dibagian ujung arah pintu keluar masuk sehingga mereka leluasa untuk
menyiapkan segala sesuatu. Cara duduk mereka semua berbentuk melingkar sesuai dengan
setting ruangan. Dengan cara
demikian, mereka dapat mengetahui mana yang tamu dan mana yang tuan rumah.
Karena duduk yang tidak berdekatan
itu terjadi panggilan sebagai panarik perhatian dan penghormatan dan sekaligus
jawaban dari tamu yang datang. Pada
wacana yang dianalisis ditemukan panggilan pada umumnya dilakukan setelah
berhenti (paus) untuk mufakat oleh
pihak tuan rumah dan akan menyampaikan hasil musyawarah mereka.
Pada 3)
pihak penganten wanita memanggil “Kepada Dt. Rajo Malano”. Penggunaan kata
”kapado” atau ’kepada’ dilakukan di awal pasambahan karena penutur menujukan
tuturannya kepada yang bersangkutan, yaitu Dt. Malano. Pada 19, 48, 68, dan 101
penutur tidak lagi menggunakan kata ”kapado” melainkan ”ka bakeh” yang dalam
bahasa Indonesia artinya ’kepada juga’.
Hal itu, menunjukkan bahwa pasangan berdekatan pertanyaan itu berulang namun
bentuk yang digunakan untuk pertama berbeda dengan bentuk yang berikutnya.
Pasangan
jawaban dari petutur juga mempunyai variasi. Pada 4) petutur menjawab
”manitahla Angku” berbeda dengan jawaban 20), 49), 69), dan 102). Pada jawaban
ini nampaknya kualitas jawaban tidak hanya berdasarkan bentuk tuturan jawaban
melainkan juga situasi waktu dan kondisi. Kita tahu tuturan ”iyo, menitahlah”
dibanding dengan ”iyo menitahlah Angku Datuk” lebih pendek. Jika dibandingkan
lagi maka tuturan yang kedua adalah lebih santun dengan sapaan Angku Datuk. Mengapa hal itu bisa
terjadi? Ini banyak sedikitnya tergantung lama atau tidaknya musyawarah pihak
tuan rumah. Menunggu dalam waktu yang terlalu lama dimungkinkan menimbulkan
reaksi kurang menghargai tamu dan tamu pun mengurangi kesantunan ucapannya.
Jika,
kita cermati 49) dan 69) jabawan kembali menunjukkan penghor-matan dengan
kesantunan dengan menggunakan sapaan penghormatan.
Selanjutnya,
pasangan pertanyaan dan jawaban dalam wacana pasambahan sebagai berikut.
Tabel 2
Pasangan
Berdekatan Pertanyaan-Jawaban
No.
|
Tuturan
|
Pasangan Berdekatan
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Dt. Malano :
11) Sampai dek Datuak?
Dt. Sinaro
: 12) Alah sado nan alah.
Dt. Malano :
38) Lah sampai dek Angku Datuak.
Dt. Sinaro
: 39) Alah sado nan alah,
Angku Datuak.
Dt. Sinaro
: 55) Sampai Angku Datuak?
Dt. Malano :
56) Dibilang alah.
Dt. Malano : 61)
Sampai dek Angku Datuak?
Dt. Sinaro
: 62) Sampai Angku Datuak.
Dt. Sinaro
: 86) Sampai Angku
Datuak?
Dt. Malano :
87) Bilang alah.
Dt. Malano :
93) Lah sampai Angku Datuak?
Dt. Sinaro
: 94) Sampai.
Dt. Sinaro
: 113) Sampai di Angku Datuak.
Dt. Malano : 114) Dibilang alah.
|
Pertanyaan-
Jawabana
Sda.
Sda.
Sda.
Sda.
Sda.
Sda.
|
|
|
|
Pada pasangan berdampingan
pertanyaan dan jawaban di atas
proses-nya terjadi dengan baik. Semua pertanyaan dibalas dengan jawaban dan
tidak ada penyimpangan. Hal yang menarik dalam pasangan pertanyaan jawaban ini
adalah petutur menanyakan kepada penutur apakah yang sudah disampaikannya pada
tuturan sebelumnya sudah selesai atau masih ada tambahan. Di sini seakan mereka
tidak mau berebut berbicara malah yang terjadi mereka mempersilahkan mitra
tuturnya sepuasnya. Pertanyaan “sampai
Angku Datuak” atau ‘sudah selesai Angku Datuk’ pada tabel di atas
dapat merupakan pertanyaan sebenarnya bertanya, dan juga dapat dikatakan
sebagai suatu tradisi percakapan pasambahan. Hal itu, nampak dari jawaban
petutur “dibilah alah” atau “sampai angku datuk” atau ‘sudah angku
datuk’ yang tidak ada variasinya dari beberapa temuan. Jika, ada satu kali
mereka mengatakan tuturan sebaliknya
seperti “alun” atau ‘belum’ maka akan nampak hal itu sebenarnya bertanya. Namun,
yang hal seperti tidak pernah terjadi dan ini juga menunjukkan suatu kebiasaan
yang dapat menunjukkan kesantunan dan perundingan penuh dengan nilai-nilai
penghormatan.
Hanya saja kalau dilihat dari segi kualitas
jawaban ternyata makin keujung percakapan bentuk lingual jawaban semakin pendek
seperti pada 94), 87) dan 114). Hal itu, mempunyai indikasi bahwa isi
percakapan dalam wacana pasambahan dipengaruhi kesegaran, kelelahan atau faktor
ketertarikan dan kebosanan dari partisipan. Makin segar dan tertarik petutur
maka makin lengkap jawaban dan begitu juga sebaliknya.
c. Pasangan Permohonan dan
Persetujuan
Pasangan
berdekatan jenis permohonan juga ditemui dalam pasambah-an yang di analisis.
Berikut bentuk-bentuk pasangan permohonan dan
perse-tujuan.
Tabel 3
Pasangan
Permohonan dan Persetujuan
No.
|
Tuturan
|
Pasangan Berdekatan
|
1.
2
3
|
Dt. Malano :
17) Mananti Angku Datuak.
Dt. Sinaro
: 18) Lai Angku, nanti ko Angku Datuak
Dt. Malano 66) Baa nyolai nan baitu nangko kini, karano
kami lai baduo batigo, nak kami pa iyokan lah rundingan Angku Datuak dilatak-an samantaro, baa kolah?
Dt. Sinaro
: 67) Rancak bana Angku Datuak.
Dt. Malano 99) Mananti angku Datuak.
Dt. Sinaro
: 100) Rancak bana Angku Datuak
|
Permohonan
Persetujuan
Permohonan
Persetujuan
Permohonan
Persetujuan
|
Data pada Tabel 3 di atas ditunjukkan
bahwa penutur mengajukan permohonan kepada petutur. Dari tiga pasangan
berdekatan tentang ini, semuanya berpasangan secara benar yaitu penutur mengajukan
permohonan dan petutur memberikan persetujuan. Permohonan 17) “Mananti Angku Datuak” atau ‘Menanti
Angku Datuk’ merupakan kelanjutan dari wacana bahwa penutur akan melakukan
musyawarah terlebi dahulu dengan kelompok mereka untuk dapat memberi jawaban
terhadap permintaan petutur. Begitu juga yang terdapat pada 66) dan 99).
Pasangan tuturan yaitu 18), 67) dan 100)
merupakan jawaban persetujuan yang jika diperhatikan betapa mereka
sangat menghargai permohonan untuk mufakat itu oleh pihak penutur “rancak bana Angku Datuak” atau ‘bagus
sekali Angku Datuk’. Adanya gambaran pasangan yang berdekatan seperti ini
menunjukkan betapa masyarakat pendukung pasambahan ini sangat menghargai
demokrasi dan kebersamaan. Hal itu jelas menunjukkan nilai-nilai sosial dan
budaya yang mendukung adanya pasambahan itu, yaitu budaya Minangkabau.
d. Pasangan Penawaran-Penerimaan
Ditemukan
satu pasangan berdekatan penawaran-penerimaan dalam teks pasambahan yaitu,
Dt. Sinaro : 5) Ado nan disampaian, sirieh Datuak. Penawaran
Dt.
Malano : 6) Sampaianlah. Penerimaan
Pada pasangan penawaran-penerimaan
ini dilakukan penutur dan petutur di awal wacana pasambahan. Penutur menawarkan
sirih dalam cerana beserta kata-kata penghantarnya, yaitu pihak penganten
wanita untuk diterima oleh pihak pengaten pria. Pihak penganten pria menyatakan
tuturan penerimaan ”sampaianlah” atau ’sampaikanlah’.
e. Pasangan Pernyataan-Pembenaran
Pasangan pernyataan dan pembenaran
merupakan pasangan berde-katan yang paling banyak ditemukan dalam teks
pasambahan. Pasangan itu ditemukan dalam isi pembicaraan antara wakil pihak
penganten pria dengan wakil pihak penganten wanita. Pasangan-pasangan
pernyataan-pembenaran itu terdapat pada bagian wacana berikut.
Pertama, pada jawaban permintaan
pihak penganten wanita kepada pihak
penganten pria pada saat diminta makan sirih di cerana (carano). Pada 13) 14) 15) dan 16) pihak
wakil penganten pria memberikan alasan-alasan berupa pernyataan tentang secara
adat jawaban perlu dirundingkan terlebih dahulu dengan pihak keluarga penganten
pria, menyatakan permintaan itu sudah sangat baik dan akan dijawab dengan
sebaiknya, ketentuan adat untuk manjawab, dan perlunya bermusyarah di antara
mereka yang ada. Pola pasangan
berdekatan seperti ini berlulang pada 40), 41), 43), 45), dan 46) dengan
sedikit variasi. Pada tuturan 70-75 dengan tuturan yang sama tanpa diselingi
pembenaran tetapi pembenarannya cukup sekali saja pada tuturan 76). Pada
tuturan 95), 96), dan 97) dengan variasi lebih ringkas dan dengan satu kali pembenaran.
Kedua, pasangan pernyataan dan
pembenaran ini terdapat pada bagian teks tentang mengemukakan jawaban setelah terjadinya mufakat. Untuk sampai pada
jawaban dari permintaan pihak penganten wanita, pihak penganten pria memberikan
pernyataan-pernyataan yang dibenarkan
oleh pihak penganten wanita. Hal itu terdapat pada tuturan 21), 23), 24), 26),
28), 30), dan 32), dan pola yang sama berulang pada tuturan 77)-78) dan
103)-110). Pasangan berdekatan pernyataan-pembenaran ada yang satu pernyataan
langsung dibenarkan dan ada yang beberapa pernyataan telah dituturkan, kemudian
baru dibenarkan. Hal itu merupakan pola-pola yang dapat dinyatakan sebagai
pasangan berdekatan dalam wacana pasambahan.
3.
Giliran Berbicara
(Turn Taking)
Pembahasan konsep
giliran berbicara pada tulisan ini didasarkan pada pendapat Sack, Schegloff & Jefferson (1974) yang mengemukan 13 ciri dalam giliran
berbicara sebagai berikut.
a. Pemegang giliran akan terjadi
berganti-ganti.
Pada wacana pasambahan menjemput
marapulai pemegang giliran berganti-ganti dari awal sampai akhir. Pertama
giliran dipegang oleh pihak wakil penganten wanita yang menyapa tuan rumah
dengan salam. Selanjutnya, giliran berbicara berganti dengan pihak penganten
pria yang memberi salam kembali. Seterusnya, dialog percakapan secara koperatif
terjadi oleh dua orang itu tanpa
diselingi orang lain sampai akhir dengan ditutup oleh pasangan tuturan salam
dengan salam. Pada wacana pasambahan menjemput marapulai terjadi 43 kali
pergiliran berbicara. Pola
giliran berbicara pada wacana pasambahan ini adalah pola ”A-B-A-B” dari awal
sampai akhir.
b. Pada umumnya
salah satu pihak berbicara pada saat pihak lain mende-ngarkan. Percakapan
berlangsung dengan baik sehingga saat
diam dan saat bicara dari kedua belah
pihak silih berganti tanpa ada satupun yang menyela pembicaraan. Nampaknya,
percakapan dalam wacana pasambahan yang penuh dengan petatah petitih itu harus
diresepsi dan diinterpretasi oleh kedua pihak dengan cermat. Untuk itu,
pembicaraan benar-benar terjadi silih berganti dengan giliran berbicara
nanti-menantikan supaya tidak terjadi salah pengertian.
c. Pernyataan
bahwa kadangkala terjadi ada lebih dari
satu pihak berbicara bersamaan, tetapi hanya sebentar dalam rangka memberi
tanggapan; tidak ditemukan dalam wacana yang dianalisis. Hal ini, disebabkan
wacana percakapan ini adalah wacana perwakilan kelompok sehingga juru bicara
masing-masing kelompok tidak memberi kesempatan berebut bicara karena itu dapat
menganggu konsentrasi pendengarnya sehingga mereka harus mengikuti dialog
dengan susah. Ini nampaknya tidak diinginkan juru bicara masing-masing. Di
samping itu, dalam percakapan yang penuh dengan nilai-nilai adat itu aspek
kesabaran menunggu giliran berbicara adalah suatu yang dipentingkan dan
menunjukkan martabat seseorang.
d. Kebanyakan
transisi berlangsung tanpa jeda yang signifikan;
Transisi giliran berbicara
berlangsung dengan jeda yang bervariasi. Ada transisi tanpa jeda yang
signifikan dan dengan jeda yang signifikan. Di dalam pasangan percakapan pernyataan
dan pembenaran umumnya jeda transisi tidak terlalu signifikan karena mitra
tutur hanya mengatakan kalimat pendek seperti ’’bana angku” atau ”benar angku”
sedangkan setelah penutur tetap melanjutkan pernyataan yang merupakan bagian
dari pernyataan sebelumnya.
Contoh:
Dt. Malano : 23) Datuak mancari bulek nan sagiliang, pipih nan
satapiak. Bulek nan kami giliang, pipih nan kami tapiak.
24) Tantang sinan pamintaan Angku Datuak, sirieh
nak mintak dicabiak, pinang mintak digotok.
Dt. Sinaro : 25)
Iyo Angku datuak.
Dt. Malano :
26) Gambia minta di pipia.
Dt. Sinaro : 27)
Bana Angku Datuak.
Dt.Malano : 28)
Kok lai nan takana di ati nan tak ilang dimato, di kami, jauah manjalang, ampia manuruik. Katakah itu bana
parundiangan ko.
Dt. Sinaro : 29)
Bana Angku Datuak.
Pada pasangan percakapan
pertanyaan-jawaban jeda transisi cukup signifikan, bahkan jeda untuk bermufakat
memakai waktu yang cukup panjang. Contoh:
Dt. Malano: 45) Jo bana kaambo lalu. Bana kapaambo lalu di
kami, silang nan bapangka karjo nan bapokok.
46) Karano kami lai baduo batigo
Angku Datuak ’ah, iyo bana bak kecek
urang ko eh, nak siang bak ari, nak tarang bak bulan. Kami caliak dulu adat
baisi limbago dituang ko, Angku Datuak
’ah.
Dt.
Sinaro : 47) Rancak
bana Mak Datuak.
Jeda
Dt. Malano bermufakat dengan niniek mamak pihak marapulai, untuk menjawab
permitaan Dt. Sinaro. Setelah mufakat didapat Dt. Malano menyampaikannnya
kepada DT Sinaro
e. Urutan giliran
bervariasi;
Pada wacana pasambahan yang
dianalisis tidak terlalu bervariasi. Ini disebabkan percakapan hanya terdiri
dari dua orang. Variasi yang ada jika A
memulai maka akan diakhiri oleh B. Sebaliknya B yang memulai maka sebaliknya A
yang mengakhiri giliran berbicara.
f. Ukuran lama-pendeknya giliran bervariasi; merupakan kenyataan yang banyak ditemui dalam
wacana pasambahan yang dinalisis. Berikut ini contoh variasi giliran yang
waktunya pendek.
Dt. Malano : 19)
Ka bakeh Datuak Sinaro
Dt. Sinaro : 20) Iyo, manitahlah.
Dt. Malano : 21) Tadi panek baranti, patang bamalam,
parundingan kito antaro jo Angku Datuak.
Dt. Sinaro : 22) Iyolah.
Dt. Malano : 23) Datuak mancari bulek nan sagiliang, pipih nan
satapiak. Bulek nan kami giliang, pipih nan kami tapiak.
24) Tantang
sinan pamintaan Angku Datuak, sirieh nak mintak dicabiak, pinang mintak
digotok.
Dt. Sinaro : 25)
Iyo Angku datuak.
Dt. Malano :
26) Gambia minta di pipia.
Dt. Sinaro : 27)
Bana Angku Datuak.
Dt.Malano : 28)
Kok lai nan takana di ati nan tak ilang dimato, di kami, jauah manjalang, ampia manuruik. Katakah itu bana
parundiangan ko.
Dt. Sinaro : 29)
Bana Angku Datuak.
Dt. Malano : 30) Kok didanga parundingan Angku Datuak nan taserak di muko kami, nan tatabua di muko
nan banyak, indak ado kurang ka panukuak, senteang ka pambilai. Bana ka paambo
lai.
Dt. Sinaro : 31)
Iyo Angku Datuak.
Dan berikut contoh giliran bicara yang waktunya lama.
Dt. Malano : 50) Tadi panek
baranti, patang bamalam, parundingan kito di Angku Datuak.
51) Karano
adaik ka Angku Datuak isi, limbago ka dituang, tantang pambaoan Angku Datuak,
karano adaiak ko iyo lah lamo, pusako ko lah usang, lamo koknyo ragu, usang kok
nyo lupo, nak baliak balenggong di kami, di silang nan bapangka karajo nan
bapokok.
52) Tantangan parmintaan Angku, kok iyo lah kami karajokan. Tantangan
pambaoan angku, karano adaik ka Angku isi, limbago ka Angku tuang. Iyo bana
adaikko lah lamo, pusako lah usang.
53)
Iyolah di barih Angku mamaek, di takuak Angku manabang.
54)
Iyolai nan iko nangko kini. Jan siang baabih ari, malam baabih minyak,
tantangan si marapulai, iyo mananti bakain Angku Datuak ,ah.
Dt. Sinaro
: 55) Sampai Angku Datuak?
Dt. Malano :
56) Dibilang alah.
g. Panjangnya
giliran dalam percakapan tidak dibatasi secara khusus; Tidak ditemukan batasan
khusus dalam panjangnya giliran. Batasan yang hanya dapat dilihat adalah ruang
lingkup topik. Penutur dapat berbicara sepanjang itu masih dalam topik
pembincaraan. Dalam wacana ini juga tidak ada penutur berbicara menyimpang ke
luar topik.
h. Isi dari
percakapan biasanya tidak disebutkan terlebih dahulu; Isi percakapan terjadi
dalam dialog dengan mengutarakannya setelah diminta. Dengan demikian benar
bahwa isi percakapan tidak disebutkan terlebih dahulu. Contoh pihak tuan rumah
meminta pihak tamu menyampaikan maksud kedatangannya sebagai berikut.
34) Karano rokok nan sabatang ko alah abiah, siriah sakapua lah masak kok lain an takana di ati, nan tak
ilang di mato, di Angku jauh manjalang ampiang menurut, lah rancak
dikatangahkan Angku Datuak!
35) Sakian
parundingan.
i. Distribusi
giliran tidak disebutkan terlebih dahulu dalam wacana pasambahan, tetapi karena percakapan berlangsung antara dua orang yang
mewikili kelompok maka distribusi giliran tidak banyak variasi.
j. Jumlah
proposisi bervariasi dalam setiap giliran. Jumlah proposisi dalam wacana lebih
ditentukan oleh kemahiran juru bicara. Pada teks pasambahan ditemukan
pembicaran dengan proposisi yang lebih banyak oleh pihak tuan rumah terutama
pada topik pemberitahuan gelar penganten terjadi sepuluh pernyataan yang
panjang sedangkan pihak penjemput hanya
berbiacara dengan jawaban pendek-pendek.
k. Pembicaraan
dapat tidak berkelanjutan, tidak ditemukan dalam wacana pasambahan.
l. Sering terjadi
berbicara tanpa pemernyilahan; tidak ditemukan dalam wacana.
m. Mekanisme perbaikan terjadi
apabila pembicaraan berjalan tidak semes-tinya. Hal ini juga
tidak ditemukan dalam wacana pasambahan.
4. Transisi
Tempat yang Relevan
Konsep tempat dalam analisis percakapan
merujuk pada berbagai macam “unit tipe” yang digunakan penutur untuk membentuk atau
membangun sebuah giliran. Secara lingual unit-unit tipe itu adalah kontruksi
kalimat, klausa, frasa, atau leksis. Termasuk ke dalam kontruksi itu adalah
proyeksi satuan khas atau suatu bagian yang lengkap. Kaidah-kaidah itu
beroperasi atau berlangsung secara berulang-ulang terhadap kelengkapan satuan
khas penggantian. Tempat itu menyediakan satu dorongan bagi penerima
pembicaraan untuk melanjutkan pembicaraan (Schiffrin, 1994).
Dalam wacana pasambahan menjemput
penganten pria transisi tempat yang relevan terjadi dalam bentuk unit-unit yang
berulang sebagai berikut.
- Ucapan kata-kata salam pada 1), 2) dan 128), 129.
- Kalimat untuk menyatakan memangil “kapado/kabakeh Angku Datuak” pada
3),19), 48), 68), dan 101). Kalimat “manitahlah
Angku” pada 4),20), 49), 69), dan 102). Kalimat “lah sampai dek Angku Datuak” pada 11), 38), 55), 61), 86),
93), dan 113). Kalimat “alah
sado nan alah” pada 12), 39), 56), 62), 87), 94), dan 114). Kalimat “ bana Angku Datuak” pada 27), 29),
42), 44), 76), 79), 81), 83), 104), dan 109).
- Paragraf untuk menyatakan perlunya berunding
seperti,
13) Tapi,
ditantangan taratik mujilih, lelo jo sopan, maaf dipintak, ka Angku datuak
parundingan dipulangan. Parundingan nan kadipulangan ka bakeh Angku Datuak, kok
tadi lah samo kito danga parundingan Angku Datuak ka kami silang nan bapangka
karajo nan bapokok.
14) Kok
didanga alah elok bunyi, kok dipandang alah rancak rupo. Lah elok susunan nan bak sirieh, lah elok bareh nan bak
sumpik.
15) Jikok
mamakai nan sapanjang adat, marangguih sapanjang pusako, limbago gayuang
mangandak-i sambuik, limbago kato mangandak-i jawab.
16) A baa
nyo lai nan iko nanko kini, karano kami lah baduo batigo, kami ambiak jalan
maulah kato baiyo.
Bagian yang berupa paragraf ini berulang pada 40)-46),
63)-66), dan 95)-99). Sarana ini terdiri
dari petatah dan petitih yang digunakan untuk menyatakan tanggapan terhadap
maksud pembicaraan tamu dan keinginan tuan rumah bermusyawarah untuk semufakat dengan pihak yang diwakilinya. Bagian ini
merupakan bagian yang sudah hapal bagi kedua pihak dalam percakan pasambahan
adat.
d. Transisi tempat yang digunakan juga dalam
wacana ini adalah pantun yang terdapat
pada 90), 91), dan 127).
Setelah
diamati ternyata wacana pasambahan menjemput marapulai ini memiliki transisi
tempat yang bervariasi. Semua bentuk lingual digunakan demi kelancaran giliran
berbicara, pasangan berdekatan, dan untuk keapikan wacana pasambahan. Bila
ditanggapi secara estetika maka pergantian giliran, pasangan tuturan, dan
transisi tempat yang relevan wacana ini saling kait-mengait dan membentuk suatu
keindahan tersendiri dalam rasa bahasa Minangkabau.
E. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1.
Wacana pasambahan menjemput marapulai merupakan wacana
utuh yang terdiri dari pembukaan, bodi/tubuh, dan penutup. Di dalam tubuh
wacana dalam topik-topik yang dibahas terdapat pula pembuka dan penutup yang
konsisten pada setiap bagiannya. Wacana
dapat digolongkan pada wacana yang terencana dengan terdapatnya perulangan-perulangan
bagian tertentu secara tepat dan konsisten.
2.
Pada pasangan berdekatan, wacana pasambahan menjemput
marapulai hanya menerapkan pasangan tegur-sapa, tanya/panggil-jawab,
tawaran-penerimaan, dan pernyataan-pembenaran. Bentuk pasangan tuduhan-ingkar,
tawaran-penolakan, dan peringatan-perhatian tidak ditemukan dalam teks wacana.
Semua pasangan berdekatan yang ditemukan menunjukkan pasangan yang cocok atau
tidak menyimpang. Dengan demikian
koherensi wacana terpola dengan teratur
dengan pasangan dua-dua.
3. Pada
giliran berbicara ditemukan bahwa giliran dilakukan secara berganti-ganti
dengan pola “A-B” dimana setiap ada yang berbicara yang lain mendengarkan
dengan diam. Jeda transisi kadang signifikan terutama dalam musyawarah dan ada
yang cepat. Isi tuturan sudah direncanakan tapi tidak disebutkan sebelumnya dan
panjang ujaran masing-masing pihak bervariasi. Panjang giliran tidak dibatasi
secara khusus.
4. Transisi
tempat yang relevan yang menjadi sarana untuk pasangan berdekatan dan giliran
berbicara terdiri dari, kelompok kata, kalimat, paragaraf, dan bentuk
pantun.
5. Analisis
percakapan wacana pasambahan ini sangat menarik dilakukan. Untuk itu diperlukan
pembahasan yang lebih komprehensif menjadi sebuah penelitian utuh.