Oleh
Dr.
Abdurahman, M.Pd.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
Padang, Indonesia
Abstract
Tulisan
ini bertujuan menjelaskan fenomena tamatan pendidikan sekolah yang secara pengetahuan amat memadai tetapi
lemah dalam sikap dan karakter, yang merupakan masalah yang harus menjadi
perhatian para pendidik. Banyak pihak
yang mensinyalir femomena itu terjadi karena pembelajaran tidak
berorientasi nilai-nilai, terutama nilai budaya yang menjadi harapan masyarakat
untuk berkehidupan bersama. Meskipun tamatan dari pendidikan sekolah diharapkan
berbudi pekerti baik, ternyata banyak dari mereka yang tidak sadar budaya
sehingga tidak memperkuat budaya masyarakatnya, akan tetapi mereka cenderung
menyimpang dari budi bahasa budaya yang
normal dalam masyarakat. Untuk memperbaiki kondisi yang dilematis itu, pengkajian budaya dan hasil temuan tentang
kearifan budaya dalam cerita klasik dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan inovasi pendidikan.
Dalam penelitian saya tahun 2013 tetang kearifan budaya dalam cerita
klasik, ditemukan ada lima pesan kearifan budaya yang menjadi harapan dalam
mengembangkan kehidupan yang perlu dikaitkan dengan inovasi pendidikan, yaitu
tentang kearifan budaya hakikat hidup, hakikat karya, hakikat waktu, hakikat
hubungan dengan sesama, dan hakikat hubungan dengan lingkungan. Pesan kearifan budaya itu dinilai amat
relevan dalam pendidikan untuk kehidupan moderen yang tidak hanya berorientasi
pada globalisasi tetapi juga masyarakat yang kuat berpegang pada nilai-nilai
budaya lokal yang sudah menjadi unggulan dalam kehidupan. Tulisan ini juga
bertujuan menjelaskan kaitan perlunya pesan karifan budaya dalam cerita klasik
sebagai bahan inovasi pendidikan bahasa sastra sehingga menjadi pendidikan yang
berbasis nilai-nilai budaya luhur bangsa.
Kata
kunci: kearifan budaya, cerita klasik, inovasi pendidikan
PENDAHULUAN
Sejak
bergulirnya era reformasi tahun 1998 di Indonesia, berbagai kalangan
memberikan pendapat dan mengulas pikiran mereka tentang ketimpangan dalam pelaksanaan
dan pengelolaan pendidikan. Suyatno (2000) seorang pendidik menyatakan
pendidikan nasional masih berlangsung dengan kesadaran magis dan kesadaran
naïf, dan belum mengembangkan kesadaran kritis. Selanjutnya, Iman Taufik (2008)
seorang pengusaha menyatakan bahwa pendidikan kita terlalu diarahkan pada
penguasaan teori dan konsep dan kurang memperhatikan soft competency untuk merangsang inisiatif, kreativitas, dan
inovasi. Begitu juga Muslich (2011) menyatakan bahwa pendidikan kita telah kehilangan
nilai-nilai luhur kemanusiaan lantaran tunduk pada pasar dan bukan pencerahan
pada perserta didik. Penulis sendiri mengamati pendidikan nasional mengalami
ketimpangan karena tidak seimbangnya penguasaan ilmu umum dengan ilmu agama serta pengetahuan yang
mengajarkan moral yang berkaitan dengan arti hidup dan bagaimana menjalani hidup.
Penggambaran ketimpangan pendidikan makin
dipersoalkan karena banyak laporan media cetak dan eletronik tentang pelanggaran hukum dan krisis budaya dalam
kehidupan masyarakat. Orang yang terlibat sebagai pelaku penyimpangan budaya
tidak hanya orang yang rendah pendidikannya tetapi juga orang yang berpendidikan
tinggi. Mereka ada yang menjadi pejabat pemerintah yang menyelewengkan amanah jabatan
(korupsi), mereka yang menjadi pelaksana pendidikan yang melakukan kekerasan
dan tindakan tidak berbudaya, dan mereka yang tamatan sekolah yang terlibat
dengan berbagai penyimpangan social (tawuran) yang bertentangan dengan
nilai-nilai luhur budaya dan agama. Fenomena itu menghadirkan pertanyaan bagi
kalangan pengamat pendidikan, ada apa sebenarnya yang salah dalam pendidikan selama
ini, sehingga mereka yang sudah mengecap pendidikan masih saja melakukan
kejahatan dan mengapa mereka semakin jauh dari budaya baik yang diharapkan
masyarakat? Adanya fenomena itu tentu diasumsikan
sangat terkait dengan implikasi hasil pendidikan terhadap kehidupan
bermasyarakat. Rivai (2009) menyatakan bahwa berbagai persoalan masyarakat
merupakan keadaan yang menunjukkan tidak relevannya pelaksanaan pendidikan
dengan tujuan pendidikan yang ada pada tujuan pendidikan itu sendiri.
Di sisi lain, untuk tercapainya
hasil pendidikan yang baik di Indonesia, pembaharuan dalam program pendidikan
tidak berhenti. Kurikulum terus dikembangkan dan sekarang di sekolah telah dilaksanakan
kurikulum 2013 dan sebagian sekolah masih menjalankan kurikulum 2006. Pada
tahun 2010 juga telah dicanangkan perlunya pendidikan karakter dan sejak itu
pendidikan karakter sudah dilaksanakan di sekolah. Selain itu, guru-guru telah
ditingkatkan kualitasnya melalui program sertifikasi dan tunjangan profesi mereka lebih baik dari
sebelumnya. Di samping itu, seiring dengan pembaharuan kurikulum pendekatan
pembelajaran juga berkembang, sistem penilaian makin baik dan media pembelajaran
makin banyak. Terlepas dari dampak nyata penerapan kurikulum 2013, hasil pendidikan
yang dicapai saat ini kualitasnya belum mencapai target, apalagi jika dibandingkan
dengan negara lain. Lulusan yang ditamatkan belum semuanya menunjukkan pengetahuan,
sikap, dan daya kreativitas yang lebih seperti dalam karakter yang diharapkan masyarakat.
Keadaan
masyarakat sekarang seperti dilukiskan El-Shirazy, pengarang Indonesia, dalam novelnya “Api Tauhid” (2015).
Gambaran keadaan masyarakat sekarang sebagai umat yang lemah dalam iman
sehingga mereka mudah tercampakkan dari budaya baik. Fitnah budaya kehidupan menyambar
mereka siang dan malam. Serigala-serigala budaya yang kelaparan siap mencabik-cabik
mereka. Kebodohan rohaniah merajalela dan ironisnya mereka mengaku sebagai yang
serba tahu. Kemaksiatan menyusup di mana-mana menjadi propaganda yang
menggiurkan. Umat dilanda kecemasan, ketakutan, dan ketidakmenentuan yang tiada
ujungnya. Kenyataan seperti ini mengingatkan kita pada firman Tuhan, “perumpamaan mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat (Quran, 2:17).
Masyarakat seperti berjalan dalam lorong kegelapan yang sangat
panjang dan tidak tahu jalan keluar
menuju cahaya. Sebagian merasa tahu ke mana melangkah, namun setelah
menghabiskan banyak waktu, tetap saja mereka berada dalam lorong
kegelapan. Selanjutnya dikatakannya,
kitab suci dan sunnah Nabi seumpama lentera yang mereka pegang
tetapi tidak dinyalakan. Seumpama pintu
keluar yang mereka berada di depan pintu namun tidak mereka buka. Akibatnya mereka terus berada
dalam kegelapan yang pekat dan
melelahkan (El-Shirazy, 2015:269). Keadaan ini tentu sesuai dengan pendapat
Thomas Lickona (1991) yang menyatakan suatu bangsa sedang menuju kehancuran
bila meningkatnya kekerasan, penggunaan bahasa yang buruk, meningkatnya
perilaku merusak diri, kaburnya pedoman moral, menurunnya etos kerja, tidak
hormat pada yang tua, rendahnya rasa tanggung jawab, membudayanya
ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian. Jika dicermati
semua ini semakin meningkat adanya dan mencemaskan.
Kompleksitas
fenomena yang terjadi dalam masyarakat mengindikasikan bahwa bidang pendidikan selalu
memerlukan berbagai bahan pertimbangan yang memungkinkan terjadinya pembaharuan
yang dapat memperbaiki keadaan masyarakat. Untuk itu, sumbangan berbagai bidang
ilmu sebagai pertimbangan dalam pendidikan sudah dilakukan berbagai pihak dengan
jelas, seperti inovasi pendidikan secara filofis, pembaharuan pradigmatis, inovasi
sosial politis, serta pembaharuan secara teknologis, dan semua usaha itu telah
mendapat tempat dalam proses pendidikan.
Namun demikian, hasil pendidikan yang diharapkan masyarakat belum juga memuaskan
untuk hidup yang berkejujuran dan kenyamanan.
Menyikapi
dilema pendidikan itu, kiranya perlu dicari pertimbangan lain untuk memperbaiki
pendidikan yang bersumber dari kearifan budaya yang hidup dalam tradisi budaya
masyarakat. Dalam hal ini, penulis menyarankan untuk kembali meninjau dan membuka
pesan-pesan budaya yang ada dalam masyarakat terutama yang ada dalam cerita
rakyat. Satu diantaranya yang perlu dipertimbangkan adalah pesan kearifan
budaya yang ada dalam cerita rakyat klasik. Pesan dalam cerita rakyat itu ada
yang menggambarkan harapan terhadap hasil pendidikan mereka dalam hidup dan
kehidupan. Hanya saja hasil pendidikan yang mereka harapkan dalam budaya mereka
itu belum dinyatakan secara eksplisit atau tidak disampaikan secara jelas.
Untuk itu, penjelasan akan hal itu,
perlu diuraikan dalam tulisan yang ilmiah.
Jika
selama ini inovasi pendidikan dikaitkan dengan penemuan-penemuan baru belum
juga memenuhi kebutuhan masyarakat tentang moral maka sekarang perlu kita kembali membuka pesan budaya sendiri untuk pembaharuan pendidikan. Untuk itu, Abdurahman
(2013) dalam penelitian dengan tema kearifan budaya pendidikan menemukan lima
pesan umum dalam cerita rakyat yang
dapat dikontribusikan sebagai bahan inovasi dalam pendidikan. Lima pesan itu berupa tesis tentang manusia
dengan hakikat hidup, hakikat karya, hakikat hubungan social, hakikat waktu, dan
hakikat hubungan dengan alam.
Kelima
pesan itu bersumber dari sepuluh judul cerita rakyat Minangkabau yang penulis analisis dengan kajian semiotik. Pesan tersebut
merupakan harapan yang idealkan oleh masyarakat budaya pendukung cerita
rakyat untuk diaktualkan dalam
kehidupan. Oleh karena itu, pesan budaya
dari cerita rakyat itu merupakan pernyataan-pernyataan pesan budaya yang
relevan dikontribusikan untuk memperoleh
hasil pendidikan bagi kehidupan masyarakat yang berbasis budaya sendiri.
Inovasi
pendidikan berdasarkan kontribusi pesan budaya diharapkan dapat membuka wawasan
budaya tentang pentingnya pendidikan berbasis budaya. Hal itu juga berkaitan
dengan perlunya tamatan pedidikan sekolah berbekal aplikasi nilai-nilai budaya
sendiri. Di satu sisi, pendidikan kita mesti dibangun dengan hasil penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi, namun di sisi lainnya kita ingin anak bangsa tidak kehilangan
jati diri dan karakter baik yang sudah diidealkan dalam budayanya. Keduanya,
tentu amat penting untuk kemajuan bangsa.
PESAN KEARIFAN BUDAYA CERITA RAKYAT MINANGKABAU
KLASIK
Pada bagian ini diulas pengertian
kearifan budaya dalam cerita rakyat klasik dan bentuk-bentuk kearifan budayanya.
Pertama, konsep kearifan merupakan
kata benda yang bermakna ‘kebijaksanaan atau kecendekiaan’ (KBBI: 2002: 65). Kearifan
dapat berupa perkataan atau tindakan, perbuatan yang menunjukkan sifat arif,
yaitu bijaksana, cerdik dan pandai, serta berilmu. Rahyono (2009:7) menyatakan
bahwa kearifan merupakan kecerdasan yang dimiliki sekelompok (etnis) manusia
yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya serta terwujud dalam ciri-ciri
budaya yang dimilikinya. Bila dikaitkan dengan penelitian ini kearifan berarti
kecerdasan dan kebijaksanaan yang dihasilkan masyarakat budaya yang direkam
atau didokumentasikan dalam cerita
rakyat berdasar pengalaman hidup yang dilaluinya. Berkaitan dengan definisi itu, maka
yang dimaksud dengan pesan kearifan
budaya adalah nasihat, petunjuk, peringatan, dan teguran yang baik yang
dilakukan seseorang dalam bentuk
norma-norma, aturan-aturan, dan
tindakan yang menunjukkan kecerdasan dan kebijaksanaan (Abdurahman,
2013:14).
Kedua, dalam penelitian yang
telah penulis laksanakan, cerita
klasik yang dijadikan sumber penelitian sudah eksis dalam masyarakatnya sebagai
alat pendidikan nilai-nilai kehidupan. Cerita bertahan hidup karena nilai-nilai
yang dikandungnya dapat memberikan pegangan kepada masyarakatnya dalam
kehidupan. Temuan penelitian menunjukkan
bahwa cerita mengajak pembacanya untuk meyakini bahwa hidup merupakan takdir
Allah dan dalam menjalani hidup sikap yang terbaik adalah bertakwa kepada-Nya. Cerita
juga memberi pesan tentang pentingnya ilmu pengetahuan dan penguasaan materi.
Dengan mengajak orang beriman kepada Allah maka kehidupan hedonis berubah
menjadi hidup yang berserah diri, beribadah,
dan berjuang di jalan Allah. Dengan ilmu pengetahuan digambarkan
perubahan tokoh yang bodoh menjadi orang
yang terpelajar dan berpotensi menjadi pemimpin dan berkedudukan. Seterusnya,
dengan kecukupan harta dan materi tokoh cerita bebas dari kemiskinan menjadi
orang kaya yang banyak manfaatnya dalam membantu kehidupan keluarga dan
masyarakat. Lebih dari itu nilai-nilai etika dalam cerita mengarahkan tokoh
menjadi orang yang mempunyai kepribadian dalam kehidupan bersama. Cerita mensugesti agar pembaca harus beriman,
berilmu, beretika, dan berharta serta bermanfaat dalam kehidupan sebagai orang
yang berkepribadian utuh. Dengan demikian, nilai-nilai budaya cerita yang
berlandaskan agama, ilmu pengetahuan, etika, dan penguasaan materi itu perlu menjadi
pertimbangan dalam membentuk pembaharuan pendidikan ke depan terlebih
dalam pembentukkan karakter masyarakat.
Ketiga,
penulis sajikan pesan kearifan budaya berupa pernyataan umum tentang kearifan
budaya pendidikan dari cerita rakyat Minangkabau yang merupakan temuan penelitian:
a.
Kearifan
budaya dalam hakikat hidup di antaranya sebagai berikut. 1) Tokoh cerita
mengimani bahwa hidup diyakini sebagai takdir Allah tuhan yang maha esa, dan
hidup diyakini tidak hanya di dunia tetapi masih ada kehidupan akhirat. 2) Dalam
menjalani hidup tokoh cerita bertakwa dan
beribadah kepada Allah supaya selamat di
dunia dan akhirat. 3) Dalam menjalani hidup, tokoh cerita berusaha dan
berdoa untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Tokoh-tokoh cerita yang
berusaha dan berdoa pada umumnya menjadi tokoh yang berhasil sedangkan tokoh
yang tidak mau berusaha menjadi tokoh cerita yang gagal. 4) Tokoh-tokoh cerita
dalam hidup mengutamakan menuntut ilmu untuk melakukan suatu pekerjaan dalam
kehidupan. 5) Cerita menggambarkan tokoh-tokoh yang bertindak cepat dalam menghadapi dan
menyelesaikan persoalan hidup. 6) Tokoh penuh perhitungan dan bermusyawarah dalam
menyelesaikan persoalan hidup. Tindakan-tindakan yang dilakukan dengan penuh
perhitungan dan bermusyawarah itu telah menghasilkan jalan keluar yang
mengagumkan dari problema hidup mereka
sehingga mereka menjadi tokoh-tokoh masyarakat yang terhormat dan bahagia. 7) Hidup
yang ideal adalah hidup dengan berilmu, berusaha, dan bermanfaat bagi orang
lain. 8) Hidup yang tercela adalah hidup dengan senang-senang dan tidak bermanfaat
dan bahkan menyusahkan orang lain. 9) Tokoh-tokoh cerita yang telah sukses
memberikan kontribusi terhadap kehidupan keluarga berupa mensejahterakan
keluarga, meningkatkan status sosial, dan menjadi pemimpin dalam masyarakat. 9)
Keberhasilan hidup tokoh cerita terkait dengan prinsip-prinsip hidup yang
bersumber dari petatah-petitih adat Minangkabau dan ajaran agama Islam.
Artinya, hidup dilalui dengan landasan filosofis adat dan agama. 10) Hidup
harus dijalani dengan bertawakal, berusaha, dan berdoa dalam mencari ilmu dan
harta demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
b.
Kearifan
budaya pendidikan dalam hakikat karya di antaranya sebagai berikut. 1) Pada
umumnya tokoh-tokoh cerita berkarya sebagai
pengisi hidup dan mencela tokoh cerita yang menghabiskan umurnya dengan
bersenang-senang tanpa pekerjaan. 2) Karya merupakan wadah untuk mendapatkan
karya yang dapat meningkatkan status sosial, kehormatan diri, dan kesejahteraan
keluarga. 3) Beberapa karya yang menonjol adalah merantau untuk berdagang dan
mencari ilmu di samping usaha yang lainnya. 4) Cerita menggambarkan karya yang menjadi usaha
kehidupan dan secara umum cerita memberi
bimbingan tatacara dalam berkarya untuk kesuksesan hidup. 5) Karya lainnya sebagai
guru dan pengarang, melukis dan
menyulam, menjahit dan menenun, berdagang, memasak. 6) Anak laki-laki, berumur enam tahun, siang masukkan ke
sekolah, petang hari diajari di rumah, malam disuruh ia ke surau. 7) Karya merupakan bagian dari kegiatan hidup yang disenangi untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan untuk memberikan manfaat kepada keluarga dan orang lain. 8) Berkarya
adalah untuk keluar dari kemiskinan supaya
menjadi kaya, keluar dari kebodohan supaya menjadi orang cendekia, arif dan
bijaksana, keluar dari status sosial rendah menjadi orang berkedudukan seperti
jadi pemimpin/penghulu.
c.
Kearifan
budaya dalam hakikat waktu di antaranya sebagai berikut. 1) Umumnya kearifan tentang waktu,
berorientasi ke masa depan dengan memanfaat waktu sekarang dengan baik dan mengambil pelajaran
kejadian waktu lampau. 2) Digambarkan
dalam cerita secara implisit bahwa tokoh yang mengisi waktu dengan kegiatan
yang bermanfaat sangat menentukan kebahagiaan di masa depan. 3) Dalam cerita
penggunaan waktu sehari semalam dipolakan dalam bentuk petatah-petitih adat
yang bersumber dari agama Islam. 4) Petatah yang lainnya tentang penggunaan
waktu berbunyi “Hari sehari dipertiga, malam semalam diperempat”. Hari siang
dibagi tiga, pertama waktu mengisi hawa nafsu, kedua waktu bekerja dan
berusaha, ketiga, waktu menjalankan pengurusan keluarga/kaum. Waktu semalam
dibagi empat, pertama waktu bersejarah dan membahasnya, waktu memikir peraturan,
waktu mempertimbangkan kebenaran, keempat waktu mengingat Allah dan
Rasulullah’. Berdasarkan temuan-temuan tersebut
dapat dinyatakan bahwa cerita cerita memberikan pesan budaya agar pembaca
menggunakan waktu dengan efektif dan memikirkan serta berbuat untuk waktu masa
depan dengan mengingat waktu di masa lampau.
d.
Kearifan
budaya dalam hakikat hubungan dengan alam di antaranya sebagai berikut. 1) Pada
umumnya cerita menggambarkan petatah-petitih adat dan contoh-contoh hidup
berdasarkan pola-pola dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam atau alam sebagai guru. 2) Falsafah
hidup kelompok etnis budaya Minangkabau terkenal dengan petatah “alam terkembang menjadi guru”, karena itu dalam cerita ditemukan banyak petatah-petitih
yang berkaitan dengan alam sebagai guru. 3) Pengenalan dan pengetahuan tentang
alam dilestarikan dalam petatah dan pantun sebagai alat yang menjadi simbol
berbudaya.
e.
Kearifan
budaya dalam hakikat hubungan dengan sesama di antaranya sebagai berikut. 1) Gambaran
hubungan sesama secara umum dilakukan dengan bekerjasama, seiya sekata, dan saling
tolong-menolong. 2) Dalam menjalankan hubungan antar sesama tokoh cerita
dituntun agar memperhatikan etika dan moral karena itu masing-masing pihak
dipolakan sifat-sifatnya dalam nasihat adat. 3) Pesan budaya yang menonjol yang berkaitan dengan relasi dengan sesama
adalah kesetaraan dalam mengemukakan
pendapat, bekerjasama, saling tolong-menolong, mengamalkan nilai-nilai etika
dan moral dalam adat, dan saling mengingatkan. 4) Cerita banyak memuat
aturan yang terkait dengan hubungan sesama dan cerita berfungsi sabagai
alat pendidikan dalam relasi dengan sesama.
PERTIMBANGAN PESAN
BUDAYA CERITA KLASIK UNTUK INOVASI PENDIDIKAN
Berdasarkan
pesan kearifan budaya yang telah dijelaskan pada subtopik sebelumnya, maka pada
bagian ini diajukan beberapa
pertimbangan berdasarkan pesan kearifan budaya untuk inovasi pendidikan secara
umum. Pertimbangan-pertimbangan ini diajukan dengan prinsip menjelaskan pesan
budaya cerita ke dalam bentuk pernyataan berupa harapan terhadap sistem pendidikan yang diperlukan
masyarakat pendukung budaya cerita. Pertimbangan itu bila diterapkan dalam
pelaksanaan program pendidikan tentu akan menjadi inovasi yang relevan dengan
harapan masyarakat tentang pendidikan.
a.
Berdasarkan
pesan budaya kearifan hakikat hidup, pertimbangan untuk inovasi pendidikan
sebagai berikut.
1) Pendidikan yang diharapkan
masyarakat pendukung cerita klasik merupakan sistem pendidikan yang bervisi dapat
mencerdaskan murid tentang kehidupan dunia dan kehidupan akhirat dan dengan
misi menyelamatkan mereka sejak dari kehidupan dunia hingga kehidupan akhirat.
2) Karakter yang sangat
diharapkan sebagai hasil pendidikan adalah berilmu, berketerampilan, berusaha,
beriman, beribadah, dan bertaqwa di samping karakter baik lainnya.
3) Untuk menciptakan hasil
pendidikan dengan karakter yang sudah disebutkan itu maka materi pendidikan
harus berisi materi tentang ilmu umum,
ilmu agama, ilmu berketerampilan, dan ilmu budaya (bahasa) dengan porsi yang
seimbang dan terpadu.
4) Masyarakat
budaya menginginkan tamatan pendidikan adalah orang yang setelah tamat
pendidikan tidak hanya jadi pekerja tetapi lebih dari itu mereka mampu memimpin
dengan empat pilar, yaitu berilmu, beragama, berbudaya, dan berusaha.
5) Profil tamatan pendidikan yang diharapkan
adalah memiliki karakter ilmuwan, ulama,
pengusaha, dan budayawan.
b.
Berdasarkan
pesan budaya kearifan hakikat karya, pertimbangan untuk inovasi pendidikan
sebagai berikut.
1) Pendidikan hendaknya melatih murid menjadi
orang yang senang bekerja dan berkarya.
2) Pendidikan dilaksanakan dengan
wadah untuk berkarya dan bukti keberhasilan pendidikan ditunjukkan dengan menghasilkan karya/produk
(tidak hanya nilai kuntitatif dari hasil ujian).
3) Karya yang bersifat dasar adalah semua
keterampilan untuk keperluan hidup sendiri dan hidup berumah tangga diajarkan
pada pendidikan dasar.
4) Karya yang bersifat lanjut
yang berhubungan dengan keterampilan dan kecakapan untuk mendukung profesi diajarkan
pada pendidikan tingkat atas.
5) Semua tamatan pendidikan
tingkat dasar dan tingkat atas telah mempunyai kecakapan dan keterampilan untuk
hidup.
6) Keterampilan
tingkat tinggi diajarkan di perguruan tinggi.
c.
Berdasarkan
pesan budaya kearifan hakikat waktu, pertimbangan untuk inovasi pendidikan sebagai
berikut.
1)
Pendidikan yang diharapkan masyarakat budaya adalah yang menyadarkan murid akan
pentingnya waktu dan mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat.
2)
Pendidikan diharapkan dapat melatih siswa memanfaatkan waktu sekarang untuk
kebahagiaan di masa mendatang.
3)
Proses pendidikan sedapatnya memberikan pelatihan bagaimana menjalani hidup
dengan pembagian waktu yang sudah dipolakan cerita.
4)
Pendidikan asrama merupakan sarana untuk berlatih hidup yang menggunakan waktu
sesuai yang pola pesan budaya (siang dan
malam).
d.
Berdasarkan
pesan budaya kearifan hakikat hubungan dengan alam, pertimbangan untuk inovasi
pendidikan sebagai berikut.
1)
Pendidikan diarah dengan filosofi belajar yang dikenal dengan “alam terkembang
jadi guru”.
2) Berbagai perilaku dan sifat
alam, serta kerja sistem tubuhnya dapat diambil sebagai pola-pola untuk
membangun pengembangan pengetahuan dan teknologi.
3) Pendidikan yang diharapkan,
yaitu yang dapat memahami, menyadari, dan menjaga hubungan dengan alam termasuk
alam gaib (?).
4) Pendidikan hendaknya membelajarkan
murid bagaimana mengekplorasi alam, menggunakan alam, dan memelihara alam.
5) Pendidikan hendaknya menghargai
dan memelihara alam dan pemeliharaan alam itu terkait dengan semua bidang ilmu.
e.
Berdasarkan
pesan budaya kearifan hakikat hubungan dengan sesama, pertimbangan untuk
inovasi pendidikan sebagai berikut.
1) Pendidikan mengembangkan
hubungan persaudaraan dan kesetaraan tanpa ada unsur dominasi terutama oleh yang
lebih berkuasa.
2) Dalam hubungan social, semua
pihak hendaknya menunjukkan kompetensi terbaiknya dalam pengetahuan, sikap, dan
keterampilan demi kebaikan dan kemajuan dan bukan dalam hal adanya dominasi
materi atau tujuan pribadi.
3) Ketakwaan merupakan dasar
untuk terbentuknya karakter saling tolong-menolong (bekerjasama) dengan sesama.
4) Pendidikan hendaknya
menyadarkan murid tentang hubungan yang membawa kebaikan dan hubungan yang
tidak membawa kebaikan serta tidak membiarkan kekerasan dalam bentuk apa pun.
5) Cerita rakyat klasik dapat digunakan
sebagai alat untuk membelajarkan siswa sehingga mereka dapat mengetahui
bagaimana bentuk hubungan sesama yang baik dan dalam pendidikan diperlukan untuk membentuk
kehalusan rasa.
IMPLIKASI
PESAN BUDAYA CERITA UNTUK INOVASI PENDIDIKAN
Berdasarkan
pertimbangan pesan budaya yang dijelaskan maka dikemukakan beberapa hal utama
sebagai implikasi untuk inovasi pendidikan yang berhubungan dengan kearifan
budaya cerita.
1.
Pembelajaran cerita rakyat di sekolah
Cerita
rakyat yang bernilai perlu menjadi bacaan wajib dalam pembelajaran sastra di sekolah dalam masyarakat pendukung
cerita terutama dalam pendidikan dasar dan menengah. Keberadaan cerita sebagai
bacaan dalam pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah dapat memberikan
kontribusi pewarisan nilai-nilai
pendidikan budaya, kemahiran berbahasa, dan bersastra Minangkabau. Menipisnya pengamalan
budaya lokal di masyarakat tidak bisa dibiarkan dengan hanya menyerah pada makin mesranya generasi muda dengan budaya
global sebab pemilikan nilai budaya tidak terlepas dari usaha pewarisan budaya
itu sendiri melalui pendidikan. Dengan demikian, pembacaan cerita dan
apresiasinya di sekolah dapat memperbaiki kualitas anak didik yang tidak familiar dengan budaya
Minangkabau.
Hal itu didukung dengan
argumentasi bahwa dunia dalam karya sastra bukan merupakan dunia realita tetapi
merupakan realitas fiktif dan imajinatif yang diusahakan pengarang sebagai
refleksi kehidupan nyata. Melalui karya
sastra pengarang memberikan petunjuk-petunjuk dan kritikan terhadap kehidupan
nyata. Pengarang memberikan solusi terhadap permasalahan hidup yang dialami
tokoh cerita sebagai bandingan dalam kehidupan nyata. Dalam karya cerita dapat
dijumpai mana budaya yang ditentang dan hal-hal apa yang dibenarkan dalam
kehidupan, dalam berkarya, dalam penggunaan waktu, dalam mengelola alam, dan
dalam berhubungan dengan sesama. Cerita
menolak tokoh yang bersikap jahat, buruk perangai, egois, rakus, dan tidak
berbudi bahasa. Sebaliknya, cerita membenarkan perilaku tokoh yang baik, jujur,
bekerja keras, rendah hati, visioner, dan bermanfaat dalam kehidupan. Karena itu dari cerita diambil nilai-nilai
positifnya dan dibuang nilai-nilai negatifnya karena nilai-nilai negatif itu
tidak sesuai dengan agama dan adat. Dengan, demikian melalui pembelajaran di
sekolah tentang cerita rakyat murid akan paham tuntutan budaya mereka.
2.
Penerjemahan
cerita rakyat
Agar pesan budaya pendidikan yang
ada dalam cerita dapat dipahami secara
luas oleh berbagai kalangan maka cerita klasik perlu diterjemahkan ke bahasa
nasional dan bahasa asing. Pembelajaran
bahasa asing yang ada di sekolah dasar,
sekolah menengah, sekolah menengah atas dapat mengunakan cerita rakyat terjemahan
untuk belajar. Dengan demikian, murid menguasai bahasa asing dengan sentuhan
budaya lokal dan global.
3.
Menerapkan
inovasi pendidikan
Kepada pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten kota, dan dinas-dinas pendidikan perlu melakukan tindakan
nyata untuk mengapresiasikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita
kaba baik dalam pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerintah daerah perlu memperjuangkan
sekolah yang relevan dengan kehidupan berbudaya masyarakat yang dipimpinnya.
Dalam tulisan ini sudah disampaikan bahwa pendidikan yang diharapkan masyarakat
adalah pendidikan memberikan kesimbangan porsi materi ajar antara ilmu umum
dengan ilmu agama, keseimbangan pengetahuan dengan keterampilan. Sosok seorang
tamatan yang diharapkan adalah berprofil ilmuwan, ulama, pengusaha, dan
budayawan yang terintegrasi dalam visi selamat hidup di dunia dan selamat hidup
di akhirat. Karakter tamatan pendidikan yang
amat diperlukan adalah beriman, bertakwa, berilmu, berketerampilan, dan
berbudaya baik.
PENUTUP
Berdasarkan
uraian yang sudah disampaikan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, inovasi dalam pendidikan nasional terus dilaksanakan sebagai upaya
memperbaiki sistem dan kulitas pendidikan. Meskipun demikian, masih banyak
pihak yang pesimis akan terbentuknya tamatan pendidikan yang berbudaya baik
sebab pelaksanaan pendidikan selama ini tidak mempertimbangkan faktor budaya
yang diharapkan masyarakat. Kedua, inovasi pendidikan perlu dipertimbangkan
dengan memasukan kearifan budaya yang menjadi
kebiasaan hidup masyarakat yang terefleksi dalam cerita rakyat mereka.
Ketiga, pesan kearifan budaya yang menonjol dalam cerita rakyat Minangkabau
tentang pendidikan adalah hidup dijalani dengan beriman, beribadah dan
bertakwa, berilmu pengetahuan dan berketerampilan hidup. Hidup dijalani dengan
berusaha dan berdoa dan memaksimalkan manfaat bagi diri, keluarga dan orang
lain. Keempat, pendidikan yang
dibutuhkan masyarakat sesuai dengan cerita rakyat mereka adalah pendidikan yang
membentuk karakter beriman, beribadah, bertakwa, berilmu, berketerampilan, dan
berbudaya baik. Kelima, implikasi kearifan budaya dalam cerita terhadap inovasi
pendidikan adalah supaya pendidikan memberikan materi ajar tentang agama,
pengetahuan umum dan teknologi, keterampilan hidup, dan budaya yang seimbang. Keenam, penggalian kearifan budaya masyarakat
yang baik perlu diaktualkan dan kemudian pendidikan yang dilaksanakan hendak
diinovasi agar bermisi yang relevan dengannya. Ketujuh, kajian ini baru sebatas pertimbangan
untuk inovasi pendidikan dan perlu pembahasan relavasinya dengan teori tentang
inovasi pendidikan. Namun demikian, inovasi
dalam pendidikan berdasarkan kearifan budaya masyarakat yang termuat dalam
cerita rakyat diyakini dapat membawa
dampak yang baik terhadap hasil pendidikan yang diharapkan karena tamatan pendidikan yang berbudaya yang sesuai
dengan budaya yang berlaku di masyarakat akan menyamankan kehidupan.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar