INOVASI DALAM PENINGKATAN
KUALITAS GURU BAHASA*
(Ditulis tahun 2004)
I.
Pendahuluan
Tidak ada yang tetap di dunia ini, semuanya mengalami perubahan, itulah
sebuah pernyataan yang diakui banyak orang. Pernyataan ini sulit dipungkuri berkaitan dengan realita yang tampak pada tatanan sosial, budaya, politik, pendidikan mulai dari kehidupan bernegara sampai pada persoalan pribadi. Hampir di semua sektor kehidupan terjadi perubahan,
perkembangan, dan pemutakhiran baik dalam bentuk konteks maupun dalam substansi
masing-masing.
Faktor dominan yang sangat
mempengaruhi perubahan dewasa ini adalah pesatnya penemuan-penemuan dan
perkembangan yang terjadi dalam lapangan sains dan teknologi. Hal itu lebih
terlihat lagi pada teknologi komunikasi yang dapat memperpendek jarak ruang dan
waktu untuk jangkauan komunikasi. Daerah terpencil di desa terpencil pun kalau
dimasuki oleh teknologi informasi tidak terpencil lagi secara komunikasi dan
mereka dapat merasakan perubahan yang dibawa teknologi ini dalam berbagai hal.
Dengan terbuka luasnya
informasi, masyarakat --terutama yang berperan dalam pendidikan-- tentu harus
siap dan selektif dalam menerima dan menolak perubahan yang dibawanya dan
diharapkan mampu menilai menu informasi yang disajikan. Masyarakat
mesti cakap dalam memilih dan memilah
agar mereka tetap mempunyai kepribadian yang berlandaskan kepada
kepribadian bangsanya dan sekaligus tidak tertinggal dalam sains dan teknologi. Kemampuan dan keterampilan
menyeleksi dan menerima dan menanggapi informasi itu tidak terlepas dari
kemampuan berbahasa. Artinya, masyarakat dengan kemajuan dan keterampilan
berbahasanya harus mampu menuangkan ide, gagasan dan aspirasinya setelah
melalui proses bernalar dan berpikir dalam menyikapi ketersediaan informasi. Di samping itu, masyarakat juga harus dapat cepat tanggap dalam
merespons informasi yang ada sehingga ia tidak saja melihat yang konkrit dalam
informasi tetapi dapat membaca pada struktur abstrak atau yang lebih membatin
(dalam).
Keterampilan yang disebut di atas tidak
dapat dimiliki masyarakat hanya dengan datang begitu saja secara alamiah, seperti orang hidup bernafas yang dapat berlangsung secara
otomatis. Keterampilan berbahasa memerlukan latihan dan pendidikan untuk dapat
dikuasai. Di sisi lain keterampilan ini juga membutuhkan tenaga pendidik yang
inovatif dan kreatif untuk dapat merespon kemajuan dalam teknologi, ilmu dan
sains kemudian diterapkan untuk mencapai keterampilan berbahasa yang efektif dan efesien.
Berbicara tentang pendidikan
bahasa berarti berbicara tentang sebuah sistem yang terdiri dari subsistem,
komponen-komponen dan unsur-unsur yang kompleks. Namun, satu yang sangat
menentukan adalah peran guru
yang disebut sebagai arsitek pembelajaran bahasa. Faktor guru merupakan faktor
penentu dalam keberhasilan pendidikan bahasa karena Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang
dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu
menghadapi tantangan yang semakin ketat dengan bangsa lain dan permasalahan hidup yang makin kompleks. Kualitas
manusia Indonesia tersebut tentu harus dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi,
peran, dan kedudukan yang sangat strategis.
Pasal 39 Ayat (2)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai
tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran
sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sarna bagi setiap
warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen).
Guru sebagai pelaksana dan faktor kunci
mengandung arti bahwa semua kebijaksanaan, rencana inovasi, dan gagasan
pendidikan yang ditetapkan tergantung pada guru dalam pelaksanaannya. Apabila
dalam rencana inovasi diharapkan sekolah berubah maka pada dasarnya yang
diharapkan berubah adalah guru. Apabila guru tidak terbuka untuk memasuki
perubahan atau pembaharuan dalam pendidikan sudah tentu inovasi tidak dapat
diwujudkan.
Sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi di atas maka guru bahasa juga tidak terlepas dari perkembangan dan
perubahan. Bahkan guru bahasa malah harus berubah ke dalam
pembaharuan-pembaharuan agar tidak tertinggal dari perkembangan sains dan
teknologi yang menuntut partisipasi fungsi bahasa yang besar dalam proses
pengomunikasiannya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, perubahahan apakah yang
mesti terjadi pada guru bahasa? Tulisan ini akan membicarakan inovasi
pengembangan guru bahasa dan proses
pengembangannya dalam kaitannya dengan perkembangan tersebut di atas.
II. Inovasi Pengembangan Kualitas Guru Bahasa
2.1 Inovasi pada Guru Bahasa
Pada bagian ini akan dikaji hakekat inovasi
dan inovasi yang mesti ada pada guru
bahasa. Barnett (dalam Manan, 1989 : 52) menyatakan bahwa inovasi adalah sebuah
gagasan atau konstelasi gagasan-gagasan, perilaku atau benda-benda yang baru
yang berbeda secara kualitatif dari bentuk-bentuk yang ada. Inovasi dapat
berupa organisasi mental bila dilihat dari sifatnya, sedangkan di luar itu
dapat diberi bentuk dan dapat dilihat.
Berdasarkan rumusan inovasi
yang dikemukakan Barnett di atas maka inovasi dalam pengembangan guru bahasa
merupakan gagasan-gagasan yang dapat berupa benda maupun ide yang secara
kualitatif lebih baru dari yang sudah ada. Jadi, inovasi perkembangan maupun
pengembangan guru dalam pengajaran bahasa yang kemudian dikembangkan ataupun
sesuatu yang benar-benar baru sama sekali. Pengertian di atas juga menyiratkan
bahwa perubahan (inovasi)
mulai ketika guru-guru memberikan respons dengan cara baru terhadap perubahan
lingkungan. Namun secara nyata perubahan yang sebenarnya baru terjadi bila
respons baru itu dipelajari dan kemudian disetujui oleh kelompok guru bahasa
dan pada akhirnya menjadi karakteristik tertentu.
Murdock (1980) mengemukakan
urutan pengintegrasian sebuah inovasi kedalam sebuah sistem sebagai berikut:
inovasi, akseptasi, seleksi, dan integrasi. Lanjutnya Rogers (1981) secara
lebih rinci mengemukakan urutannya sebagai berikut: kesadaran akan adanya
inovasi (awarenes), timbulnya perhatian
terhadap inovasi, adanya penilaian terhadap inovasi (evaluation), diadakan percobaan terhadap inovasi (trial), dan pengintegrasian inovasi (integration).
Inovasi merupakan proses
mental yang timbul karena dirasakan adanya dorongan tertentu oleh seseorang
untuk berbuat sesuatu sebagai akibat adanya tantangan dari perubahan
lingkungan, atau dirasakan adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi. Hal ini yang
mendorong orang untuk berfikir menciptakan sesuatu yang baru dengan cara
merubah apa yang ada, mengadakan kombinasi baru atau menciptakan sesuatu yang
baru sama sekali (Manan, 1989:54).
Guru bahasa dalam pengajaran
bahasa berusaha pengajaran yang diberikannya efektif dan efisien, serta mudah
dipelajari oleh siswanya. Oleh karena itu, guru bahasa mempunyai dorongan untuk
berbuat yang terbaik untuk tugasnya tersebut. Adanya dorongan ini telah menjadi
dasar penggerak inovasi guru bahasa. Di sisi lain perkembangan dan perubahan
yang terjadi pada subsistem pengajaran bahasa yang lain juga sangat mendorong
terbentuknya inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
Berikut ini akan diuraikan
jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi guru bahasa dalam proses
pendidikan bahasa. Secara umum penulis menggolongkan inovasi guru bahasa ini ke
dalam dua kelompok. Pertama, inovasi yang berangkat dari diri guru bahasa
sendiri. Kedua, inovasi yang tumbuh dan berkembang karena pengaruh perkembangan
faktor yang berada diluar diri guru bahasa. Kedua kelompok inovasi ini saling
melengkapi dan mempengaruhi dalam pengembangan guru bahasa.
Pertama, inovasi yang berasal
dari diri guru bahasa. Inovasi ini terbentuk melalui kesadaran, akan tanggung
jawab, sebagai seorang guru bahasa yang harus dapat menjadikan siswanya pintar
(cerdas) berbahasa. Kesadaran ini selalu mendorong guru untuk berbuat yang
terbaik dalam kegiatannya mengajar siswa berbahasa. Kesadaran ini selalu
menantang untuk menemukan sesuatu yang baru dan efisien dalam pengajaran
bahasa, sehingga pada tindaknya guru bahasa tampak aktif dan kreatif dan tidak
cepat puas dalam menciptakan kondisi dan situasi belajar bahasa.
Secara agak terinci inovasi
diri terkait dengan; 1) visi atau pandangan dan tujuan guru bahasa dalam
merealisasikan tujuan pengajaran bahasa dalam jangka pendek dan panjang, 2)
integritas atau kejujuran akan tanggung jawab atas diri, pembelajaran bahasa,
mencerdaskan siswa, dan membangun bangsa, 3) semangat bekerja dalam mewujudkan
visi dan misi pembelajaran, 4) inisiatif dan inspirasi atau ide, 5)
kebijaksanaan, dan 6) keberanian dalam bertindak (Agustian, 2003). Di samping
itu hal tersebut terkait dengan kondisi
nilai spritual guru bahasa yang dikenal dengan kepribadian (akhlak).
Kuat atau lemahnya inovasi diri tersebut terkait dengan kondisi banyak
faktor, mulai dari pandangan hidup, pendapatan, kesehatan, wawasan, dan unsur
luar berupa pendidikan, lingkungan, dan kebijakan-kebijakan negara. Sebagai
contoh dalam faktor pendidikan, anak yang dibesarkan dengan pembantu jelas
berbeda daya inovasinya dengan anak yang dibesarkan orang tua setelah dewasa. Pembantu dapat
“disuruh-suruh” anak sedangkan orang tua
malah meyuruh-nyuruh anak. Prilaku itu dapat mengakibatkan terbentuknya kepribadian yang
belawanan. Anak yang dengan pembantu
akan manja, tidak suka tantangan, tahu memerintah dan sebagainya
sedangkan anak yang dengan orang tua akan patuh, manut, atau sering takut salah
dan tidak
beraksi. Bagaimanakah kepribadian seperti itu bisa inovatif ? Ironisnya, gejala
ini sedang memasyarakat.
Contoh lainnya dalam pandangan atau tujuan hidup, betapa kita setelah
jadi guru bahasa hanya menjalankan rutinitas mengajar dengan tujuan yang tidak
dapat ditolak yaitu mencari uang, jabatan, dan fasilitas. Kenyataan ini tanpa
disadari dapat menganggu integritas guru bahasa dan lebih parah melupakan pembelajaran untuk diri dalam menambah wawasan. Sebaliknya, hal
itu dapat memasifkan ilmu-ilmu yang
telah dipelajari sebelumnya sehingga guru bahasa lebih rajin dengan urusan
administrasi, proyek, dan jabatan ketimbang pengembangan ilmu. Jika demikian
bagaimanakah inovasi bisa dirancang dan dilakukan? Agaknya, banyak hal yang
perlu didiskusikan dalam inovasi diri guru bahasa itu.
Kedua, inovasi yang berasal
dari luar diri guru bahasa. Inovasi ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
berdasarkan faktor-faktor berikut:
1. Faktor pengalaman, pengalaman guru bahasa
mengajar dari tahun ke tahun merupakan suatu unsur yang memberikan dorongan
untuk terjadinya inovasi dalam pengembangan guru bahasa. Pengalaman menjadikan
guru berubah mencari sesuatu yang baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan
pengajaran bahasa. Pengalaman merupakan dasar bertolak bagi guru dalam
bertindak untuk kegiatan berikutnya. Jadi, ia mengembangkan pengalamannya yang
baik dan memperbaiki dan mencari cara terbaru untuk melaksanakan kembali apa
yang dialaminya dulu kurang memuaskan. Sebagai contoh, betapa guru bahasa yang
sudah mengajar 25 tahun amat berpengalaman dalam menyikapi perubahan kukrikulum
pembelajaran bahasa.
2. Faktor penelitian hasil belajar pendidikan
bahasa. Banyak hasil penelitian pendidikan bahasa yang menunjukkan bahwa
kemampuan lulusan berbagai tingkatan sekolah sangat lemah dalam menguasai
kemampuan berbahasa. Mulai dari dulu, misalnya penelitian Sadtono (1975),
Samsuri (1990), hingga sekarang sudah diungkapkan bahwa banyak kalangan
terdidik kurang menguasai keterampilan menulis. Sedangkan setiap EBTANAS atau
sekarang UAN di SLTA dan SLTP sering pula guru mengeluh dengan hasil belajar
bahasa yang dicapai siswa. Kenyataan itu telah menimbulkan inovasi dalam
pengembangan guru bahasa. Guru berusaha mencari terobosan-terobosan baru yang
mungkin ditempuh dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Faktor perubahan kurikulum. Perubahan
kurikulum dari satu dekade ke dekade lain telah menuntut guru agar mengadakan
pembaharuan sesuai dengan persyaratan-persyaratan penerapan kurikulum di
sekolah. Perubahan kurikulum 1975, 1984, 1999 ke kurikulum 2004 telah membawa
banyak pembaharuan dalam praktik mengajar guru. Baik itu dari segi penguasaan
terhadap materi, metode mengajar, strategi, interaksi, dan cara perumusan program
pengajaran dan begitu juga dalam hal evaluasi. Perubahan kurikulum menimbulkan
inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
4. Faktor perkembangan dalam metodologi
pengajaran bahasa. Hal itu juga telah memberikan peran yang banyak untuk
terjadinya inovasi pengembangan guru bahasa. Berbagai metode dalam pengajaran
telah diciptakan para pakar dan guru bahasa dituntut untuk paham dengan
macam-macam metode tersebut. Di antara metode itu adalah metode audiolinguisme,
metode tata bahasa, metode langsung (direct
method), metode membaca (reading
method), oral approach, pendekatan kognitif, metode guru diam, belajar
bahasa secara kelompok dan terakhir pendekatan komunikatif (Subyakto,
1988:7-57). Seiring dengan itu Soenjono (1992:37) juga mengemukakan pendekatan
Total Physical Response yang dikutipnya dari Ansher. Menurut Bistok (1988)
sebelum guru mengikuti pendekatan yang baru guru perlu mengikuti
langkah-langkah berikut: (1) Memahami esensi pendekatan baru itu, (2)
menulusuri keampuhan metode baru itu, (3) mengadakan adaptasi terhadap metode
baru bila memang layak untuk dipakai. Dalam langkah-langkah itu nampak
bagaimana pendekatan pengajaran bahasa mempengaruhi pembaharuan pengembangan
guru bahasa.
5. Faktor perkembangan teori belajar. Teori
belajar yang pada umumnya dikembangkan dari teori psikologi juga mempengaruhi
sebagai latar belakang inovasi pengembangan guru bahasa. Perkembangan teori
belajar ini banyak kaitannya dengan perkembangan metodologi belajar bahasa.
Kita menyadari per bedaan yang dibawa teori kognitif setelah teori
behaviorisme, teori humanistik, teori glossodinamik, dan terakhir ini
bekembang pula teori belajar quantum
yang dikemukakan Deporter (1999).
6. Faktor perkembangan teori linguistik dan
cabang-cabangnya seperti sosiolinguistik, psikolinguistik. Perkembangan
linguistik juga menjadikan dan menuntut guru harus mengadakan pembaharuan baik
dalam penguasaan materi maupun dalam cara mengajar. Teori linguistik struktural
umpamanya mempunyai pandangan yang berbeda dengan pandangan tata bahasa
transformasional dan begitu juga dengan tata bahasa kasus, tagmemik dan
lain-lain. Perubahan pandangan teori ini terhadap hakekat bahasa juga menuntut
guru bahasa untuk paham dengan perkembangan yang terjadi di lapangan linguistik
yang pada akhirnya mereka dapat memilihkan siswa salah satu cara yang tepat
dalam belajar bahasa. Jadi, inovasi guru juga tumbuh dari faktor linguistik
ini.
7. Faktor bahasa untuk tujuan khusus. Sneddon
(1991) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, pendidikan atau
pekerjaan, bahasa perlu diajarkan dengan cara-cara khusus. Pelajaran bahasa
khusus lebih berorientasi kepada kebutuhan siswa. Dengan adanya pendidikan
bahasa untuk tujuan khusus ini maka juga menjadi salah satu faktor terjadinya
inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
8. Faktor media, yang pesat seiring dengan
kemajuan teknologi juga menjadi unsur penginovasi dalam pengembangan guru
bahasa. Salah satu contoh adalah belajar menulis dengan program utak-atik
kosakata dan kalimat melalui komputer. Hal ini menuntut guru untuk menguasai teknologi
komputer dan teknologi informasi lainnya.
9. Faktor lain yang turut juga mempengaruhi
perkembangan dan melahirkan inovasi adalah faktor yang berkaitan dengan
kebutuhan, kemakmuran, ekonomi, dan nama baik. Faktor-faktor ini tidak
diuraikan disini karena merupakan faktor umum yang dimiliki oleh setiap inovasi
dalam suatu pengembangan suatu badan atau bentuk.
2.2
Karakteristik Guru Bahasa yang Inovatif
Salah satu wadah pembaharu dalam masyarakat adalah pendidikan.
Guru dalam kegiatan itu merupakan subjek atau agen yang menentukan pembaharuan. Oleh karena itu,
sebelum guru bahasa bertindak sebagai pembaharu bagi masyarakat mereka tentu
mereka telah melakukan inovasi dalam hal yang disebut di atas dan setelah
melaksanakannya tentu harus diringi pula dengan sifat terbuka dan kreatif dalam
melakukan pembaharuan-pembaharuan. Berikut ini adalah sifat-sifat kreatif yang
menimbulkan inovatif guru bahasa yang disesuaikan dengan pendapat Hagen (1962)
yaitu: 1) guru bahasa harus terbuka terhadap pengalaman baru, 2) guru bahasa
harus memiliki imajinasi yang kreatif, 3) guru bahasa harus percaya dan yakin
pada penilaian sendiri, 4) Guru bahasa harus mempunyai kepuasan dalam
mengahadapi dan memecahkan masalah serta menyelesaikan kekeliruan-kekeliruan.
5) Guru bahasa harus mempunyai kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab
untuk berhasil, 6) Cerdas, giat, dan punya persepsi bahwa dunia merupakan
tantangan dan ia harus terus menerus berusaha supaya berhasil.
Seiring
sengan sifat-sifat di atas Alex Inkeles (dalam Manan, 1989) menyebut beberapa
kepribadian orang yang inovatif. 1)Terbuka terhadap pengalaman dan cara-cara
baru, 2) Siap untuk perubahan-perubahan, 3) Sanggup membentuk dan mempunyai
berbagai hal di dalam dan di luar lingkungannya, 4) Sadar akan keragaman sikap
dan pendapat di sekitarnya dan sanggup memberikan penilaian. 5) Mengetahui
wawasan dunia yang luas, 6) Lebih berorientasi pada masa sekarang dan masa
depan. 7) Percaya bahwa orang dapat mengontrol lingkungannya. 8) Memandang
lingkungan sebagai keadaan yang dapat dipergantungi. 9) Menghargai keterampilan
teknis, berhasrat memajukan pendidikan, menghargai harkat manusia, dan mengerti
logika keputusan-keputusan.
Seorang
guru bahasa adalah juga seoarang pemimpin. Karkater pemimpin sukses di dunia
menurut survey “The Leadership
Challenge” (dalam Agustian, 2000) adalah: jujur, berpikiran maju, kompeten, dapat memberi inspirasi, cerdas,
adil, berpandangan luas, suka mendukung,
terus terang, bisa diandalkan, suka bekerja sama, tegas, berdaya imajinasi,
berambisis, berani, penuh perhatian, dewasa dalam berpikir dan bertindak,
loyal, mampu menguasai diri, dan mandiri. Perlu dicatat bahwa kejujuran adalah
kunci sukses utama seorang pemimpin.
Kepribadian yang disebut oleh Alex Inkeles dan hasil survey di atas
merupakan kepribadian yang harus dimiliki oleh guru bahasa yang mempunyai
inovasi untuk berkembang. Dengan menerapkan karateristik itu diyakini akan
terjadi perkembangan yang pesat dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa
sehingga pemelajaran akan menjadi menarik, efesien dan efektif.
2.3
Sasaran Inovasi Pengembangan Guru Bahasa
Guru adalah bagian dari
masyarakat yang mengemban tugas sesuai dengan cita-cita yang diingini oleh
masyarakat. Perkembangan yang terjadi dalam masyarakat akan menimbulkan
perubahan dan pembaharuan ke arah hidup yang lebih baik. Pembaharuan dan
perubahan ke arah yang lebih baik hanya dapat dilakukan dengan pendidikan yang
mempunyai guru-guru yang memiliki kemampuan yang cukup. Guru dalam hal ini
bertindak sebagai agen perubahan, yakni mengarahkan murid mereka serta
masyarakat untuk mencapai sesuatu yang ingin dicapai oleh masyarakat itu
sendiri.
Di lain pihak, guru sebagai
pelaksana pendidikan yang memegang faktor kunci bertanggung jawab penuh
terhadap hasil belajar, walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi
proses belajar itu sendiri. Oleh karena itulah, guru selalu dituntut untuk
dapat meningkatkan kualitas dari masa ke masa. Meningkatkan kualitas berarti
guru meningkatkan kompetensi dan
profesionalismenya dalam mengelola pelaksanaan pendidikan. Jadi, arah inovasi
guru dalam pengembangannya pada prinsipnya adalah meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme.
Pertama, dibicarakan
kompetensi guru itu apa? Kompetensi dalam rumusan para pakar mempunyai
keragaman. Tapi baiklah diikuti saja pendapat Arbi (1991) sebagai berikut.
Kompetensi adalah kualifikasi atau seperangkat kemampuan serupa pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dituntut untuk jabatan tertentu yang pada
dasarnya bertitik tolak dari analisis tugas dan tanggung jawab yang akan
dilakukan.
Berdasarkan rumusan di atas
maka seorang guru berkompetensi itu harus memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan untuk bidang yang menjadi spesialisasi digelutinya. Sedangkan
inovasi merupakan pembaharuan dari
kompetensi guru. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa arah inovasi pengembangan
guru bahasa adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam
melaksanakan kegiatannya, yaitu mengajarkan keterampilan berbahasa.
Seiring dengan uraian di atas
maka ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru bahasa, yaitu (a)
kompetensi pribadi, (b) kompetensi profesi, dan (c) kompetensi masyarakat.
Kompetensi pribadi berkaitan dengan pribadi yang terpuji yang sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut bangsa. Kompetensi profesi adalah kemampuan akademik
ilmiah yang terintegrasi dalam kemampuan-kemampuan teknis yang diperlukan dalam
jabatan guru. Kompetensi kemasyarakatan
berarti guru harus membina dan mengembangkan interaksi sosial yang
menciptakan susana yang serasi, selaras, dan seimbang dalam aspek kehidupan di
masyarakat (Arbi, 1991: 134).
Kedua, profesionalisme guru.
Sesuai dengan persyaratan jabatan yang profesional maka tugas guru meliputi
mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti memberikan bimbingan kepada
anak agar dapat berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan dan
pengembangkan nilai-nilai hidup. Sebagai pembimbing guru memberikan bantuan
kepada murid dalam memecahkan masalahnya. Mengajar berarti memberikan
pengajaran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini
guru harus menguasai materi, pengetahuan dan teknis mengajar, dan merencanakan
dan melaksanakan pengajaran. Sedangkan melatih berarti memberikan keterampilan
kepada murid agar ia mampu berdiri sendiri dalam bidang yang dipelajarinya.
Profesionalisme yang berkaitan dengan tugas-tugas yang telah disebutkan
di atas hanya dapat dilakukan dengan praktek yang selalu harus diiringi oleh
gagasan baru, penyempurnaan pengajaran, uji-coba metode dan pengupayaan sumber
belajar dan media. Hal ini dapat dilakukan dengan baik bila guru menyesuaikan
keahliannya itu dengan perkembangan zaman. Maka dalam hal inilah berlaku
inovasi pengembangan guru tersebut, yaitu selalu mencari bentuk-bentuk, ide,
gagasan-gagasan baru untuk meningkatkan kualitas profesionalnya.
Seiring dengan profesionalisme
yang dibicarakan Tilaar (1990) mengemukakan profil guru untuk abad XXI. Seorang
guru adalah seorang ilmuan yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya
serta implementasinya dalam kehidupan menusia. Sebagai ilmuan ia tergolong
elite intelektual, berperanan sebagai fasilitator dan motivator. Ia seorang
yang bijaksana yang memiliki pengetahuan
dan sarat akan nilai-nilai moral dan agama. Ia seorang saintis, ulama dan juga seorang
informan humor yang menumbuhkan sifat-sifat manusiawi, serta kesetiakawanan
lokal dan global dan ingin mengetahui segala sesuatu termasuk pengetahuan
terhadap dirinya sendiri. Agaknya pendapat ini perlu digaris bawahi dan
dimiliki.
2.4
Proses Pengembangan Guru Bahasa
Bayley (1992) mengemukakan
bahwa pengembangan guru bahasa dapat dilihat dari tiga fase yaitu pre-service, inservice, dan on-service. Pada tahap
pre-service berlangsung pada persiapan guru bahasa di perguruan tinggi yang
dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sudah
ditetapkan. Tahap in-service merupakan kegiatan penataran dimana guru-guru
bahasa telah menjalankan tugasnya sebagai guru, sedangkan tahap onservice
merupakan tahap pengayaan (enricment). Freeman (1989) menyebut tahap pengayaan
ini dengan istilah “teacher self-education”.
Ketiga tahap pembinaan
pengembangan guru bahasa ini merupakan
suatu kegiatan yang berkesinambungan, dan secara keseluruhan memberi
masukan-masukan bagi pengembangan guru bahasa.
Tahap pre-service (pelataran).
Dalam tahap ini calon guru bahasa dididik di Perguruan Tinggi, dalam hal ini
IKIP dan FKIP yang mempunyai jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ada dua masalah pokok yang harus mereka kuasai pada jenjang ini yaitu: Apa yang
akan diajarkan? dan Bagaimana cara mengajarkan?
Apa yang akan diajarkan
berkaitan dengan penguasaan calon guru bahasa terhadap seluruh materi
pengajaran bahasa. Mencakup bahasa dan sastra. Dalam bahasa dapat disebut
linguistik dan bagian-bagiannya, sedangkan dalam sastra dapat disebutkan teori
sastra, sejarah sastra, kritik, apresiasi dan lain-lain. Sedangkan dalam
bagaimana pendekatan, metode, strategi, dan interaksi belajar-mengajar yang
baik.
Di perguruan tinggi
kependidikan kedua kemampuan yang harus dikuasai itu disajikan kepada calon
guru bahasa dalam dua kelompok mata kuliah. Kelompok pertama adalah mata kuliah
yang berkaitan dengan penguasaan materi bidang studi yang menjadi spesialisasi
yaitu bahasa, sedangkan kemampuan bagaimana cara mengerjakan disajikan kepada
mahasiswa dalam kelompok mata kuliah proses belajar mengajar(PBM). Kedua
kelompok mata kuliah itu sama pentingnya dan sama saling menunjang, dan kedua
harus dikuasai oleh guru bahasa.
Memang ada dua pendapat yang
berlawanan secara ekstrim mengenai apa dan bagaimana cara mengerjakan bahasa
itu. Kelompok pertama mengatakan bahwa yang penting itu ialah cara mengerjakan
bukan apa yang akan dikerjakan. Sebaliknya kelompok yang lain mengatakan yang
penting itu adalah apa yang akan diajarkan sedangkan bagaimana cara mengajarkan
itu akan muncul dengan sendirinya melalui pengalaman setelah calon guru terjun
kelapangan. Penulis berpendapat bahwa keduanya itu harus dikuasai oleh guru
bahasa dan keseimbangan harus diperhatikan agar pengajaran bahasa dapat
berjalan dengan variasi yang memuaskan.
Pada tahap pre-service ini
calon guru bahasa telah menguasai kemampuan, keterampilan dan sikap terhadap
pengajaran bahasa. Dengan kata lain calon guru setempat dari tahap pre-service
telah mempunyai kompetensi tertentu yang menandai keprofesionalannya dalam
mengajarkan bahasa.
Soelaiman (1980) mengatakan
bahwa masalah yang merupakan persoalan dalam tahap-tahap pre-service adalah
sifat tradisi pendidikan di Indonesia, banyak kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan dilakukan di tingkat pusat, sedangkan guru sebagai unsur pelaksana
terbatas pada pelaksanaan kebijaksanaan tersebut. Masalah lain yang juga tak
kurang pentingnya adalah ketimpangan antar aktualitas yang harus dicapai dengan
kualitas guru yang harus dihasilkan.
Tahap in-service (penataran).
Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka tuntutan terhadap mutu
profesional dari masyarakat terus meningkat sehingga menuntut pemahaman ilmu
pengetahuan dari guru bahasa secara terus-menerus. Oleh sebab itu, secara
teratur dan berkala, para tenaga guru bahasa perlu mendapat penataran baik
dalam ilmu profesi maupun dalam ilmu pengetahuan akademik yang diajarkannya.
Sejalan dengan itu pusat-pusat penataran merupakan wadah untuk menampung masalah-masalah
pendidikan bahasa yang muncul dari ptaktek sehingga dengan demikian pusat-pusat
penataran bukan hanya menjadi pusat-pusat diseminasi pemikiran dan
konsep-konsep baru, juga menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan
bahasa. Pusat-pusat penataran ini juga banyak memberikan masukan untuk
pengembangan kurikulum pendidikan bahasa. Hal ini disebabkan di tempat inilah
saran-saran dan usulan guru bahasa ditampung.
Tahap on-service (pengayaan).
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa program penataran yang bersifat lokal
akan sangat efektif karena secara langsung menghadapi masalah-masalah
pendidikan yang kongkrit. Pengalaman guru di suatu sekolah atau kelompok
sekolah tentunya sangat konkrit dan apabila dipecahkan bersama akan lebih mudah
ditularkan dan dilaksanakan. Dalam pengajaran bahasa khusus bahasa Indonesia
dewasa ini sudah dikembangkan sanggar-sanggar musyawarah guru bahasa atau
sanggar Pemantapan Kerja Guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sekolah
menengah umum. Program pengayaan ini dapat dilaksanakan tanpa mengganggu tugas
rutin, sifat efektif dan efisien dan apalagi dilakukan dengan sesama rekan.
Masalah-masalah praktis yang timbul dalam praktek profesi serta pemecahannya
tentu merupakan masukan yang sangat berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan
profesi mengajar bahasa, dan bukan mustahil akan bermuara pada suatu konsep
mengajar bahasa yang orisinil.
Dengan siklus tahap-tahap
pengembangan guru bahasa di atas maka akan muncul tenaga pendidik bahasa yang
profesional yang terampil dan didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan
bahasa yang menjadi spesialisasinya, yang pada akhirnya mendasari
profesionalitas guru bahasa itu sendiri.
III Simpulan
Ada dua faktor utama yang
sangat berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam pengembangan guru bahasa.
Faktor pertama berkaitan dengan dengan semakin pesatnya perubahan yang dibawa
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan faktor kedua oleh peranan
guru yang kompleks dalam menciptakan guru profesional. Guru yang dapat melaksanakan
peranannya dengan baik harus menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap
terhadap ilmu pengetahuan profesi dan sebaliknya tanpa memerankan peranannya
dengan cara yang tepat materi yang sudah dikuasai juga tidak akan dikuasai
dengan baik. Dengan kata lain ia tidak dapat berfungsi secara utuh.
Peranan guru sebagai
informator, organisator, konduktor, katalisator, inisiator, moderator,
pengarah, transmitter, fasilisator, dan evaluator merupakan peranan yang tidak
bisa dijalankan secara statis, tetapi sangat diperlukan kedinamisan. Oleh
karena itu, guru bahasa mau ataupun terpaksa harus mengadakan
pembaharuan-pembaharuan terhadap dirinya. Baik yang menyangkut dengan ilmu,
pengetahuan dan penguasaan teknologi maupun yang berkaitan dengan kiat-kiat
pelaksanaan peranannya dalam mendidik. Ia harus mau membuka diri terhadap
pembaharuan, kreatif mencari ide, gagasan, maupun cara-cara baru untuk
tercapainya kompetensi dan keprofesionalan yang mantap. Karena guru bahasa
selalu berubah dan berkembang, serta dikembangkan.
Perkembangan ilmu linguistik,
pengajaran bahasa, psikologi belajar, perubahan kurikulum, media pengajaran dan
lainnya pada dasarnya menghendaki guru bahasa untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan dan perobahan yang terjadi pada masing-masing bidang tersebut.
Sebab, tanpa mengikuti perobahan itu mustahil guru bahasa dapat memberikan
pengajaran bahasa yang relevan dengan kebutuhan siswa, tidak mungkin ia dapat
menyampaikan materi dengan baik, dan juga tidak mungkin ia menjadi elit intelektual
yang dapat mengimplementasikan ilmunya di dalam masyarakat yang dibimbingnya.
Berkaitan dengan pembaharuan
yang harus dialami guru bahasa maka dalam tahap-tahap pengembangannya guru
bahasa melalui tiga fase. Pertama tahap pre-servive yang berkaitan dengan
penguasaan pendidikan selama adi perguruan tinggi. Kedua, tahap in-service yang
berkaitan dengan penataran-penataran yang dilakukan oleh lembaga keguruan
maupun lembaga bahasa. Sedangkan yang ketiga adalah tahap on-service yang
berkaitan dengan pengayaan yang dapat dilakukan secara lokal dalam satu sekolah
atau sekelompok sekolah dengan mengadakan sanggar Pemantapan Kerja guru. Ketiga
tahap ini merupakan langkah-langkah kongkrit dalam pembinaan dan pengembangan
guru bahasa agar mempunyai kompetensi dan profesional dalam menangani masalah
pengajaran bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar